Ahli Kimia: Galon PET Belum Tentu Tidak Mengandung Bahan Berbahaya
Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sedang diramaikan dengan isu Bisphenol a (BPA) yang disebut-sebut berada di galon berbahan Polikarbonat (PC). Sejumlah kampanye pun bermunculan untuk menggunakan kemasan air minum bebas BPA.
Padahal, galon bening berbahan lain seperti PET (Polyethylene Terephthalate) yang di klaim bebas BPA juga tidak sepenuhnya aman. Hal ini mengingat kemasan air minum tersebut juga menggunakan senyawa kimia lain dalam setiap proses pembuatannya.
"Tidak mengandung BPA belum tentu juga tidak mengandung bahan berbahaya lainnya," kata Guru Besar Bidang Pemrosesan Pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip) Andri Cahyo Kumoro di Jakarta.
Dia menjelaskan bahwa sebagaimana BPA dalam galon PC, di dalam AMDK non-PC alias polyethylene terephthalate (PET) atau galon sekali pakai juga mengandung senyawa kimia yang bisa mengotori air minum.
Misalnya saja senyawa antimon (Sb), Asetaldehida atau senyawa logam lain yang lebih membahayakan tubuh.
PET dibuat dari bahan baku asam tereftalat (TA) dan etilen glikol (EG) dengan bantuan katalis berbasis antimon (Sb), Germanium (Ge), atau Titanium (Ti). Dia mengatakan, suhu penyimpanan yang tinggi dan penyinaran sinar matahari secara langsung dapat meningkatkan pelepasan zat antimon ke dalam air.
Antimon merupakan salah satu pencemar air minum yang utama, yang melebihi tingkat kontaminan maksimum (MCL), yaitu 6 ppb, dalam beberapa kondisi penggunaannya. Paparan antimon dalam jangka pendek dapat menyebabkan efek samping seperti mual, muntah dan diare.
Selain itu, kolesterol darah yang lebih tinggi dan gula darah yang lebih rendah adalah efek samping lain yang sering dilaporkan jika terpapar dalam jangka waktu yang lebih lama.
Galon PET atau sekali pakai juga mengandung antimon trioksida dianggap bersifat karsinogen yang bisa menyebabkan terjadinya kanker pada sel-sel tubuh.
Migrasi antimon dari AMDK PET ke dalam air telah ditemukan dalam penelitian yang dilakukan Poltekkes Kemenkes Surabaya. Bahaya galon PET juga ditambah dengan kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam kemasan.
Dia menjelaskan bahwa setiap bahan kimia itu memiliki ambang batas yang berbeda-beda. Sehingga, jangan berpikiran kalau bahan kimia itu sama nilai ambang batasnya.
Dia melanjutkan, penanganan bahan baku, produk dan kemasan itu menjadi bagian penting juga dalam bisnis makanan dan minuman termasuk yang siap saji.
"Kalau mau aman itu ya bisa menggunakan bahan organik, degradable dan aman seperti plastik berbasis pati, lipid, rumput laut atau campuran dan turunannya. Tapi itu kan mahal cost-nya, tidak efisien untuk industri," katanya.
Dari seluruh unsur kimia yang terkandung dalam AMDK, senyawa EG dan DEG yang memberikan rasa manis pada indra pengecap telah terbukti memakan ratusan korban. Berbeda dengan BPA yang belum memiliki kesimpulan utuh dan bukti nyata akan dampaknya kepada manusia.
Sementara, galon PC sebagai kemasan air minum sudah dipakai sejak lama. Air minum bukanlah medium yang mudah membuat kemasan larut.
Berbeda dengan susu yang mengandung lemak dan disajikan dalam kondisi hangat akan mempercepat reaksi dengan bahan kimia dari kemasannya.
Demikian juga dengan makanan kaleng yang umumnya berlemak akan mudah bereaksi dengan BPA pada lapisan kalengnya. Karenanya hampir sebagian besar penelitian BPA di luar negeri mengambil objek penelitiannya botol susu dan makanan kaleng.
Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor (IPB) Nugraha Edhi Suyatma mengatakan, plastik PC memiliki banyak keunggulan dibandingkan dari PET. Plastik PC lebih fleksibel sehingga lebih tahan dari risiko pecah/retak.
Plastik PC juga memiliki ketahanan gores dan ketahanan benturan hingga suhu yang lebih baik. Sehingga tahan untuk dicuci dengan suhu panas antara 60-80 derajat celcius dengan penyikatan menggunakan sikat plastik tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan kemasan.
Sedangkan galon PET selalu baru, karena hanya digunakan sekali. Namun, galon PET memiliki risiko lebih mudah tergores saat dilakukan pencucian dengan menggunakan sikat.
Dia mengimbau masyarakat bisa memilih galon berdasarkan aspek karakteristik fungsional kemasan, lingkungan, keamanan pangan dan aspek ekonomi.
"Perbandingan PC dan PET ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen dalam memilih produk AMDK dengan galon plastik sesuai kebutuhannya," katanya.
Dosen Ilmu Pangan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Karseno menilai bahwa kemasan pangan apapun yang sudah kategori food grade sebenarnya tidak masalah untuk digunakan. Dia melanjutkan, pangan yang berada dalam kemasan tersebut juga aman untuk dikonsumsi publik.
Dia menjelaskan, kategori kemasan pangan berstandar food grade juga tentu memiliki standarisasi ketat dan tersertifikasi. Hal itu untuk memastikan bahwa kemasan tersebut tidak akan memberikan dampak kepada konsumen.
"Jadi kemasan juga sudah diuji oleh lembaga resmi. Jadi dalam uji kemasan itu terdapat uji migrasi bahan kimia kemasan ke produk, tidak bisa hanya klaim sepihak," kata Karseno.
Dia melanjutkan, tes umum yang kerap dilakukan adalah ketahanan kemasan pangan dalam suhu tertentu. Hal itu untuk mengetahui pada suhu berapa terjadi migrasi senyawa kimia dari kemasan ke pangan.
"Sehingga rekomendasi kemasan ini aman di suhu sekian, kalau di atas ini bisa mengalami migrasi," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat