Ketua Bawaslu 'Teriak' Anies Baswedan Harusnya Dipidana Soal Utang Kampanye, Ahli Kasih Peringatan Keras: Hati-hati, Bisa Dilaporkan!
Di tengah heboh masalah utang Anies Baswedan ke Sandiaga Uno terkait Pilkada DKI Jakarta 2017, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyebut bahwa Anies bisa dipidana karena masalah tersebut berkaitan dengan ketentuan batas maksimal sumbangan di kontestasi pemilihan kepala daerah.
Mengenai hal ini, Hamdani, mantan Staf Ahli Mendagri 2014-2022 mengingatkan siapa pun penyelenggara atau pengawas pemilu untuk berhati-hati menyampaikan pernyataan mengingat saat ini sudah masuk ke tahapan Pemilu di mana salah berucap bisa merugikan salah satu peserta, dalam konteks ini adalah pihak Anies Baswedan.
“Kalau main sepak bola ini sudah kick off, jadi kalau sudah demikian maka semua pihak khususnya otoritas dalam kaitannya penyelenggara dan pengawas pemilu harus berhati-hati dalam memberikan pernyataan,” jelas Hamdani saat berbincang bersama wartawan senior Hersubeno Arief dari Forum News Network (FNN) di kanal Youtube Hersubeno Point, dikutip Minggu (19/2/23).
Baik atas nama pribadi atau instansi, Hamdani menegaskan tidak bisa seseorang bebas berkata yang sesuai keinginannya. Penyelenggara dan pengawas sudah diwajibkan untuk tidak condong ke pihak mana pun alias netral agar ada jaminan pemilu berjalan bersih dan adil.
Hamdani juga menegaskan bagi pihak yang merasa dirugikan atas kelakuan penyelenggara dan pengawas pemilu bisa membuat laporan ke dewan pengawas penyelenggara pemilu.
“Kalau statement seorang dari KPU atau Bawaslu sampai merugikan pihak-pihak tertentu dalam proses kontestasi nanti, maka pihak yang dirugikan itu dapat mengadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP), DKPP itu sekretariatnya ada di Mendagri,” jelasnya.
Hamdani yang ikut terlibat dalam pembahasan UU Nomor 10 Tahun 2016 ini sebagai unsur pemerintah saat sedang dirancang mengaku paham betul mengenai UU yang diteriaki oleh Ketua Bawaslu sebagai dalil Anies bisa dipidana ini.
Hamdani menegaskan bahwa hal tersebut tidak tergolong pidana.
“Kalau kita lihat, apakah itu ada pidana? Itu tidak sulit melihatnya, tidak perlu sekelas ketua bawaslu itu, itu tidak tergolong pidana, itu bisa dipastikan,” ucapnya.
Segala kemelut puluhan miliar yang disebut utang Anies juga menurut Hamdani bukanlah sumbangan tetapi dana paslon. Sedangkan UU yang diributkan Ketua Bawaslu tadi dana paslon tidak termasuk dalam UU tersebut.
Menurut Hamdani sangat mudah membedakan antara sumbangan atau bukan. Sumbangan adalah kerelaan tanpa adanya iming-iming tertentu atau pemenuhan perjanjian, sedangkan apa yang dilakukan Anies terdapat hal tersebut yang menguatkan bahwa itu bukan sumbangan.
“Kalau berkaitan utang piutang, UU Nomor 10 tahun 2016 tidak mengatur baik batasan maupun sanksinya jadi itu tidak ada pidananya,”
“Itu tidak bisa dikatakan sumbangan karena bersyarat, kalau kita bicara sumbangan maka kriterianya jelas pemberian tanpa syarat, jadi tidak ada persyaratan yang mengikat. Begitu dia ada persyaratan ketentuan dia tidak jadi sumbangan karena sumbangan bebas. Kenapa tidak masuk dalam kelompok sumbangan? Karena dia bersyarat, itu namanya penyelesaian pinjaman. Bahwa penyelesaian pinjaman itu dibayar atau dinyatakan lunas itu masalah perjanjian, dibayar kalau kalah dinyatakan lunas kalau menang,” ujarnya.
Baca Juga: Terbongkar! Tanpa Sandiaga Uno Salat Istikharah, Utang Anies Baswedan yang Diributkan Sudah Lunas
Sementara itu soal tudingan adanya korupsi dengan skema demikian terkait bagi-bagi proyek jika menang, maka Hamdani menegaskan tidak perlu ke sana karena beda urusan, tudingan tersebut perlu dibuktikan terlebih dahulu.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyebut bahwa masalah utang dana kampanye Anies bisa masuk pidana karena melebihi batas sumbangan yang ditentukan UU Nomor 10 tahun 2016 yakini per orang Rp75 juta dan Badan atau lembaga Rp750 juta.
"Itu seharusnya bermasalah, seharusnya itu pelanggaran pidana. Itu pidana karena dia tidak menyebutkan itu di laporan akhir dana kampanye," kata Bagja dikutip dari Republika, Minggu (19/2/23).
Meski menurutnya bermasalah, menurutnya ini tak bisa lagi diusut karena sudah kadarluarsa.
"Biasanya kalau pilkada-nya sudah selesai, ya tidak bisa diusut. Kecuali (pelanggaran dana kampanye ini) ditemukan di awal-awal masa jabatan. Ini kan udah selesai masa jabatannya, baru muncul. Aneh juga baru muncul sekarang, ini lah repotnya kita ini," ujar Bagja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: