Wapres Minta Penerapan Standar Halal Global Tidak Menghambat Perdagangan Antarnegara
Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin meminta penerapan standar halal global tidak menjadi hambatan dalam kerja sama perdagangan antarnegara.
“Penerapan standar halal global semestinya tidak dipandang sebagai hambatan teknis dalam perdagangan antarnegara, tetapi justru semakin memperlancar arus perdagangan produk-produk halal ke seluruh pelosok dunia,” ujar Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (18/11/2023).
Ma'ruf mengatakan, pengakuan dan keberterimaan standar halal menjadi sangat penting untuk disepakati bersama, guna mendukung kelancaran lalu lintas perdagangan produk halal antarnegara. Baca Juga: Perluas Pasar Industri Halal, Wapres Harapkan Dunia Sepakati Standar Halal Global
“Indonesia terus berupaya membuka kesempatan kerja sama dengan negara-negara lain, khususnya dalam memperkuat saling pengakuan dan keberterimaan sertifikat halal,” ujarnya.
Menurutnya, masalah kehalalan suatu produk erat kaitannya dengan hukum syariah, yang harus menjadi praktik sehari-hari umat Islam, termasuk dalam berkegiatan ekonomi.
“Ekonomi syariah secara esensi merupakan sistem yang memiliki akar dalam ajaran dan praktik ekonomi yang diterapkan umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW,” ucapnya.
Lanjutnya, bagi umat Islam, melaksanakan syariah bersifat wajib. Sebab, menurutnya syariah tidak hanya menyangkut akidah dan ibadah, tetapi juga muamalah.
“Namun, ekonomi syariah yang dijalankan juga mesti rahmatan lil alamin, yaitu membawa rahmat dan kebaikan bagi semua yang menjalankannya,” ungkapnya.
Dimana, konsep ekonomi syariah, menawarkan beragam bentuk kebaikan yang berpijak pada upaya menjalankan kegiatan ekonomi secara inklusif dan adil, serta mampu membawa kemaslahatan bagi seluruh umat.
Oleh karena itu, dalam beberapa dekade terakhir, ekonomi syariah semakin diterima dan dipraktikkan secara luas oleh berbagai kalangan, bahkan oleh negara-negara yang mayoritas penduduknya bukan pemeluk Islam.
“Indonesia menyadari potensi besar yang dimilikinya sebagai pasar ekonomi syariah, karena mayoritas penduduknya muslim. Namun, lebih dari itu, Indonesia ingin menjadi pusatnya ekonomi syariah, dan pusatnya produsen halal dunia,” tutupnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan, Indonesia memiliki pengalaman gemilang dalam membangkitkan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19 yang salah satunya ditopang oleh industri halal.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu postif meskipun dalam suasana pandemi Covid-19, salah satunya karena terus tumbuhnya industri halal di Indonesia,” ujar Saiful.
Saiful menyebut, pengembangan industri halal adalah salah satu jawaban atas persoalan pencarian potensi ekonomi baru yang berkelanjutan dalam pengembangan industrialisasi di Indonesia saat ini.
“State of the Global Islamic Economy Report (SGIER) 2022 melaporkan bahwa ada beberapa sektor unggulan yang menjadi penopang industri halal global, di antaranya sektor makanan dan minuman halal, sektor farmasi dan kosmetik halal, sektor pariwisata ramah muslim, dan sektor modest fashion. Di samping itu, terdapat juga media dan rekreasi dengan halal lifestyle,” ucapnya.
Pengalaman yang baik ini, menjadi kontribusi berharga dan sumbangsih Indonesia bagi industri halal dunia, serta membuktikan bahwa industri halal dapat membangkitkan perekonomian dunia.
“Pengalaman Indonesa bangkit dan pulih dari pandemi diwakili enam klaster industri halal yaitu makan dan minuman, kosmetik, farmasi, fashion, tourisme dan media, serta rekreasi,” ungkapnya.
Bahkan, peneliti Dinar Standar Rafiudin Shikoh mengatakan saat ini Indonesia telah menjadi produsen terbesar ke-2 di antara negara-negara Muslim, dan yang terbesar ke-9 di dunia dalam hal ekspor halal.
“Indonesia jelas memiliki pasar konsumen terbesar, memiliki fintech yang berkembang, keuangan Islam yang kuat, serta memiliki modest fashion yang sangat dinamis. Jadi semua ini adalah fakta, ini bukan mimpi,” tegasnya. Baca Juga: Wapres Ingatkan MUI Jaga Kepentingan Umat dan Netralitas Politik
Semua raihan tersebut, kata Saiful, tentu tidak lepas dari kebijakan Pemerintah Indonesia dalam melakukan berbagai langkah strategis, seperti penyederhanaan proses sertifikasi dengan melakukan perubahan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH ) melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan perubahan ini, proses sertifikasi halal yang semula perlu lebih dari tiga bulan kini dipangkas hanya maksimal 21 hari.
“Kemudahan lainnya adalah sertifikasi melalui self declare dimana pelaku usaha dapat menyatakan sendiri bahwa produknya halal. Tentu dengan tata cara dan persyaratan yang harus dipenuhi. Sampai saat ini BPJPH telah mensertifikasi 3,14 juta produk, termasuk produk dari 35 negara,” sebutnya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: