Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Survei SMRC: Polarisasi Sosial dan Politik Identitas Muncul Sebab Partai Politik Berjarak dengan Rakyat

        Survei SMRC: Polarisasi Sosial dan Politik Identitas Muncul Sebab Partai Politik Berjarak dengan Rakyat Kredit Foto: SMRC
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Lemahnya party ID atau kedekatan publik dengan partai menjadi penyebab munculnya polarisasi sosial dan politik identitas. 

        Demikian dikatakan ilmuwan politik, Prof. Saiful Mujani, dalam program ’Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ bertajuk ”Identitas Partai Lemah Jadi Sumber Politik Identitas?” 

        Saiful menjelaskan bahwa dalam diskusi tentang partai politik, salah satu unsur yang sering dibicarakan adalah bahwa partai politik bisa berperan sebagai jembatan yang memperantarai pelbagai kelompok atau identitas yang sangat beragam di masyarakat. 

        Baca Juga: SMRC: Elektabilitas Ganjar Pranowo Tetap Bertahan di Puncak Pasca Deklarasi Anies

        Orang bisa beridentitas daerah seperti Papua dan Aceh, beridentitas agama seperti Islam atau Kristen, dan identitas lain yang sangat beragam. Partai politik, kata Saiful, bisa menjembatani perbedaan ini. 

        Karena identitas tidak mungkin hilang, yang bisa dilakukan adalah menjembatani, misalnya antara orang Aceh dan orang Papua, orang Kristen dan orang Islam, dan seterusnya. 

        “Islamnya tetap, Kristennya tetap, tapi butuh jembatan. Partai politik bisa berperan menjembatani antar identitas yang berbeda tersebut,” jelas pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tersebut.

        Karena itu, lanjut Saiful, semakin kuat pembangunan sistem politik kepartaian, maka keragaman yang potensial membuat polarisasi atas dasar identitas sosial bisa ditekan atau bisa dikurangi.

        Baca Juga: SMRC: Satu Setengah Tahun Terakhir Elektabilitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan Menguat, Prabowo Subianto Melemah!

        Bagaimana dengan Indonesia, apakah masyarakat memiliki ikatan yang kuat dengan partai atau tidak? Apakah masyarakat itu sudah mengalami transformasi dari identitas sosial ke identitas politik atau belum? Hal ini bisa diukur dengan seberapa kuat identifikasi diri masyarakat dengan partai politik. 

        Dalam survei SMRC (November 2022) terdapat data tentang party ID. Party ID adalah identitas partai, seberapa besar orang mengaku dirinya sebagai bagian dari atau merasa dekat dengan partai politik tertentu. 

        Ketika ditanya apakah ada partai politik yang anda merasa dekat? Ada 20 persen yang menjawab “ya.” Yang menyatakan “tidak” 73 persen.

        Saiful melihat angka identifikasi diri dengan partai politik ini sangat rendah. Dia mencontohkan bahwa di Amerika Serikat, yang mengaku dirinya sebagai orang partai, entah Demokrat atau Republik, adalah mayoritas. 

        Yang mengaku tidak dekat atau bukan bagian dari partai politik justru minoritas. Ini menunjukkan bahwa di Amerika, transformasi dari identitas sosial ke identitas politik sudah terjadi. 

        Baca Juga: Deklarasi Anies Bikin Suara Pemilih Nonmuslim Partai Nasdem Jadi Merosot, SMRC Beberkan Fakta Ini di Indonesia Timur

        Saiful melihat hal tersebut belum terjadi di Indonesia. Analisis sosiologis lebih dominan dari analisis psikologis identitas partai. Di Indonesia, yang ditanya bukan partainya apa, tapi dia dari daerah mana, etnis apa, agama apa, pribumi atau nonpribumi, dan seterusnya. 

        “Di Indonesia, identitas partai masih sangat lemah,” kata Saiful.

        Saiful menyimpulkan bahwa di Indonesia, belum ada transformasi atau perubahan dari identitas sosial ke identitas politik. 

        Ini yang membuat, kata Saiful, polarisasi berdasarkan identitas sosial di Indonesia menjadi kuat. Pemilu, pada akhirnya, banyak diwarnai oleh identitas sosial, bukan identitas politik.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: