Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PLN Gandeng Jepang dan China untuk Studi Teknologi EBT

        PLN Gandeng Jepang dan China untuk Studi Teknologi EBT Kredit Foto: PLN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT PLN (Persero) menjalin kolaborasi lintas negara untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia melalui studi teknologi. 

        Kerja sama pengembangan EBT tersebut ditandai dengan penandatanganan beberapa nota kesepahaman (MoU) antara PLN dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), Kyudenko Corporation, serta dengan China Renewable Energy Engineering Institute (CREEI) terkait teknologi rendah karbon.

        Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN membuka kolaborasi seluas-luasnya guna menghadapi krisis energi dan perubahan iklim. Menurutnya, aliansi strategis mutlak diperlukan guna membangun kapasitas energi nasional demi mengembangkan teknologi pembangkit yang ramah lingkungan.

        Baca Juga: Bentuk 4 Sub-Holding Baru, PLN Makin Pede Jadi Perusahaan Energi Berbasis Teknologi di Masa Depan

        “Menuju net zero emission 2060, diperlukan teknologi yang dapat menggantikan pembangkit fosil untuk memikul beban dasar maupun menunjang stabilitas sistem, termasuk suplai listrik untuk daerah remote atau kepulauan. Kajian mendalam akan dilakukan PLN pada manajemen sistem energi di remote area,” jelas Darmawan dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (26/9/2022). 

        Darmawan optimistis kerja sama dalam pengembangan EBT di daerah terisolir ini penting untuk masa depan. 

        "Diharapkan hasil kajiannya dapat memberikan gambaran dan model rencana peningkatan bauran EBT di daerah yang terisolir hingga 100 persen,” ujarnya. 

        Sementara itu, Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya menambahkan pemerintah telah berkomitmen melakukan transisi energi secara bertahap sampai tahun 2060. 

        Artinya, dalam beberapa tahun ke depan pembangkit listrik berbasis fosil tidak akan ada lagi, untuk itu perlu segera dipikirkan penggantinya.

        “Saat ini kapasitas EBT kita sekitar 8,5 GW, itu belum memaksimalkan potensi yang kita punya. Sehingga perlu kita breakdown lagi untuk pengembangan tenaga surya, geothermal, air, angin, hingga laut,” ujar Harris.

        Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan penandatanganan MoU tersebut adalah wujud komitmen PLN dalam pengembangan sistem EBT yang andal di Indonesia. 

        Adapun tiga kesepakatan kerja sama studi teknologi EBT meliputi PLN bersama JICA dan Kyudenko Corporation mengenai Studi Bersama 100% suplai listrik dari pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan di area remote.

        Kemudian PLN bersama CREEI mengenai kerja sama dalam Program Dukungan Teknis untuk Teknologi Rendah Karbon dan Perlindungan Lingkungan dan Sosial. Dan PLN bersama Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan dan EBTKE mengenai Program Survey dan Studi Pembangkit Energi Baru Terbarukan. 

        “Dari MoU dengan CREEI PLN akan mendapatkan transfer knowledge yang intensif dalam menghadapi transisi energi dan menuju net zero emission. Sementara nota kesepahaman dengan JICA akan memberikan  kajian model pengembangan EBT di daerah remote,” ujar Wiluyo. 

        Di sisi lain, PLN juga menjalin kontrak bersama PT Haskoning Indonesia mengenai Layanan Konsultasi ESIA & LARAP Masang II–Hindropower. 

        Wiluyo berharap, dengan kerja sama ini PLN mendapatkan pendanaan dari AFD untuk proyek PLTA Masang I. Sebelumnya, berdasarkan Aide-mémoire AFD Energy Mission 26/11/2018–30/11/2018, AFD mensyaratkan pekerjaan ESIA/LARAP untuk PLTA Masang II sebagai prasyarat pendanaan implementasi proyek. 

        Wiluyo mengatakan PLN berkomitmen untuk menjalankan kebijakan Lender dalam rangka menyusun rencana proyek kategori A sesuai dengan peraturan untuk pengembangan Studi Environmental and Social Impact Assestment (ESIA) dan Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: