Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perekonomian Sumut Tahun 2023 Diwarnai Berbagai Tantangan

        Perekonomian Sumut Tahun 2023 Diwarnai Berbagai Tantangan Kredit Foto: Khairunnisak Lubis
        Warta Ekonomi, Medan -

        Perekonomian Sumatera Utara (Sumut) tahun 2023 diwarnai berbagai tantangan namun tetap bisa tumbuh dengan melanjutkan tren pemulihan di kisaran 4,3-5,1% (yoy) di tengah masih tingginya ketidakpastian global. 

        Sehingga untuk laju inflasi di Sumut pada tahun 2024 diprakirakan tetap terkendali dan berada pada rentang sasaran inflasi 2,5%,+- 1%. Untuk itu, dibutuhkan sinergi kebijakan pengendalian inflasi antara Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia, optimalisasi pemanfaatan anggaran pengendalian inflasi yang tepat guna, dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) memainkan peran yang lebih penting dalam pengendalian inflasi di 2024. 

        Hal ini diungkapkan Deputi Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumut, Yura A. Djalins dalam Pertemuan Tahunan BI 2023 Strategi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional di Medan, Rabu (29/11/23) malam.

        "Di tengah optimisme perekonomian Sumatera Utara ke depan, kami menyadari terdapat beberapa tantangan, baik dari sisi global maupun domestik, yang perlu diwaspadai di tahun 2024 yakni dari sisi global adalah berlanjutnya konflik geopolitik di kawasan Eropa dan Timur Tengah, kenaikan suku bunga global, pelemahan ekonomi negara mitra dagang utama serta Risiko cuaca ekstrem akibat anomali iklim," jabarnya.

        Baca Juga: Parsadaan Nadeak Raja Sedunia Salurkan Bantuan Bagi Korban Banjir Bandang di Kenegerian Sihotang, Sumut

        Selanjutnya, ekonomi domestik juga masih menghadapi sejumlah tantangan struktural. Pertama, tantangan inflasi yang ditimbulkan dari kenaikan harga produk dan jasa impor (imported inflation). Kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara produsen komoditas pangan utama berpotensi menyebabkan gangguan pasokan dan kenaikan harga komoditas di Sumatera Utara. 

        "Kedua, perekonomian Sumatera Utara belum terdistribusi secara merata, masih terpusat di Pantai Timur, khususnya kawasan Mebidangro. Hal ini disebabkan oleh belum meratanya pembangunan infrastruktur yang dapat menghambat potensi aglomerasi industri. Ketiga, infrastruktur di kawasan wisata Sumatera Utara masih terbatas. Hasil penelitian survei Guality Tourism Bank Indonesia menunjukkan beberapa aspek infrastruktur yang masih memerlukan perhatian antara lain jalan, listrik, air, dan internet di kawasan wisata Sumatera Utara," jelasnya.

        Selanjutnya yang keempat yakni perlunya meningkatkan adopsi praktik berkelanjutan oleh pelaku bisnis serta optimalisasi pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Sumatera Utara. Pemanfaatan EBT masih bawah 50% dari total potensi yang dimiliki dan masih didominasi oleh tenaga minihidro. 

        "Kelima, masih belum meratanya tingkat akseptansi sistem pembayaran digital. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu belum meratanya literasi keuangan digital, infrastruktur jaringan telekomunikasi, dan inovasi layanan digital di daerah. Keenam, perlunya meningkatkan paradigma pelaku UMKM dalam mengadopsi teknologi digital. Inovasi dan adopsi teknologi penting agar pelaku UMKM dapat menjalankan proses bisnis sesuai best practices untuk mencapai produktivitas yang optimal," ungkapnya. 

        Untuk itu, dalam menghadapi berbagai tantangan terebut Provinsi Sumatera Utara harus mengambil langkah strategis untuk memperkuat sinergi dan membangun optimisme kebangkitan ekonomi. Yakni, memperkuat kolaborasi Bank Indonesia dengan Pemerintah Daerah dalam TPID-GNPIP terutama untuk merumuskan langkah antisipatif yang efektif terkait pengendalian inflasi. 

        Lalu, masih adanya disparitas pertumbuhan antarwilayah perlu diatasi dengan pembangunan infrastruktur untuk mendukung aglomerasi industri dan pengembangan destinasi pariwisata unggulan. Hal ini terutama melalui perbaikan iklim investasi dan konektivitas antar wilayah yang terintegrasi. 

        Baca Juga: GAPKI Sumut Adakan Run For Sustainable Oil Palm 2023, Diikuti Pelari Malaysia hingga Kenya

        "Perlu kesiapan industri untuk meningkatkan nilai tambah produknya. Proses hilirisasi ini perlu difokuskan pada peningkatan nilai tambah komoditas utama seperti kelapa sawit, karet, dan produk pertanian lainnya, melalui pengembangan produk turunan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi," katanya.

        Selanjitnya, bisa mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan hijau. Ketersediaan proyek berbasis hijau perlu didorong oleh Pemerintah Daerah, dengan dukungan dari regulator dan industri keuangan dari sisi akses pembiayaan hijau. 

        "Penguatan sinergi untuk mendukung pemerataan akseptansi digital sistem pembayaran. Hal ini dapat dilakukan melalui monitoring penyediaan jaringan telekomunikasi khususnya pada daerah 3T (terpencil, tertinggal dan terluar) untuk inovasi Pajak dan Retribusi Daerah, penguatan kerjasama TP2DD dengan pihak lainnya, serta pengoptimalan peran BPD sebagai pemegang Rekening Kas Umum Daerah. 

        Terakhir dengan mengoptimalkan peran local champion sebagai role model dalam mengoptimalkan adopsi teknologi dan implementasi best practices serta melaksanakan capacity building dan pendampingan yang terfokus kepada pelaku UMKM.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Khairunnisak Lubis
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: