Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kaspersky Peringatkan Orang Tua di Indonesia terhadap 3 Ancaman Utama bagi Anak Usia Sekolah

        Kaspersky Peringatkan Orang Tua di Indonesia terhadap 3 Ancaman Utama bagi Anak Usia Sekolah Kredit Foto: Kaspersky
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Jelang masuk sekolah, perusahaan global keamanan siber Kaspersky memperingatkan para orang tua di Indonesia untuk mewaspadai bahaya daring (online) pada anak usia sekolah, mulai dari orang asing, teman, dan diri sendiri.

        Dilansir dari keterangan Kaspersky pada Senin (21/8/2023), Lance Spitzner dari SANS Institute merangkum tiga ancaman utama bagi anak-anak yang tumbuh di era terhubung saat ini, yaitu orang asing, teman, dan diri sendiri.

        Ancaman pertama adalah orang asing. Orang asing berpotensi dapat menjadi predator seksual, menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual atau pemerasan seksual (sextortion), dan penipuan.

        Baca Juga: Momentum Harteknas, Palo Alto Networks Ingatkan Pentingnya Integrasi Keamanan Siber

        Ancaman kedua adalah teman. Teman sendiri pun dapat berpotensi melakukan perundungan dunia maya (cyberbullying), lelucon praktikal yang membuat anak kaget, tidak nyaman atau keheranan (prank), sextortion, dan memberikan contoh buruk pada teman segrupnya.

        Ancaman ketiga adalah diri sendiri. Alasannya, anak yang memiliki akses terhadap internet dan media sosial dapat berpotensi berbagi berlebihan (oversharing), mengirim pesan yang eksplisit secara seksual berupa foto, video, atau teks (sexting), hingga mengunduh atau membagikan konten ilegal. 

        Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kemenppa), anak-anak Indonesia berusia 12-17 tahun merupakan sasaran pelecehan dan eksploitasi seksual online.

        Selain itu, hasil penelitian dari Center for Digital Society (CfDS) per Agustus 2021 berjudul “Teenager Related Cyberbullying Case in Indonesia” menyatakan bahwa, yang dilakukan terhadap anak atau pelajar usia 13-18 tahun, terdapat 1.895 siswa (45,35%) mengaku menjadi korban cyberbullying, sedangkan 1.182 siswa (38,41%) merupakan pelaku. Platform yang sering digunakan untuk cyberbullying adalah WhatsApp, Instagram, dan Facebook. 

        Laporan Kaspersky pada Februari 2023 juga mengungkapkan bahwa Generasi Z atau kelompok yang berusia antara 11 dan 26 tahun adalah kelompok yang oversharing, mereka memiliki pengetahuan tentang keamanan online tetapi paling rentan terhadap penipuan. Sekitar 55% dari yang disurvei mengaku telah memasukkan informasi pribadi mereka di saluran media sosial seperti nama, tanggal lahir, dan lokasi. Mayoritas (72%) dari mereka tidak dapat mengidentifikasi penipuan phishing dan 26% mengaku telah menjadi korban penipuan phishing.

        General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky, Yeo Siang Tiong menceritakan bahwa dulu sebelum anak-anak terhubung dengan internet, para orang tua paling khawatir dengan rapor atau nilai akhir sang buah hati saat jam sekolah. Namun kini, ia menganggap situasinya berbeda. 

        “Orang tua Indonesia, seperti layaknya di belahan dunia lainnya, sekarang membesarkan anak-anak yang sangat terhubung dan perhatian terbesar mereka saat ini termasuk upaya untuk menghindari sang anak menjadi sasaran penjahat siber,” ujar Tiong.

        Tiong menambahkan, saat ini tidak ada yang bisa menyalahkan anak-anak yang menggunakan internet dan media sosial. Sebab saat ini, anak-anak berisiko dibujuk oleh orang asing, diintimidasi secara online, dan bahkan informasi pribadi mereka dicuri di sekolah.

        “Dari sudut pandang keamanan, tidak masalah apakah Anda berusia 6 atau 56 tahun. Kita sekarang hidup di dunia di mana jejak digital terus berkembang dari hari ke hari. Jika pada titik ini, orang dewasa masih terus jatuh ke dalam perangkap penjahat siber, tidak mungkin mengharapkan anak-anak mengetahui apa yang harus dihindari di dunia maya sehingga melindungi mereka harus menjadi prioritas utama kita sebagai orang tua,” lanjut Yeo.

        Untuk itu, Kaspersky memberi tips pada orang tua yakni sebagai berikut. 

        1. Berkomunikasi secara rutin dengan anak-anak

        Dalam sebuah studi global yang dilakukan Kaspersky, terdapat 8.793 orang tua dari anak-anak berusia antara 7 dan 12 tahun, 58% orang tua mengaku menghabiskan total kurang dari 30 menit, sepanjang masa kecil anak-anak mereka, berbicara tentang keamanan internet. Hanya 11% mengatakan mereka telah menghabiskan lebih dari dua jam berbicara dengan anak-anak mereka tentang bahaya di dalamnya.

        Psikolog Emma Kenny merekomendasikan untuk menghabiskan 10 menit setiap hari sebelum tidur untuk mendiskusikan hari anak Anda, termasuk aktivitas online mereka. Minta anak-anak untuk berbagi tentang hal positif dan negatif yang mereka temui secara online. Ini dapat berkontribusi pada pendekatan cybersmart atau kecerdasan siber dan menormalkan percakapan tentang perlindungan internet.

        2. Mengedukasi diri sendiri dan anak-anak Anda

        Luangkan waktu untuk membaca tentang tren, game, dan saluran yang muncul untuk memahami bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas online anak Anda. Diskusikan teknologi dan potensi bahayanya dengan mereka. Bahkan jika itu berarti Anda harus bermain dan meminta mereka membantu membuat akun media sosial.

        Dengan menunjukkan bahwa Anda mempercayai mereka sebagai guru, rasa saling percaya itu akan semakin terbangun. Edukasi mereka tentang hal-hal yang Anda dengar atau lihat terkait ancaman siber atau pelanggaran keamanan.

        3. Membangun suasana keterbukaan dan kenyamanan

        Situasi yang ideal adalah Anda sadar jika ada sesuatu yang membuat mereka merasa tidak nyaman, terancam, atau tidak bahagia. Atasi cyberbullying seperti yang Anda lakukan dengan perundungan di kehidupan nyata, yakni dorong mereka untuk terbuka dan berbicara dengan orang dewasa terpercaya (sebaiknya orang tua) jika mereka pernah menerima pesan yang mengancam atau tidak pantas.

        4. Menetapkan batasan

        Menetapkan aturan dasar yang jelas dan sesuai usia tentang apa yang dapat diterima dan apa yang tidak boleh mereka lakukan secara online. Jelaskan alasan peraturan ini diberlakukan dan konsekuensi pergi ke tempat yang tidak seharusnya atau menggunakan teknologi seperlunya. 

        Contohnya, berbagi foto secara online yang tetap ada di internet selamanya dan mungkin berdampak saat mereka dewasa dan bekerja dalam karier yang penting.

        5. Menggunakan sumber daya yang tersedia untuk Anda

        Orang tua tidak pernah dapat mengarahkan anak-anaknya 24/7 untuk memantau aktivitas mereka secara online. Maka langkah cerdasnya adalah menggunakan perangkat lunak kontrol orang tua yang andal, mulai dari durasi dan waktu mereka dapat menghabiskan waktu online, konten yang harus diblokir, atau jenis aktivitas yang harus diblokir (ruang obrolan, forum, dan seterusnya).

        Filter kontrol orang tua dapat dikonfirgurasi untuk profil komputer yang berbeda, sehingga memungkinkan Anda menyesuaikan filter untuk anak yang berbeda.

        Jika Anda telah membeli smartphone atau ponsel cerdas untuk anak, Anda dapat memiliki opsi untuk melindungi perangkat anak seperti Safe Kids untuk perangkat iOS dan Android, yang dimuat di Kaspersky Premium. Teknologi ini dapat menjadi perlindungan tingkat kedua untuk anak-anak dari gangguan yang tidak diinginkan, konten tidak pantas, atau bahkan menemukan ponsel yang hilang atau dicuri.

        Baca juga: Apa Itu Prank?

        6. Meminta bantuan 

        Jika terdapat situasi yang tampak di luar kendali, mintalah bantuan orang sekitar. Ingatlah bahwa penegak hukum setempat dapat membantu untuk melindungi Anda.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: