Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rezim Xi Jinping Terancam? Begini Ramalan Pakar Soal Gerakan Protes Anti-pemerintah China!

        Rezim Xi Jinping Terancam? Begini Ramalan Pakar Soal Gerakan Protes Anti-pemerintah China! Kredit Foto: Reuters/Tingshu Wang
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat Indonesia sudah sepantasnya mensyukuri era kebebasan dan iklim demokrasi yang datang sejak dua setengah dasawarsa lalu, alih-alih mengglorifikasi kediktatoran dan otoritarianisme, kata Johanes Herlijanto, ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI). 

        "Model pemerintahan bergaya otoriter dan diktator seperti di China bukan model yang cocok bagi Indonesia," katanya dalam seminar FSI bertema "Anti-Government Protest in China: A Threat to the Regime?", di Jakarta, Senin (23/1/2023).

        Baca Juga: TNI AL Respons Cepat Kapal China yang Seenaknya Mondar-Mandir di Natuna, Pakar: Patut Diapresiasi

        Menurut Johanes, Indonesia perlu mempertahankan atmosfer demokrasi yang telah ada sambil menerapkan kebebasan secara bertanggung jawab.

        Sementara itu, hadir pula ahli ilmu politik dan hubungan internasional University of Western Australia, Profesor Jie Chen, Ph. D., dalam seminar yang membahas munculnya gerakan antipemerintah di China tersebut.

        Prof. Chen, yang menyampaikan paparannya melalui siaran video daring secara langsung dari Perth, menyatakan bahwa gerakan itu dikenal sebagai Gerakan Kertas Putih (White Papaer Movement) memiliki perbedaan dibanding gerakan serupa di China tahun 1990.

        “Pertama, elemen-elemen dalam Gerakan Kertas Putih menantang legitimasi rezim Partai Komunis China (PKC) dan bangkitnya seorang ditaktor,” kata guru besar yang beberapa tahun lalu menulis buku berjudul The Overseas Chinese Democracy Movement: Assessing China’s Only Open Political Opposition.

        Prof. Chen melanjutkan, "Gerakan Kertas Putih juga menandakan munculnya kebangkitan politik di kalangan masyarakat China generasi pasca 1990-an, sekaligus kebangkitan politik pada generasi di atas telah membuat banyak pihak terkejut."

        Dan yang penting untuk dicatat, menurut Prof. Chen, Gerakan Kertas Putih itu terjadi tanpa adanya pengaruh dan dorongan dari gerakan demokrasi orang China seberang lautan (overseas Chinese democracy movement).

        Menurutnya, inspirasi internasional dari gerakan yang berawal dari protes anti-lockdown tersebut justru datang dari tayangan Piala Dunia di Qatar, yang memperlihatkan kehidupan yang bebas dan bahagia tanpa lockdown ataupun masker.   

        Akhirnya, yang terpenting, dalam pandangan Prof. Chen adalah, munculnya gerakan protes pada November 2022 lalu menandai retaknya “kesepakatan besar pasca-Tiananmen” antara masyarakat China dan rezim penguasa. Kesepakatan yang pada intinya merupakan penukaran hak politik rakyat dengan kemakmuran ekonomi itu nampaknya sedang menghadapi tantangan yang sangat penting. 

        Prof. Chen memprediksi bahwa protes serupa akan lebih banyak terjadi di sepanjang era pemerintahan Presiden Xi Jinping.

        “Ini akan sangat bergantung pada kemampuan kepemimpinan baru China. Dapatkah tim kepemimpinan (Komite Tetap Polibiro) yang baru, yang terdiri dari Xi dan para kroninya itu, mengatasi tantangan dan krisis yang dihadapi China, sehingga kesepakatan besar pasca-Tiananmen dapat diperkuat kembali?” tegas sang profesor.

        Menurutnya, krisis ekonomi yang diperparah antara lain oleh krisis demografik dan pengucilan China oleh Barat sebagai akibat “Perang Dingin Baru” akan menjadi tantangan terbesar Xi dan para sekutunya dalam kepemimpinan China.

        Dalam kesempatan yang sama, ketua FSI yang juga mengajar kajian China di Universitas Pelita Harapan, mengatakan bahwa terjadinya Gerakan Kertas Putih di China pada November 2022 lalu sangat menarik dan penting untuk dicermati.

        “Pertama, rangkaian peristiwa di atas memperlihatkan bahwa kondisi internal Republik Rakyat China (RRC)  ternyata masih dipenuhi berbagai permasalahan yang masih belum terselesaikan. Model pemerintahan otoriter PKC yang bersifat top-down dan mengandalkan pengawasan dan tekanan terhadap warga yang berbeda pendapat dengan penguasa ternyata bukan model yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang timbul dalam masyarakat,” ujarnya. 

        Baca Juga: Ekonomi China Dihantam Gelombang Covid Lagi, Indonesia Bisa Ikutan Kena?!

        Menurut Johanes, berbagai pernyataan yang disuarakan dalam protes di atas memperlihatkan bahwa rakyat China masih memiliki daftar kebutuhan yang belum terpenuhi, termasuk kebutuhan akan kebebasan dan sistem pemerintahan yang tidak bersifat diktator.

        Selain itu, deretan protes warga China yang tiba-tiba pecah dalam kurun enam minggu itu menunjukan bahwa stabilitas yang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini terjaga di China tidak serta merta membuktikan bahwa rakyat China tidak memiliki ketidakpuasan terhadap rezim PKC yang berkuasa.

        “Stabilitas itu hanya membuktikan keras dan kuatnya pengawasan dan pembungkaman terhadap suara yang berbeda dari pemerintah,” tutur Johanes.

        Namun, menurut Johanes, sebagaimana juga terlihat dari rangkaian protes pada Oktober dan November 2022 lalu, pengawasan dan pembungkaman ternyata tidak selamanya efektif.

        Sebaliknya, pengawaan dan pembungkaman itu malah menjadi salah satu sumber masalah yang melahirkan ketidakpuasan.

        “Lagi pula, seberapa pun kuat dan ketatnya pengawasan dan pembatasan bersuara, rakyat China, khususnya generasi muda yang sangat familiar dengan teknologi dan media sosial, dapat menemukan celah untuk menyampaikan suara meraka,” lanjutnya.

        Sama seperti Prof. Chen, Johanes juga memprediksi bahwa gerakan protes seperti yang terjadi pada November 2023 yang lalu masih akan terus berlanjut.

        “Berkaca dari rangkaian protes di atas, tak berlebihan bila kita memprediksi bahwa The Great Firewall, atau dinding api besar yang dibangun rezim komunis Cina untuk membentengi dirinya, akan menghadapi tantangan berupa strategi dan inovasi yang akan terus digagas oleh anak-anak muda yang menginginkan perubahan,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: