Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        WEF Rilis Risiko-risiko Global: Krisis Biaya Hidup Mendesak vs Aksi Iklim Berkelanjutan

        WEF Rilis Risiko-risiko Global: Krisis Biaya Hidup Mendesak vs Aksi Iklim Berkelanjutan Kredit Foto: Unsplash/John Cameron
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Selama 17 tahun terakhir, Laporan Risiko Global (Global Risks Report/GRR) dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) telah memperingatkan publik mengenai risiko-risiko global yang saling berhubungan.

        Menurut GRR 2023, konflik dan ketegangan geoekonomi yang terjadi telah memicu serangkaian risiko global yang terhubung secara mendalam.

        Baca Juga: Biang Keroknya Ketemu! Bank Dunia Ingatkan Resesi Bakal Hantam Ekonomi Global

        Risiko tersebut mencakup krisis energi dan pasokan pangan, yang mungkin akan terjadi hingga dua tahun ke depan, dan peningkatan biaya hidup serta pembayaran utang yang tajam. Pada saat yang sama, sejumlah krisis tersebut berisiko menghambat upaya penanggulangan risiko jangka panjang, terutama yang berkaitan dengan perubahan iklim, keanekaragaman hayati dan investasi pada sumber daya manusia.

        GRR 2023 menunjukkan bahwa celah untuk upaya penanggulangan ancaman dari risiko jangka panjang yang paling serius kini semakin sempit sehingga tindakan kolektif diperlukan sebelum risiko-risiko tersebut mencapai titik kritis.

        Laporan tersebut, yang dibuat WEF dari hasil kerja sama dengan Marsh McLennan dan Zurich Insurance Group, menyarikan pandangan lebih dari 1.200 ahli risiko global, pembuat kebijakan dan pemimpin industri. Dalam tiga periode waktu, laporan ini memberikan gambaran penuh atas lanskap risiko-risiko global yang baru namun tidak asing lagi karena dunia menghadapi banyak risiko yang sudah ada yang sebelumnya tampak mereda.

        Saat ini, pandemi global dan perang di Eropa telah membawa kembali krisis energi, inflasi, pangan dan keamanan. Situasi ini menciptakan risiko lanjutan yang dapat mendominasi hingga dua tahun mendatang: risiko resesi; meningkatnya kesulitan utang; berlanjutnya krisis biaya hidup; masyarakat terpolarisasi yang dimungkinkan oleh disinformasi dan misinformasi; jeda pada aksi iklim yang cepat; dan perang geoekonomi zero-sum.

        Jika dunia tidak mulai bekerja sama secara lebih efektif dalam mitigasi iklim dan adaptasi iklim, maka akan terjadi pemanasan global dan gangguan ekologis secara berkelanjutan dalam 10 tahun ke depan.

        Kegagalan untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, bencana alam, hilangnya keanekaragaman hayati dan kerusakan lingkungan hidup, termasuk ke dalam lima dari 10 risiko teratas --dengan hilangnya keanekaragaman hayati sebagai salah satu risiko global yang paling cepat memburuk dalam satu dekade ke depan.

        Secara bersamaan, kepemimpinan yang didorong oleh krisis dan risiko perseteruan geopolitik menciptakan keresahan sosial pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan investasi pada perkembangan kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang menghilang, semakin mengikis ikatan sosial yang ada. Pada akhirnya, meningkatnya risiko perseteruan tidak hanya menumbuhkan persenjataan geoekonomi, tetapi juga remiliterisasi, terutama melalui teknologi baru dan para pelaku kejahatan.

        Beberapa tahun mendatang, sejumlah pemerintahan akan menghadapi tantangan sulit dalam menentukan prioritas yang harus ditempuh diantara faktor masyarakat, lingkungan dan keamanan di negaranya. Risiko geoekonomi jangka pendek telah menguji komitmen net-zero dan menunjukkan kesenjangan antara kebijakan apa yang diperlukan secara ilmiah dan yang cocok secara politis. Tindakan kolektif atas krisis iklim yang dipercepat sangat diperlukan untuk membatasi konsekuensi yang disebabkan oleh dunia yang semakin memanas.

        Sementara itu, pertimbangan keamanan dunia serta meningkatnya pengeluaran untuk militer, dapat menyebabkan kurangnya kapasitas fiskal untuk mengurangi dampak dari krisis biaya hidup yang berkepanjangan. Tanpa adanya perubahan, negara-negara yang rentan dapat mengalami krisis terus menerus di mana mereka tidak mampu berinvestasi pada pertumbuhan masa depan, perkembangan sumber daya manusia dan teknologi ramah lingkungan.

        GRR mendorong para pemimpin untuk bertindak secara kolektif dan tegas, serta menyetarakan pandangan jangka pendek dan jangka panjang. Selain aksi iklim yang mendesak dan terkoordinasi, laporan ini juga memberikan rekomendasi upaya bersama antar negara, serta kerja sama organisasi publik dan swasta untuk memperkuat stabilitas finansial, tata kelola teknologi, perkembangan ekonomi dan investasi pada penelitian, sains, pendidikan, dan kesehatan.

        "Lansekap risiko jangka pendek didominasi oleh energi, pangan, utang dan bencana. Kelompok yang masuk dalam kategori rentan semakin menderita --dan karena krisis yang bertubi-tubi, kelompok yang tergolong rentan secara cepat meluas di negara kaya maupun miskin. Iklim dan perkembangan sumber daya manusia wajib menjadi perhatian utama para pemimpin dunia, bahkan saat mereka tengah memerangi krisis yang sedang terjadi. Kerja sama merupakan satu-satunya cara untuk melangkah maju," kata Saadia Zahidi, Managing Director, WEF.

        John Scott, Head of Sustainability Risk, Zurich Insurance Group, menyatakan: "Keterkaitan antara dampak perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, keamanan pangan dan konsumsi sumber daya alam, merupakan kombinasi yang berbahaya. Tanpa adanya perubahan kebijakan atau investasi yang signifikan, kombinasi tersebut dapat mempercepat runtuhnya ekosistem, mengancam pasokan pangan, meningkatkan dampak bencana alam dan menghambat kemajuan dalam mitigasi perubahan iklim."

        "Apabila kita bertindak cepat, masih ada kesempatan di akhir dekade untuk mencapai 1,5 derajat C dan mengatasi kondisi darurat alam. Semakin berkembangnya teknologi pada energi terbarukan dan kendaraan listrik memberikan kita alasan yang kuat untuk tetap optimis," tambah Scott.

        "Tahun 2023 ditandai dengan meningkatnya risiko terkait pangan, energi, bahan baku, dan keamanan siber, yang menyebabkan gangguan lebih lanjut terhadap rantai pasokan global dan berdampak pada keputusan investasi. Saat seluruh negara dan berbagai organisasi berupaya meningkatkan ketahanan, hambatan ekonomi akan membatasi kemampuan mereka," kata Carolina Klint, Risk Management Leader, Continental Europe, Marsh.

        "Menghadapi kondisi geoekonomi tersulit pada generasi ini, perusahaan harus berfokus tidak hanya bernavigasi pada kekhawatiran jangka pendek, tetapi juga mengembangkan strategi yang akan menempatkan mereka pada posisi yang dapat bertahan dalam menghadapi risiko jangka panjang serta perubahan struktural," lanjutnya.

        GRR merupakan pilar dari Inisiatif Risiko Global WEF yang memiliki tujuan mendorong pemahaman umum yang lebih tinggi mengenai risiko global jangka pendek, menengah dan panjang, guna memungkinkan kesiapsiagaan dan ketahanan terhadap risiko.

        GRR 2023 juga membedah bagaimana berbagai risiko yang ada dan yang berpotensi muncul, dapat berinteraksi satu sama lain untuk menciptakan suatu "polycrisis" --kumpulan risiko global terkait dengan dampak majemuk dan konsekuensi yang tak terprediksi.

        Laporan tersebut mengeksplorasi "Persaingan Sumber Daya", potensi kumpulan risiko lingkungan, geopolitik dan sosio-ekonomi yang saling berkaitan dengan pasokan dan permintaan atas sumber daya alam yang mencakup pangan, air dan energi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: