PKS Kembali Kritik Soal Putusan MK: Jangan Lagi Ikut Campur Soal Usia Capres-Cawapres!
Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, menyebut sewajarnya bila Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi batas usia maksimal calon presiden (capres), sebagai bentuk konsistensi mengawal konstitusi juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MK sebagai lembaga penegakan hukum.
“Urusan mengenai usia tidak diatur dalam Konstitusi, itu adalah open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah. Maka MK jangan lagi ikut campuri hal ini, dan menimbulkan kontroversi dan kegaduhan yang mencederai kepercayaan Publik terhadap netralitas MK, sebagaimana putusan MK sebelumnya mengenai usia cawapres, saat MK menambahkan ketentuan baru yaitu pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (20/10).
Baca Juga: Publik: Kaesang ke PSI Lebih Sebagai Putusan Pribadi, Bukan Maunya Presiden Jokowi
HNW sapaan akrabnya konsisten dengan sikapnya kemarin mengingatkan agar MK menolak semua bentuk gugatan terkait batas minimal usia calon Presiden atau wakil Presiden, kini jelang MK akan memutus permohonan batas maksimal usia calon Presiden, kembali HNW mengingatkan agar MK juga menolak.
“Bukan karena dukungan atau penolakan terhadap kandidat tertentu, tetapi konsistensi pada ketentuan dasar Konstitusi,” tegasnya.
HNW mengatakan bahwa permohonan uji materi soal batas maksimal usia calon Presiden ini, bisa sangat kontroversial apabila dikabulkan, karena dapat dimaknai secara politis sebagai mengganjal salah satu capres untuk maju dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Salah satu yang berpotensi terganjal adalah bacapres Prabowo Subianto yang usianya telah melewati 70 tahun. Itu akan menjadi kegaduhan sosial politik dan hukum seperti kegaduhan yang terjadi akibat putusan MK sebelumnya yang mengabulkan Cawapres yang pernah/masih menjabat sebagai kepala daerah untuk bisa dicalonkan sebagai Wapres, sekalipun usianya belum mencapai 40 tahun.
“Dan bila itu terjadi, maka akan membuat tahun politik ini makin gaduh, dan tidak kondusif untuk penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 yang hanya tinggal empat bulan ke depan,” ujarnya.
Baca Juga: Pengamat Apresiasi Putusan MK: Gairah Anak Muda Bisa Hadir di Pilpres 2024
Meski bukan termasuk pengusung Prabowo sebagai capres, HNW yang merupakan Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengingatkan semua pihak termasuk semua Hakim Konstitusi, harusnya aturan konstitusi tetap menjadi rujukan dan pegangan bersama, maka MK harus konsisten dengan itu.
“Terlepas dari siapa pun yang diuntungkan atau dirugikan atas keputusan berdasarkan keadilan konstitusi ini, hendaknya semua pihak harus konsisten dan komitmen menaati dan melaksanakan aturan Konstitusi, dan MK juga harus kembali konsisten pada putusan-putusan terdahulu yang menyatakan bahwa soal usia adalah open legal policy, menjadi kewenangan pembuat UU yaitu DPR dan Pemerintah, bukan ranah kewenangan MK,” tuturnya.
HNW menjelaskan bahwa upaya untuk menyelamatkan MK pasca putusan batas usia cawapres yang kontroversial dan problematik sebelumnya perlu menjadi acuan bagi para hakim konstitusi.
Baca Juga: Tepis Keterlibatan Jokowi, Begini Analisa Pengamat Soal Putusan MK
“Ini sangat penting sebagai upaya menyelamatkan kepercayaan masyarakat luas terhadap lembaga yudikatif dan penegakan hukum di Indonesia, serta tetap menjaga prinsip Indonesia sebagai negara hukum,” tuturnya.
Lebih lanjut, HNW menambahkan bahwa cukup sudah satu putusan MK mengenai batas usia cawapres yang lalu menjadi pelajaran agar MK tidak masuk terseret ke dalam pusaran politik kekuasaan.
“Ini sebagaimana yang ditegaskan oleh para hakim yang menyatakan dissenting opinion pada putusan terkait usia cawapres yang lalu. Mereka tidak mau MK masuk ke pusaran politik, sikap negarawan yang seharusnya juga diikuti oleh semua hakim konstitusi,” ujarnya.
HNW menambahkan saat ini MK memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar untuk memperbaiki citranya yang sangat buruk di mata masyarakat akibat putusan yang mengabulkan hal terkait batas minimal usia cawapres yang lalu. Bahkan, tidak sedikit yang menyindir bahwa MK saat ini bukan sebagai Mahkamah Konstitusi, melainkan Mahkamah Keluarga bahkan Mahkamah Keponakan, karena banyaknya pihak yang mengaitkan hubungan kekeluargaan antara Ketua MK dan Presiden Joko Widodo, karena putusan MK itu dinilai menguntungkan Gibran Rakabuming Raka, yang ramai dibincangkan akan masuk bursa cawapres, sekalipun umurnya belum mencapai 40 tahun.
Baca Juga: Said Aqil Siraj Minta Semua Pihak Hormati Putusan MK, Ungkit Sosok Terbaik untuk Indonesia
“MK harus terus dikritisi, diawasi dan diselamatkan, agar tidak kembali tergelincir kepada pusaran politik kekuasaan yang tidak sesuai dengan prinsip aturan Konstitusi. Apalagi, ke depan, MK memiliki tugas yang sensitif dan tidak mudah, yakni mengadili sengketa pemilu atau sengketa pilpres. Jangan sampai MK terus dijadikan alat untuk kepentingan politik oleh salah satu pihak, yang akan menghadirkan ketidaknetralan dan ketidakadilan, yang berdampak pada munculnya kontroversi dan ketidakpercayaan publik, dan tidak cukupnya legitimasi hukum dan moral dari hasil Pemilu. Hal yang mestinya dihindari oleh sifat kenegarawanan semua hakim MK,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar