Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        TIK Semakin Ramai Digunakan, Indonesia Enggak Usah Dipenuhi Kecemasan

        TIK Semakin Ramai Digunakan, Indonesia Enggak Usah Dipenuhi Kecemasan Kredit Foto: Telkom
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Masyarakat selayaknya tak perlu merasa terancam atas teknologi baru mulai dari kecerdasan buatan, blockchain, komputasi awan, hingga data science karena seluruhnya tetap perlu manusia sebagai pengendali. 

        Demikian dikatakan Sri Safitri dan Cahyana Ahmadjayadi, dua praktisi senior Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Indonesia, saat merilis buku mereka, "ABCD....X:Xperience Matters, Teknologi untuk Peradaban Digital" di Jakarta.

        Baca Juga: Ternyata Enggak Full Dukung Ganjar, Manuver Jokowi Dibaca Total: Dia Khawatir Kepentingan Anaknya...

        Head of Digital Vertical Ecosystem PT Telkom Indonesia, Sri Safitri mengatakan kecerdasan buatan yang tengah naik daun seperti ChatGPT pun, tetap tidak akan bisa memberikan jawaban yang bagus, menarik, dan praktis apabila yang mengajukan pertanyaan pun tidak sama bagus.  

        “Jangan pernah lupakan bahwa rumpun ChatGPT yakni artificial intelligence, itu ada kata art di bagian depannya. Ada kata seninya, dan itu semua hanya akal dan perasaan dari manusia yang bisa mengendalikannya,” kata Sri dalam keterangan resminya, Rabu (17/5/2023)

        Adapun, peluncuran buku turut dihadiri para tokoh TIK Indonesia lainnya seperti Direktur Digital Business PT Telkom Indonesia Fajrin Rasyid, Dirut Allo Bank Indra Utoyo, Prof Hamman Riza (Ketua Umum KORIKA/ Ketua BPPT 2019-2021), Rektor Tel-U Prof Adiwijaya, Koesmarihati (Dirut Telkomsel 1995-1998), EVP Digital Business PT Telkom Indonesia Komang Aryasa, dan banyak lagi. 

        Buku setebal 190 halaman dan ber-ISBN 978-623-5466-45-3 itu terdiri atas 7 bab. Diawali dengan pembasan terkait situasi kondisi selepas pandemi, buku kemudian membahas A (Artificial Intellegence), B (Blockchain), C (Cloud Computing), D (Data Science), X (Customer Xperience), serta konklusi-insight. 

        Baca Juga: Kontribusi Telkomsat Dukung Sukses Gelaran KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo

        Sri melanjutkan, kehadiran aneka teknologi itu harus digenapi sisi pengalaman terbaik bagi masyarakat dengan simplikasi proses bisnis. Negara Timur Tengah sudah punya seperti Arab Saudi punya Wakil Menteri Bidang CX yang bermakna apapun teknologinya, harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan publik.

        Sementara itu, penulis buku yang pernah menjadi Dirjen Aptika Kementerian Kominfo dan Komisaris PT Telkom Cahyana Ahmadjayadi menambahkan, pengalaman pengguna sangat penting ketika teknologi sudah berkembang menjadi mesin yang bisa belajar (thingking machine). 

        “Manusia memang ciptaan Ilahi yang berakal, tapi teknologi bisa mempelajari cara berakal dengan kecepatan 100 kali lebih cepat. Karena itu, apapun kecepatan eksponensial teknologi, tetap ujungnya bagaimana pengalaman pengguna dengan itu,” ungkapnya

        Baca Juga: Jusuf Kalla Ungkap Ekonomi Indonesia Masih Didominasi Etnis Tionghoa, Loyalis Ganjar Sebut Ini Cara Memecah Belah Bangsa

        Adapun, Direktur Digital Business PT Telkom Indonesia Fajrin Rasyid mengatakan, ragam dan kecepatan teknologi sangat menarik, namun demikian pihaknya antara bisa membayangkan dan tidak bisa membayangkan bentuk ke depannya. 

        "Apa yang relevan 5-10 tahun lalu, bisa dengan cepat tidak aktual lagi pada hari ini. Pun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa profesi tertentu tidak serta merta hilang dengan kehadiran teknologi karena tetap manusia sebagai pengendali arah teknologi," ungkapnya. 

        Rektor Tel-U Prof Adiwijaya mengatakan, spirit konsep Society 5.0 yang banyak diterapkan negara maju, tetap menekankan kehadiran teknologi yang berpusat pada manusia. Sebab, secepat apapun teknologi, dia akan tetap butuh pengendali logika operasional yang bertumpu pada akal manusia. 

        Baca Juga: CEO Perusahaan Teknologi Asal Amerika Kuak Alasan Mass Layoff: Terlalu Memaksakan Diri...

        “Orang belajar akunting di kampus 4 tahun, kemudian katanya digantikan apps. Ini memang keniscayaan, akan tetapi jangan lupa kalau apps tidak akan paham logika dan konteks soal modal bergulir, kapan harus menyertakan modal. Konteks ini hanya dimiliki manusia,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: