Sejumlah masyarakat menyampaikan reaksinya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan yang menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif. Beleid ini menuai penolakan dari masyarakat, seperti ramainya penolakan yang disampaikan oleh warganet melalui media sosial Twitter.
Warganet turut menolak produk tembakau diklasifikasikan sama dengan produk ilegal yang tegas dilarang secara hukum, yakni narkotika dan psikotropika. Salah satunya adalah Denny Siregar, pegiat media sosial dan mantan jurnalis.
Baca Juga: Tokoh NU Nilai Rokok Disamakan dengan Narkoba di RUU Kesehatan Risaukan Petani Tembakau
Melalui akunnya @DennySiregar7, ia mengatakan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, terlalu mencampuri ranah personal masyarakat soal preferensi merokok. Menurutnya, aturan tembakau yang disamakan dengan narkotika dan psikotropika akan menimbulkan masalah besar.
"Ini yang buat RUU siapa sih? @KemenkesRI?? Jangan bikin masalah baru deh. Kali ini urusannya udah personal," tulis akun @Dennysiregar7 melalui unggahan Twitter.
Cuitannya tersebut telah ditanggapi oleh lebih dari 500 warganet yang sebagian besar setuju dengan pendapatnya.
Baca Juga: Polemik Tembakau dalam RUU Kesehatan Kesankan Negara Ditekan Maunya Asing
Hal senada juga diutarakan oleh pegiat media sosial lainnya yakni @_AnakKolong. Menurutnya, pemerintah harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip penyusunan regulasi yang baik dan benar.
"Penyusunan RUU Kesehatan dgn metode omnibus law harus mengedepankan tata cara penyusunan produk hukum yang baik & benar, agar tak jd "detonator" yg memantik masalah baru di kemudian hari," tulisnya.
Aturan ini, menurut akun @__AnakKolong berpotensi menimbulkan polemik baru di tataran ekosistem pertembakauan nasional dan berdampak secara luas di masyarakat.
Ia mendorong agar pemerintah segera mengkaji secara komprehensif atas dampak yang akan ditimbulkan dari aturan di RUU ini. Dalam hal ini, suara dari pemangku kepentingan pertembakauan juga harus didengar sebagai pihak yang akan terdampak.
Baca Juga: Rokok Disamakan dengan Narkoba, Bagaimana Nasib Industri Hasil Tembakau?
Untuk diketahui, penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika tertuang dalam pasal 154 ayat (3) RUU Kesehatan dengan bunyi: "zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya. Kondisi ini dinilai dapat menyebabkan multitafsir yang dapat memicu masalah yang lebih besar".
Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho, menilai kontruksi penyusunan draf RUU Kesehatan melanggar sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi sekaligus beberapa regulasi yang berlaku. Ali menyebut ada tiga putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar dengan menyetarakan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika.
Ketiganya adalah Putusan MK No. 6/PUU-VII/2009, Putusan MK No. 34/PUU-VIII/2010, dan Putusan MK No. 71/PUU-XI/2013.
Baca Juga: Didorong Mamin dan Tembakau, Kinerja Penjualan Eceran Maret 2023 Diprediksi Meningkat
"Dalam ketiga putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa zat adiktif rokok tidak setara dengan kandungan zat adiktif lain seperti morfin dan sejenisnya, sehingga tidak perlu dikekang berlebihan. Ada logika hukum yang menyesatkan jika produk tembakau disamakan dengan narkotika," jelasnya.
Oleh karena itu, Ali menilai rencana menyamakan tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif dalam satu definisi merupakan hal yang tidak rasional. Ia menambahkan, jika RUU Kesehatan ini tetap berjalan hingga sah, maka banyak hak konstitusional yang dilanggar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: