Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Suaranya Hilang Separuh, Partai Ummat Tolak Penggunaan Sirekap

        Suaranya Hilang Separuh, Partai Ummat Tolak Penggunaan Sirekap Kredit Foto: Andi Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Partai Ummat menolak hasil Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses penghitungan suara dalam perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

        Partai Ummat mendesak untuk menghentikan proses penghitungan suara dengan Sirekap dan meminta KPU untuk melakukan penghitungan suara secara manual.

        Baca Juga: Partai Ummat: Pemilu 2024 Curang

        "Partai Ummat mendesak agar KPU segera menghentikan penggunaan SIREKAP dan melakukan penghitungan secara manual," kata Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi di Kantor DPP Partai Ummat, Jakarta, Kamis (22/2/2024).

        Ridho mengklaim, lebih dari setengah suara Partai Ummat hilang akibat kacaunya Sirekap. Padahal, kata dia, Sirekap menjadi basis utama penghitungan suara di seluruh tingkatan Pemilu.

        "Partai Ummat melihat adanya kecenderungan di mana partai-partai baru memperoleh suara yang relatif jauh di bawah ambang batas parlemen," jelasnya.

        Ridho mengaku, Partai Ummat akan membawa dugaan kecurangan itu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mengingat perolehan suara Partai Ummat hilang di beberapa dapil potensial. 

        Baca Juga: Melihat Untung Rugi Kebijakan Hilirisasi Nikel Pemerintahan Jokowi

        Ridho menyebut, hilangnya suara Partai Ummat disebabkan oleh algoritma Sirekap yang sengaja diatur untuk memenangkan pihak tertentu. 

        Dia bahkan mengaku menemukan server Sirekap berada di luar negeri. Menurutnya, hal itu membahayakan bagi proses perhelatan Pemilu lantaran membuka potensi manipulasi data.

        "Hal ini jelas nembahayakan penyelengaraan Pemilu karena membuka pintu masuk manipulasi data hasil Pemilu," ungkapnya.

        Baca Juga: Soal Usul Hak Angket, NasDem: Jika Menang Anies, Kan Repot

        Ridho menyebut, penyelenggara pemilu melanggar Undang-undang nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) serta Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2019 pasal 20 tentang keharusan beberadaan server di Indonesia untuk data penting yang menyangkut sektor publik dan menggunakan APBN.

        Ridho mengaku melihat adanya kecacatan formil yang dilakukan KPU dengan tidak adanya ditempelkannya formulir. Hasil salinan di kantor-kantor kelurahan/desa diamanahkan oleh Pasal 66 ayat 4 PKPU Nomor 25 tahun 2023. 

        "Padahal langkah tersebut seperti adalah tahapan wajib yang sangat penting sebagai bentuk transparansi proses penghitungan dan pemenuhan hak masyarakat," ujarnya. 

        Lebih jauh, Ridho mengusulkan KPU menggunakan E-Voting berbasis blockchain agar proses penghitungan lebih cepat dan akurat. Menurutnya, hal itu juga lebih menghemat anggaran Pemilu hingga 93 triliun. 

        Baca Juga: ASDP Bina Usaha Lokal, Dukung Ekonomi hingga Pariwisata di Labuan Bajo

        "Konsep ini pernah kita sampaikan di hadapan KPU pada tahun 2022," tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: