Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Studi Dentsu-Kantar Catat Adanya Praktisi Pemasaran Gagal Menangkap Peluang Masa Depan Berkelanjutan

        Studi Dentsu-Kantar Catat Adanya Praktisi Pemasaran Gagal Menangkap Peluang Masa Depan Berkelanjutan Kredit Foto: Unsplash/Mailchimp
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perusahaan penyedia layanan pemasaran dentsu bersama dengan Kantar sebagai perusahaan data dan analitik pemasaran meluncurkan sebuah studi berjudul Marketing a Better Future yang mengeksplorasi peran praktisi pemasaran di Asia Pasifik dalam mencapai ambisi misi keberlanjutan perusahaan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

        Chief Growth Officer, dentsu Asia Pasific, Dominic Powers menyampaikan bahwa kemajuan yang bermakna dalam tujuan keberlanjutan membutuhkan upaya di mana bisnis, konsumen dan masyarakat sipil, pembuat kebijakan, regulator, dan penyedia modal bekerja secara harmonis.

        Pemasar tidak hanya dilandasi tujuan bisnis untuk mendorong inovasi yang dapat memicu perubahan besar, namun mereka juga harus mengubah seluruh filosofi di balik perancangan yang didasarkan pada tingkat penjualan.

        Baca Juga: Perluas Pasar, Pelaku UMKM Ikuti Pelatihan Pemasaran Digital

        "Di dentsu, kami merancang What's Next sebagai salah satu misi untuk tujuan konsumsi berkelanjuta. Di mana hal ini harus diorganisir oleh para praktisi pemasaran untuk memberikan dampak kepada masyarakat luas mengenai kehidupan berkelanjutan. Demi merealisasikannya, brand dan pemasar harus merangkai taktik termasuk mitra ekosistem yang menangani rantai aktivitas dan jejak karbon. Dengan memposisikan diri mereka menjadi penggerak perubahan dengan ekosistem yang lebih besar, konsumen dan perusahaan, praktisi pemasaran dapat memberikan relevansi, suara, dan perubahan inovasi kehidupan yang lebih berkelanjutan," tutur Dominic dalam media rilis pada Senin (16/1/2023).

        Dengan pertumbuhan ekonomi Asia yang eksponensial, daya beli masyarakat bergerak membentuk tren konsumsi global yang dapat memberi konsumen dan korporasi di Asia tanggungjawab baru dan unik karena wilayah Asia diperkirakan akan menanggung beban bencana iklim. Perilaku konsumen dalam aspek kebiasaan dan gaya hidup pun harus diubah segera untuk kehidupan yang lebih berkelanjutan.

        Menggunakan sejumlah metodologi yang mengambil sumber dari empat studi oleh Kantar dan Dentsu, 40 sumber data publik, 100+ jam statistik dan analisa budaya untuk pengamatan lebih lanjut, 71+ praktisi pemasaran berpengalaman, 10+ wawancara dengan pemimpin perusahaan pemasaran dan keberlanjutan serta 30+ analisis brand internal maupun eksternal, serta dilakukan dilakukan pada 12 wilayah Asia Pasifik meliputi Australia, China, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Thailand, Filipina, dan Vietnam, studi tersebut menunjukkan salah satu kesimpulan yang menarik.

        Salah satu fakta yang dapat disimpulkan dari studi tersebut adalah bahwa Indonesia memiliki tiga masalah iklim utama yakni kemiskinan dan kelaparan, penggundulan hutan, dan polusi air yang menjadi tantangan penting dalam pelestarian lingkungan ekosistem untuk mencapai kehidupan yang lebih berkelanjutan.

        Praktisi pemasaran saat ini dinilai telah gagal untuk menangkap peluang, di mana studi menemukan bahwa hanya satu dari tiga (34%) tim pemasaran memiliki wawasan yang selaras dengan pelaksanaan rencana keberlanjutan dan mengukur kemajuan mereka. Jumlah ini lebih rndah dibandingkan 46% dalam rantai pasokan, dan 51% dalam strategi perusahaan. Studi juga menemukan bahwa ada dua kesenjangan intensi-aksi yang signifikan, yaitu kesenjangan intensi-tindakan konsumen dan organisasi yang telah menjadi akar tantangan bagi praktisi pemasaran.

        "Kami mengetahui bahwa kesenjangan intensi-tindakan konsumen merupakan masalah bagi praktisi, dengan 56% hasil mengidentifikasinya sebagai tantangan utama. Hanya 17% konsumen Asia yang secara aktif mengubah perilaku mereka menjadi lebih berkelanjutan, meskipun 98% orang Asia mengatakan akan melakukannya. Namun, studi kami mengungkapkan bahwa kesenjangan intensi-tindakan organisasi merupakan tantangan yang sama pentingnya untuk ditangani," ujar Trezelene Chan, Head, Sustainability Practice, Kantar APAC.

        Ia menambahkan, " meskipun 73% pemasar percata bahwa keberlanjutan penting untuk kelangsungan bisnis dan pertumbuhan nilai, penilitian ini mengungkap hambatan taktis dan mendasar yang menghalangi pemasar untuk mengambil kepemimpinan berkelanjutan yang berarti. Ini termasuk fokus pada target pertumbuhan penjualan jangka pendek di atas semua target lainnya, kurangnya kejelasan dalam fungsi pemasaran seputar metrik keberhasilan dalam kaitannya dengan tujuan keberlanjutan, dan kurangnya sumber daya yang memadai atau pengembangan kemampuan untuk keberlanjutan dalam pemasaran. Inisiatif keberlabjutan oleh brand perlu menjawab kebutuhan konsumen dan kebutuhan bumi secara holistik dan bersamaan. Ini berarti pola pikir yang benar-benar baru bagi praktisi pemasaran dan pemimpin perusahaan".

        Perubahan sistem diperlukan untuk mencapai target keberlanjutan global dan memastikan masa depan bumi. Tidak diragukan bahwa bisnis, brand, dan mitra agensi memiliki kebutuhan dan peluang. Sebagai jembatan antara brand dan konsumen, praktisi pemasan memiliki peluang unik dan karenanya bertanggung jawab untuk menjadi agen perubahan generasi yang memengaruhi perilaku konsumen serta mendorong inovasi yang akan diinformasikan kepada pelanggan.

        Untuk mencapai kemajuan yang mendalam dan menggerakkan keberlanjutan, studi dentsu dan Kntar menemukan bahwa fungsi pemasaran memerlukan perubahan filosofis, yaitu diberi mandat untuk mendorong inovasi di luar target penualan jangka pendek, untuk menciptakan pertumbuhan yang baik bagi masyarakat dan bumi, serta bisnis. Selain itu transformasi keberlanjutan perusahaan dan konsumsi berkelanjutan perlu menjadi prinsip untuk mengorganisir fungsi pemasaran.

        Studi memperkirakan bahwa dengan membuat perubahan agresif ini, brand dapat mendorong perubahan perilaku dan gaya hidup untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 40%-70% yang menurut sixth IPCC assessment report diperkirakan dapat tercapai.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Nurdianti
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: