The Art of Leadership in Crisis, Belajar dari Para Pemimpin Legendaris
Krisis adalah bagian tak terpidahkan dari perjalanan bisnis. Itulah sepenggal kalimat dari Presdir BCA Jahja Setiatmaja dalam pengantarnya di buku The Art of Leadership in Crisis (Kisah 9 Corporate Leaders yang Berhasil Menyelesaikan Krisis) karya Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Infobank. Kalimat ini lahir dari salah seorang bankir legendaris yang juga pemimpin yang hebat, yang tentunya bukan berdasarkan teori semata, tapi berdasarkan pengalamannya memimpin BCA-- bank swasta terbesar di Indonesia -- selama puluhan tahun.
Hal yang senada disampaikan oleh Darmawan Junaidi, Presdir Bank Mandiri. “Krisis tidak mengenal waktu, tempat ataupun aspek kehidupan. Krisis datang silih berganti memberikan tantangan sulit bagi semua pihak,” tulisnya dalam pengantar buku yang sama. Karena itu bagi Darmawan Junaidi, “Krisis tidak dapat dihindari, tapi harus dihadapi,” tandasnya, sekaligus menasbihkan kalimat tersebut sebagai moto yang dipegang teguh dalam menjalankan profesinya sebagai bankir.
Baca Juga: Bicara Soal Kepemimpinan, Putri Kuswisnu Wardani Mengaku Belajar dari Jokowi
Dua pendapat bankir legendaris mewakili garis besar tulisan dari sembilan orang leader yang membagi pengalamannya melewati berbagai krisis di bidangnya masing-masing. Karena di era VUCa – Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity -- krisis bisa terjadi setiap saat. Oleh karenanya para pemimpin, termasuk pemimpin bisnis, harus selalu siap menghadapi perubahan situasi.
Akar krisis memang cukup bervariasi, perluasan instrument finansial, teknologi (terutama digital), serta penyakit. Para pengamat biasanya memulai analisisnya dengan krisis bursa saham di AS tahun 1929 yang berakibat hancurnya perekomian AS, yang dikenal juga dengan great depression. Lalu krisis moneter 1997-1998 yang dimulai dari Thailand, lalu menyebar ke berbagai negara Asia. Krisis ini yang berperan besar menurunkan Presiden Soeharto setelah 38 tahun berkuasa di Indonesia.
Maraknya demam dot com juga sempat mengguncang dunia bisnis. Ketika tahun 2000 terjadi bubble burst (pasar menyadari bahwa nilai proyeksi Perusahaan-perusahaan berbasis internet ternyata digelembungkan). Krisis berikutnya terjadi tahun 2008 akibat sub prime mortgage, instumen investasi yang terlalu jauh dari underlying asetnya, yang turut mengguncang bank di Indonesia.
Tahun 2020-2022 seluruh bisnis di dunia nyaris terhenti akibat virus corona. Inilah peristiwa luar biasa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia, baik yang kaya maupun yang miskin. Supply chain global terputus secara tiba-tiba. Akibatnya, Ketika dunia mulai normal, dunia bisnis harus mundur beberapa level. Menyesuaikan Perusahaan di era seperti ini tentu sangat tidak mudah. Hanya pemimpin-pemimpin yang mumpuni lah yang mampu melewati masa-masa seperti ini.
Ada Sembilan tokoh yang kisahnya dijadikan tulisan dalam buku ini, yakni (1) Agus D.W. Martowardojo, (2) Batara Sianturi, (3) Dahlan Iskan, (4) Djohan Emir Setijoso, (5) Elia Massa Manik, (6) Mochtar Riady (7) Mu’min Ali Gunawan (8) Ridha D.M. Wirakusumah, dan (9) Tigor M. Siahaan. Benang merah yang ditarik adalah perjalanan para tokoh ini mengarungi dunia bisnis menyelamatkan perusahaan atau kelompok perusahaaannya. Medan krisisnya berbeda-beda, tapi perjalanannya sama: menerapkan strategi dan langkah-langkah taktikalketika menyelamatkan perusahaan masing-masing.
Baca Juga: Tahun Baru, Wiranto Raih Doktor Honoris Causa di Kamboja
Untuk simpelnya, saya mengutip prolog dari Eko B. Supriyanto, chairman Infobank Media Group, yang juga memberikan prolog dalam buku ini.Menurut Eko ada Sembilan kesamaan dalam menghadapi krisis. Pertama, kepemimpinan yang kuat, yakni memberikan arahan yang jelas dengan penuh percaya diri. Kedua, leader harus membangun tim untuk mengatasi krisis. Ketiga, komunikasi yang efektif dan peduli terhadap stake holders. Keempat, Leader harus mampu mengambil Keputusan dengan cepat dan tepat. Kelima, leader harus memiliki flesibilitas, adaptabilitas dan keberanian. Keenam, leader harus mampu membanguan kolaborasi dan jaringan, baik internal maupun eksternal. Ketujuh, leader harus siap mengambil tanggung jawab penuh atas sitausi yang terjadi dan tidak mencari kambing hitam. Kedelapan, memiliki visi jangka panjang. Artinya, dalam situasi krisis pun tetap harus mampu melihat jangka panjang dan memanfaatkan peluang yang tersedia. Kesembilan, mempunyai rencana darurat dan siap dengan berbagai skenario mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhamad Ihsan
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: