Kontestasi politik Pilpres 2024 dan juga Pilkada diprediksi tidak akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi nasional dan juga di daerah. Bahkan, jika mampu melihat peluang, sektor ekonomi akan tumbuh positif tahun depan.
Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan Statistik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Priyanto Budi Nugroho, menjelaskan, yang perlu lebih diwaspadai adalah risiko perlambatan ekonomi global. Sebab, OECD memperkirakan ekonomi global akan tumbuh 2,7% pada 2023 dan 2,9% pada 2024, lebih rendah dari pertumbuhan 2022 sebesar 3,2%.
Baca Juga: Jaga Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Perlu Akselerasi Belanja APBN hingga Jaga Daya Beli
Isu inflasi masih membebani pemulihan ekonomi. OECD memproyeksikan inflasi kawasan akan berada di level 6,6% pada 2023 kemudian melandai ke level 4,3% pada 2024. Kendati demikian, inflasi inti diperkirakan masih persisten tinggi. Risiko tambahan yang perlu diwaspadai antara lain ialah ancaman resesi, fragmentasi geopolitik, peningkatan beban utang, dan isu climate change.
Sementara, kondisi lokal masih cukup baik. Kinerja perekonomian domestik tumbuh cukup kuat. Q1 2023 ekonomi tumbuh 5,03% (yoy). OECD memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,7% pada 2023 dan 5,1% pada 2024, stabil dibanding proyeksi periode Maret 2023.
Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia (IKK): 127,1, Indeks Penjualan Retail (IPR): 223,2, berada dalam zona optimis hingga Juni 2023, sedangkan indeks Kepercayaan Konsumen LPS (109,1). Kemudian, aliran modal asing masih terus masuk ke pasar obligasi dan pasar saham hingga 14 Juli 2023 (Rp103,51 triliun ytd).
"Kita survive menghadapi pandemi Covid-19, sekarang sudah mulai pulih. Kita optimistis akan kembali take off jika kontestasi politik ini berlangsung lancar, tentu tetap menjaga kewaspadaan terkait tahun politik ini," ungkap Priyanto dalam Dialog Ekonomi yang digagas oleh Ikatan Wartawan Ekonomi dan Bisnis (IWEB), di Savoy Homan Hotel, Bandung, Selasa (18/7/2023).
Kegiatan yang didukung penuh oleh Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Barat, Lembaga Penjamin Simpanan, Telkom Indonesia, Bio Farma, Bank BJB, PT Kereta Api Indonesia, PT PLN, Summarecon, LRT Bodebek, Eiger, dan lainnya ini mengusung tema "Membangun Optimisme Ekonomi di Musim Kontestasi, Menelisik Tantangan dan Peluang ke Depan" yang juga menghadirkan pembicaraa lain seperti Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Erwin Gunawan Hutapea; Guru Besar Ilmu Politik Unpad Bandung, Prof. Muradi; Sekretaris DPP Apindo Jawa Barat, Martin Chandra; dan Akademisi FEB Unpad, Fery Hardiyanto.
Adapun Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Erwin Gunawan Hutapea, menilai bahwa penyelenggaraan Pilkada atau Pilpres akan meningkatkan pengeluaran atau konsumsi pemerintah di Jabar. Peningkatan biasanya terjadi sejak triwulan I sebelum periode Pemilu berlangsung dengan tingginya pengeluaran untuk perlengkapan dan persiapan penyelenggaraan pemilu.
"Pengeluaran pemerintah tersebut memberikan efek peda sektor ekonomi lain seperti sektor industri dan perdagangan dan sektor lainnya," ujarnya.
Sementara itu, pilpres memberi dampak berbeda di mana tahun 2014 dan 2019 berdampak positif, sedangkan dalam Pilkada justru berdampak negatif. Hal itu karena diselenggarakan dalam waktu yang berbeda dengan jeda cukup lama.
Dia memprediksi bahwa Pilkada dan Piipres yang diadakan bersamaan tahun 2024 dampak positifnya lebih besar dibandingkan dampak negatifnya sebab diselenggarakan hampir bersamaan. Banyak sektor ekonomi yang tumbuh memanfaatkan momen politik 2024.
Baca Juga: BPS Lapor Angka Kemiskinan Turun, Kemenkeu: Berkat Aktivitas Ekonomi yang Menguat
Dia mengaku optimis bahwa masyarakat saat ini sudah makin matang dalam menjalani Pilpres atau Pilkada dan jauh lebih kuat. Indikasinya mampu melewati pandemi Covid-19 yang jauh lebih berat memberikan tekanan pada kondisi ekonomi nasional dan global. "Historis 2014 dan 2019, kita bisa melewati tahun politik dengan baik, ekonomi juga bisa tumbuh positif," tegasnya.
Terlebih, saat ini kondisi ekonomi membaik. Terlihat dari kondisi perekonomian nasional tumbuh 5,03% (yoy) pada triwulan 1 2023, sedangkan perekonomian Jawa tumbuh 4,96% (yoy) dengan perekonomian Jabar berkontribusi 22,35% terhadap perekonomian Jawa.
Ke depan, kata Erwin, perlu ada keseimbangan sektor industri padat modal dan padat karya. Pasalnya, kondisi saat ini masih belum imbang, di mana padat modal masih sekitar 66,3 persen.
Sektor industri padat modal pada umumnya adalah industri besar (alat angkut, barang logam), sedangkan sektor industri padat karya pada umumnya adalah industri kecil (makanan, tekstil, dan pakaian jadi). Industri padat modal memiliki nilai tambah lebih tinggi yang sebagian besar berada di Jabar Utara dan Kota Bandung sehingga memberikan kontribusi pendapatan regional lebih tinggi.
"Untuk meningkatkan keseimbangan kesejahteraan masyarakat, diperlukan keseimbangan antara industri padat Sebaran industri Besar dan Sedang (IBS)," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Politik Unpad Bandung, Prof. Muradi, mengatakan bahwa berdasarkan hasil survei beberapa lembaga survei, tidak akan muncul masalah genting pada kontestasi politik, baik Pilpres dan Pilkada 2024.
Menurutnya, stabilitas politik masih sangat terjaga. Ia pun yakin pertumbuhan ekonomi nasional akan makin membaik. "Menjelang 2 bulan penetapan capres/cawapres tidak ditemukan indikator yang mengkhawatirkan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: