Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bikin Gaduh! Beda Suara Sri Mulyani dan PPATK, DPR Minta Isi Surat Dibuka Terang-terangan ke Publik

        Bikin Gaduh! Beda Suara Sri Mulyani dan PPATK, DPR Minta Isi Surat Dibuka Terang-terangan ke Publik Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memanggil Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk melakukan rapat kerja (raker). Salah satu bahasan dalam raker tersebut ialah terkait transaksi janggal Rp349 triliun yang sebelumnya digadang-gadang bergerak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

        Sri Mulyani menyampaikan bahwa isu terkait transaksi janggal senilai ratusan triliun tersebut pertama kali muncul dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyatakan ke media, berdasarkan dari surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Menkeu pada Rabu, 8 Maret 2023.

        Baca Juga: Di Depan DPR, Sri Mulyani Blak-blakan Ungkap Kronologi Transaksi Janggal Rp349 Triliun

        Dari pertama kali surat dari PPATK itu diterima, hingga Sabtu, 11 Maret 2023, Sri Mulyani mengatakan pihaknya belum menerima data terkait angka senilai Rp300 triliun, sampai akhirnya dirinya meminta langsung kepada Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana.

        "Di situ tidak ada data mengenai nilai uang, jadi hanya surat ini, kami pernah ngirim, tanggal sekian nomor sekian, dengan nama-nama orang yang tercantum di dalam surat tersebut atau yang disebutkan oleh PPATK. Sehingga, saya juga bingung menerima surat, tapi tidak ada angkanya," bebernya, dalam raker bersama Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023).

        Menanggapi penjelasan Sri Mulyani, DPR meminta bendahara negara itu untuk membuka secara terang-terangan isi surat PPATK yang diterimanya kepada publik agar informasi yang diterima masyarakat makin transparan dan tak lagi simpang siur.

        "Saya kira penjelasan dari Ibu Menteri ini sangat menarik, ada baiknya suratnya ditampilkan secara terang benderang supaya jelas sebenarnya bagaimana karena di masyarakat ini simpang siur. Penjelasan PPATK dengan yang disampaikan oleh ibu menteri ini berbeda, kita kan ingin adil bagi semuanya, tidak ingin satu institusi terpojokkan. Jadi kalau di-share, ini lebih jelas," kata perwakilan DPR.

        Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa membuka surat tersebut kepada publik karena sifatnya konfidensial hanya untuk kepentingan Menkeu.

        "Kalau surat kami nggak bisa share, Pak, karena di situ disebut konfidensial hanya untuk kepentingan Menteri Keuangan, jadi nggak bisa. Namun, kronologisnya bisa kami share," tuturnya.

        Setelah itu, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pada Senin, 13 Maret 2023, PPATK baru mengirim surat (dengan nomor) SR/3160/ AT.01.01//2023 dengan lampiran 43 halaman berisi tabel daftar 299 surat yang telah dikirim PPATK kepada APH dan Kemenkeu sejak 2009-2023.

        "Dalam tabel itu, tercantum nama (orang atau perusahaan) dan nilai transaksi Rp349,87 triliun yang diduga berindikasi tindak pidana pencucian uang," ujarnya.

        Baca Juga: Siap Berhadapan dengan DPR Soal Rp300 Triliun, Mahfud MD Minta Anak Buah AHY dan Megawati Tidak 'Kabur'

        Dia menegaskan, berdasarkan surat PPATK yang sudah diteliti oleh pihaknya tersebut, uang senilai Rp349 triliun itu jelas bukanlah uang korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Kemenkeu.

        "Dari seluruh daftar 300 surat dan angka transaksi yang dikirim PPATK, diketahui ada 99 surat dengan angka transaksi Rp74 triliun ditujukan ke APH (Kepolisian, KPK, Kejaksaan Agung), 65 surat menyangkut transaksi berbagai entitas sebesar Rp253 triliun, serta 135 surat terkait pegawai Kemenkeu, afiliasi dan individu/badan eksternal Kemenkeu," terangnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Alfida Rizky Febrianna
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: