Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Warna-warni Cari Penerus Jokowi, Isu Perubahan Iklim Masih Sukar Disentuh Politisi

        Warna-warni Cari Penerus Jokowi, Isu Perubahan Iklim Masih Sukar Disentuh Politisi Kredit Foto: Bayu Murhadianto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Chairman Monash Climate Change Communications Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node, Ika Idris mengungkapkan data keaktifan politisi Indonesia dalam mengangkat isu climate change atau perubahan iklim.

        Menurut Ika, politisi harus punya pemahaman mengenai isu perubahan iklim sebagai bentuk kepedulian terhadap aspek sustainability atau keberlanjutan.

        Baca Juga: Dipenuhi Visi, Relawan Siap Bawa Prabowo Jadi Penerus Jokowi di NTT

        "Karena bagaimanapun ketika mereka paham, pemahaman mereka akan memengaruhi kebijakan yang mereka buat," ucap Ika dalam acara Diskusi Publik: Keseriusan dan Kemampuan Capres dan Partai Politik Mengusung Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024 serta Peluncuran Buku "Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024" pada Kamis (19/10/23) di Perpustakaan Nasional,  Jakarta Pusat.

        Ika mengungkapkan, tujuan pihaknya melakukan riset ini untuk mengidentifikasi agenda politisi yang berkaitan dengan climate change. Sehingga kita bisa melihat peluang dan tantangan ketika mau mengajak politisi membahas climate change.

        Dari data yang dikumpulkan selama 3,5 tahun sejak 2019, di mana pihaknya mengumpulkan data berupa postingan di Facebook 157 politisi, didapati keaktifan politisi mengangkat isu perubahan iklim masih minim.

        “Dari 157 akun itu cuma 67,5 persen yang mempunyai post terkait dengan climate change,” ujar Ika.

        Ika mengungkapkan di ranah eksekutif pihaknya mengambil data dari semua menteri, dari gubernur dan wakil gubernur sebanyak 66, dari 12 ketua partai dan 48 ketua komisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

        “Niatnya mau semua, tapi terlalu banyak jadi kami sempitkan ke ketua komisi dan ketua partai,” jelasnya.

        Baca Juga: Palestina Lawan Israel, Jokowi Minta Dunia Stop Kekerasan hingga Atasi Konflik

        Dari riset yang dilakukan, didapati menteri paling mendominasi dalam mengangkat isu perubahan iklim meski dalam konteks yang sifatnya event terjadwal, dalam hal ini G20.

        Menurut Ika, menteri terorkestrasi membawa isu perubahan iklim dalam konteks G20. Sayangnya, lanjut Ika, untuk isu perubahan iklim yang berkaitan dengan dampak ke masyarakat secara langsung seperti ketahanan pangan, air bersih, kualitas udara, masih sangat minim.

        “Ini (G20) tinggi banget hampir 349 sedangkan isu berkaitan dengan kesadaran bersama climate change, air bersih dan lain-lain itu cuma 3 persen dari postingan menteri-menteri,” jelasnya.

        Baca Juga: Groundbreaking Dipimpin Jokowi, 10 Perusahaan Akan Berinvestasi di IKN

        Dari tingkat legislatif pun menurut Ika belum menujukan tingginya minat anggota DPR dalam mengangkat isu perubahan iklim.

        “Anggota DPR tadinya kami pikir kalau menteri relatif sesuai dengan agenda global, mungkin DPR bisa lebih membaca isu berkaitan langsung berdampak ke masyarakat,” jelasnya.

        “Tapi ternyata lagi-lagi tetap G20 dan berkaitan dengan agriculture dan food security yang berkaitan dengan climate change, 0 atau nggak ada,” tambahnya.

        Sementara itu, Jubir Anies Baswedan yang juga jadi narasumber mengatakan isu perubahan iklim masih tergolong isu elite di masyarakat sehingga perlu pendekatan dari tokoh baik di eksekutif dan legislatif dalam mengedukasi atau menginformasi masyarakat salah satunya lewat media sosial.

        Climate Change itu isu elite yang susah dicerna, rakyat tidak lihat korelasi langsung dari dampak perubahan iklim dengan realitas hidup mereka, padahal sangat banyak dampaknya,” ujar Surya kepada wartawan.

        Wakil Ketua Partai Gerindra dan Pengusung Capres Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang juga hadir sebagai narasumber mengungkapkan media sosial tidak bisa jadi satu-satunya tolok ukur menilai aktif tidaknya politisi dalam bersuara mengenai isu perubahan iklim.

        “Saya mengatakan bahwa medsos tidak bisa dipakai sebagai gambaran yang jelas karena strategi tiap politisi, partai dan pihak itu beda sekali, targetnya pun pasti beda,” jelasnya.

        Baca Juga: Mahfud Sudah Minta Diprioritaskan Ketemu Pak Jokowi

        “Ini harus dijelaskan, kalau ambil dar Facebook pasti penggunanya gen x, baby boomer. Kalau Instagram itu milenial, kalau TikTok gen z jadi tidak bisa cuma dipakai satu sisi,” tambahnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bayu Muhardianto
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: