Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Akibat Politik Dinasti, Bivitri Susanti: Kontrol Kekuasaan Jadi Melemah

        Akibat Politik Dinasti, Bivitri Susanti: Kontrol Kekuasaan Jadi Melemah Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengungkap dampak dari praktik politik dinasti bagi kehidupan demokrasi.

        Dia mengatakan, politik dinasti dapat merusak demokrasi. Sebab kontrol terhadap kekuasaan akan melemah.

        "Kontrol kekuasaan akan menjadi lemah apabila relasi-relasi kekerabatan itu ada dalam institusi-institusi politik. Karena yang satu akan permisif pada institusi, atau bahkan membukakan jalan kerabatnya yang menduduki jabatan tertentu," kata Bivitri dalam sesi diskusi, dikutip pada Rabu (4/10/2023).

        Dia mencontohkan yang terjadi dalam pemerintahan saat ini, di mana Jokowi merupakan pimpinan dalam cabang kekuasaan eksekutif, sementara cabang kekuasaan lainnya, yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi (MK) diketuai oleh adik iparnya sendiri, Anwar Usman.

        Buntutnya, kata Bivitri MK sedikit bisa disetir oleh ipar Jokowi itu.

        "Kalau kita bicara etik harusnya Ketua MK mundur. Karena ada benturan kepentingan," ujarnya.

        Diketahui saat ini sedang bergulir gugatan batas usia cawapres. Sejumlah pihak menggugat usia cawapres diturunkan menjadi 35 tahun, dari sebelumnya 40 tahun. Gugatan lain juga meminta syarat capres atau cawapres sudah pernah menjadi kepala daerah.

        Jika itu dibiarkan, maka menurut Bivitri akan memberikan jalan bagi praktik korupsi. Bahkan bisa lebih parah pada muara pembajakan terhadap demokrasi.

        Bivitri menjelaskan pembajakan demokrasi lewat cara demokratik adalah lewat cara-cara prosedural yang seakan-akan sesuai aturan.

        "Nancy Bermeo bilang, 'democratic backsliding' yaitu demokrasi yang dibajak tetapi dengan cara yang demokrasi," katanya.

        Bahaya lain dinasti politik juga membuat konsentrasi kekuasaan hanya tersebar di beberapa titik. Kekuasaan akhirnya hanya dimiliki lingkaran orang-orang yang sama.

        "Akibatnya demokrasi kita tidak substantif, semua prosedural belaka. Dan ini sekarang yang sedang terjadi," ujar Bivitri.

        Konsentrasi politik ke lingkaran tertentu dapat membuat kebijakan tidak inovatif atau tidak banyak berubah. Sebab pihak-pihak berkuasa hanya meneruskan ataupun mereproduksi kebijakan pendahulu mereka.

        "Hal besar saja waktu (demonstrasi-red) Aksi Reformasi Dikorupsi, sampai lima orang mahasiswa dan pemuda meninggal dunia, apa (suara-red) kita didengar? Tidak, KPK-nya tetap dibunuh kok sampai sekarang," kata Bivitri.

        Bivitri menekankan bahwa di Indonesia saat ini telah muncul dinasti politik Jokowi. Dan dinasti ini cepat atau lambat pasti akan merusak demokrasi.

        Untuk itu Bivitri menekan agar negara menelurkan aturan pelarangan praktik politik dinasti. Sebab jika hanya mengandalkan etika politik dianggap sudah tidak mempan.

        "Kita kayaknya perlu paksa secara struktural karena terus terang saja ya kalau kita hanya mengharapkan etik dari aktor-aktor politik itu, mulai dari Ketua MK, Pak Jokowi sendiri, Bobby, Kaesang, Gibran ataupun partai politik secara umum kita kayak menunggu godot. Susah sekali bicara etika politik dengan mereka," katanya.

        Adapun gugatan terkait dengan batas usia capres-cawapres, Bivitri menegaskan kewenangan MK hanya memutuskan suatu pasal apakah melanggar konstitusi atau tidak, bukan untuk membuat aturan.

        "Makanya MK disebutnya negative legislator. Dia tidak seharusnya menjadi positive legislator. Bikinin pasal baru itu bukan tugas MK," ujar Bivitri.

        Jokowi dianggap tengah membuat dinasti politik di Indonesia. Hal ini terlihat dari anggota keluarga pada lingkaran utamanya menempati sejumlah jabatan politik. 

        Selain Gibran yang tengah menjabat sebagai Wali Kota Solo digadang-gadang bakal menjadi cawapres mendampingi Prabowo di Pilpres 2024, terdapat pula putra bungsu Jokowi Kaesang Pangarep yang baru saja didapuk sebagai Ketua Umum PSI.

        Sedangkan menantunya Bobby Nasution saat ini juga menjadi Wali Kota Medan. Keterpilihan ketiganya di saat Jokowi masih menjabat sebagai Presiden.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: