Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekspor Pasir Laut Bikin Rusak Lingkungan, Pengamat: Tega Amat Jokowi Melakukan Itu

        Ekspor Pasir Laut Bikin Rusak Lingkungan, Pengamat: Tega Amat Jokowi Melakukan Itu Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Depok -

        Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Peraturan yang dikeluarkan pada 15 Mei 2023 tersebut diterbitkan sebagai upaya terintegrasi yang meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sedimentasi di laut.

        Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, ekspor pasir laut hanya akan membawa buntung karena kerugian ekologi yang dihasilkan tidak sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh.

        “Dalam hal perhitungan mikroekonomi, berdasarkan cost and benefit, pengambilan pasir laut kalau ditanya apakah itu buntung atau untung, dan menurut saya pasti buntung,” kata Fahmy, dikutip dari kanal Youtube PSLH UGM Official pada Selasa (20/6/2023).

        Baca Juga: Ekspor Pasir Laut Bikin Buntung, Pengamat: Enggak Layak untuk Dilanjutkan!

        Meskipun pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ekspor tersebut hanya berlaku pada pengerukan sedimentasi, ia mengatakan bahwa dalam praktiknya juga akan mengeruk pasir yang bukan sedimentasi. Hal ini dikarenakan oleh sedimentasi laut yang tidak memiliki daya jual yang tinggi.

        “Berapa kali pemerintah, apakah itu Menteri KP, Luhut Binsar Pandjaitan, atau juga yang lain, selalu mengatakan bahwa pengambilan itu tidak membahayakan lingkungan. Alasannya adalah yang diambil hanya sedimentasi. Sedimentasi itu yang saya tahu, itu kan memang harus diambil karena akan menyebabkan pendangkalan terhadap laut. Tapi sebagian besar sedimentasi itu berupa lumpur dan air, ini enggak bisa dijual,” bebernya.

        Ia mengutip pernyataan dari Kementerian Keuangan yang mengklaim bahwa ekspor pasir laut tidak akan membawa penghasilan yang signifikan, baik itu royalti maupun pajak.

        Dengan demikian, agar profit yang dihasilkan semakin besar, maka diperlukan pengerukan pasir dalam skala yang besar. Hal ini menurutnya akan membuat perusahaan yang diberi izin bakal mengeruk pasir secara ugal-ugalan.

        “Kembali dalam perhitungan ekonomis, penghasilan yang diperoleh dari pasir laut itu sebenarnya tidak terlalu besar. Dan Kementerian Keuangan sudah mengatakan melalui Ketua Badan Fiskal dari Kementerian Keuangan, bahwa penghasilan itu rendah, apakah itu dari royalti atau dari pajak,” ujarnya.

        “Yang dijual kan berupa pasir, bukan produk industri besar. Maka saya perkirakan per meter kubik itu enggak tinggi-tinggi amat. Kalau benar, maka untuk profit itu kan price per unit dikali quantity. Kalau price per unit rendah, untuk memperoleh profit, maka kuantitasnya yang harus diperbesar. Maka kemudian dia akan mengeruk secara ugal-ugalan,” sambungnya.

        Lebih lanjut, dengan kerusakan yang ditimbulkan, seperti ekologi laut yang tercemar, daratan pulau yang terabrasi, dan merugikan nelayan, Fahmy bingung kenapa Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan izin ekspor pasir laut.

        “Jangan sampai izin ekspor ini kemudian menyebabkan pulau-pulau kita tenggelam, rakyatnya berbahaya, nelayan enggak bisa melaut. Ini kan berarti memiskinkan mereka, tega amat Jokowi melakukan itu. Itu yang saya heran,” tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Novri Ramadhan Rambe
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: