Sejarah Dolar AS Jadi Mata Uang Dunia dan Efek Ngeri Dedolarisasi Bagi Ekonomi Global, Simak!
Satu demi satu negara di dunia mulai mengurangi dominasi dolar AS melalui dedolarisasi. Konsep dedolarisasi merujuk pada aktivitas meninggalkan dolar AS dan menggantinya dengan mata uang lokal dalam bertransaksi bilateral.
Upaya melawan hegemoni dolar AS melalui dedolarisasi sudah jauh dimulai oleh negara-negara blok BRICS, yakni Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa. Dilansir dari Bloomberg, eks Kepala Ekonom Goldman Sachs Group Inc, Jim O'Neill, mengatakan bahwa dominasi dolar AS telah mendestabilkan kebijakan moneter dunia karena perannya yang lebih besar daripada keputusan domestik suatu negara.
"Dolar AS memainkan peran yang terlalu dominan dalam keuangan global," pungkas O'Neill, dilansir kembali pada Senin, 12 Juni 2023.
Baca Juga: Baut Rel Kereta Cepat Dicuri Jelang Uji Coba, Ini Daftar Panjang Kontroversi dan Masalah Proyek KCJB
Sebelum masuk lebih dalam mengenai upaya melawan hegemoni dolar AS serta risiko dedolarisasi bagi perekonomian global, simak bersama bagaimana sejarah dolar AS menjadi mata uang paling berkuasa di dunia berikut ini.
Sejarah Dolar AS Jadi Mata Uang Dunia: Perjanjian Bretton Woods
Melansir laman US Currency Education Program, dolar AS pertama kali dicetak pada tahun 1914. Pencetakan dolar AS tersebut dilakukan usai berdirinya bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve alias The Fed.
Eksistensi dolar AS sebagai mata uang dunia tidak lepas dari masa Perang Dunia II. Ketika Perang Dunia II meletus, AS menjadi salah satu pemasok senjata utama bagi para sekutu yang membuat pundi-pundi kekayaan AS bertambah.
Sebagai pemasok senjata, sebagian negara membayar dengan emas dan menjadikan AS sebagai pemilik mayoritas cadangan emas dunia pada akhir perang. Hingga akhirnya, delegasi dari 44 negara sekutu mengadakan pertemuan di Bretton Woods, New Hamphire, Amerika Serikat. Pertemuan tersebut dilatarbelakangi ketidakmampuan negara sekutu dalam membayar utang kepada AS.
Pertemuan itu pun melahirkan Perjanjian Bretton Woods, yakni kesepakatan untuk memperbaiki nilai tukar semua mata uang asing ke dolar AS. Dengan begitu, AS akan menukar dolar apa pun dengan emas. Atas Perjanjian Bretton Woods tersebut, dolar AS dinobatkan sebagai mata uang cadangan dunia, didukung oleh kuatnya cadangan emas yang dimiliki AS.
Sejak saat itu hingga sekarang ini, dominasi dolar AS terhadap perekonomian global menjadi tak ada lawan. Menurut data International Monetary Fund, hingga kuartal keempat 2020, bank sentral di dunia memegang 59% dari cadangan mereka dalam bentuk dolar AS. Lantas, apakah dedolarisasi mungkin dilakukan?
Negara Pendukung Dedolarisasi
Seperti disampaikan sebelumnya, dedolarisasi telah jauh dimulai oleh negara-negara blok BRICS. Belakangan ini, tren dedolarisasi mulai diikuti oleh negara-negara lain di dunia, termasuk Indonesia. Berikut ini adalah daftar negara yang mulai melakukan dedolarisasi dalam transaksi bilateral.
1. Negara Blok BRICS
Negara-negara blok BRICS mulai bersiap meninggalkan dolar AS dan euro dalam transaksi perdagangan antarnegara. BRICS kini tengah dalam proses menciptakan alat pembayaran baru sebagai pengganti dolar AS dan euro Eropa.
2. India-Malaysia-UEA
Menjadi bagian dari BRICS, India sudah mengeluarkan kebijakan baru untuk meningkatkan penggunaan rupee dalam perdagangan sejak April 2023. Kebijakan penggunaan mata uang tersebut dijalin berdasarkan kesepakatan antara India dan Malaysia (rupee dan ringgit) serta India dan Uni Emirat Arab/UEA (rupee dan dirham).
3. Negara Eropa
Upaya dedolarisasi sudah diimplementasikan di negara-negara Eropa. Pasalnya, Eropa memiliki mata uang tunggal, yakni euro yang digunakan dalam transaksi perdagangan, baik ekspor maupun impor.
4. Negara ASEAN
Negara-negara di ASEAN juga tak ketinggalan dalam upaya dedolarisasi ini, termasuk Indonesia. Dominasi dolar AS dibatasi seiring dengan adanya kebijakan local currency transaction (LCT).
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menandatangani kerangka kerja sama penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal bersama sejumlah negara. Beberapa negara tersebut ialah China, Korea Selatan, Australia, Thailand, Jepang, dan Malaysia.
Potensi Yuan Gantikan Dolar AS
Ketika dominasi dolar AS coba untuk digerus, yuan muncul sebagai salah satu alternatif pengganti mata uang Paman Sam. Terlebih lagi, China terus berupaya lebih banyak menggunakan yuan ke berbagai aspek perdagangan global selama bertahun-tahun terakhir.
Baca Juga: Soal Dedolarisasi, Ekonom: Kalau Dolar Ditinggalkan, Perekonomian Global Bisa Bangkrut
Salah satu upaya yang agresif dilakukan pemerintah China ialah melakukan kesepakatan dengan negara-negara BRICS dan ASEAN. Kendati demikian, yuan dinilai belum cukup mampu mengalahkan dominasi dolar AS. Menurut Kepala Strategi Global LPL, Quincy Krosby, menyebut ada tiga karakteristik yang membuat dolar AS masih akan bertahan sebagai mata uang yang paling berkuasa di dunia. Ketiganya ialah transparansi (transparancy), keandalan (reliability), dan kredibilitas (credibility).
Dedolarisasi dan Dampak Negatif ke Perekonomian Global
Upaya dunia menggantikan dolar AS sebagai mata uang paling berkuasa di dunia dinilai tak akan berjalan mulus. Ekonom Senior dan Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai bahwa dolar AS telah lama menjadi mata uang dominan dalam transaksi internasional. Menurutnya, kebijakan dedolarisasi hanya akan mengurangi penggunaan, bukan meninggalkan sepenuhnya dolar AS dalam transaksi internasional.
"Saya mengatakan bahwa ini masih fenomena di mana negara-negara hanya berupaya mengurangi, belum berupaya benar-benar meninggalkan dolar. Walaupun mereka pada akhirnya sebagian tetap menggunakan dolar," tegasnya beberapa waktu lalu.
Seandainya dedolarisasi alias menggantikan dolar AS dilakukan secara tiba-tiba, tegas Piter, itu akan berbahaya bagi perekonomian global. Pasalnya, dolar AS selama ini telah menjadi tiang bagi perekonomian global yang jika dihilangkan dapat meruntuhkan tatanan ekonomi dunia.
"Kalau secara bersamaan semua negara membuang dolar AS, itu bahaya sekali. Amerika itu dalam tanda kutip adalah tiang dalam perekonomian global. Kalau tiang utamanya ini tanpa persiapan kemudian kita robohkan, maka atapnya akan menimpa kita semua. Jadi bangkrutnya Amerika akan menyebabkan bangkrutnya perekonomian global dan akan berdampak negatif pada semua negara," tegasnya lagi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: