Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Studi Zebra: 70% Peritel Asia Pasifik Menghadapi Tantangan Penyusutan Stok

        Studi Zebra: 70% Peritel Asia Pasifik Menghadapi Tantangan Penyusutan Stok Kredit Foto: Zebra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Zebra Technologies Corporation mengumumkan temuan dari studi 16th Annual Global Shopper Study, yang menegaskan adanya tantangan omnichannel yang dialami oleh para peritel, terutama dalam mengelola retur barang secara online dan mengurangi penyusutan stok akibat pencurian, penipuan, dan faktor-faktor lainnya. 

        Secara global, delapan dari 10 peritel setuju bahwa meminimalkan penipuan/penyusutan adalah tantangan yang besar (82%) dan kemampuan untuk memperkirakan kebutuhan atau demand sangat penting bagi perusahaan mereka (86%). Di Asia Pasifik, respon peritel masing-masing 74% dan 89%. Menurut National Retail Federation (NRF), para peritel mengalami kerugian sebesar US$112 miliar akibat penyusutan stok pada 2022, naik dari hampir US$94 miliar pada 2021. Studi Zebra ini mengindikasikan bahwa 36% peritel di dunia (40% di Asia Pasifik) meyakini bahwa analitik yang lebih baik terhadap kasus penyusutan stok ini akan membantu meningkatkan profitabilitas. Banyak peritel berharap dapat menerapkan loss prevention analytic (49% di dunia, 55% di Asia Pasifik), serta planning and forecasting (54% di dunia, 61% di Asia Pasifik) hingga tahun 2026.

        Meskipun omnichannel shopping memberikan tantangan bagi para peritel, sebagian besar konsumen (shopper) suka jika mereka punya sejumlah opsi. Hampir 8 dari 10 konsumen di dunia dan Asia Pasifik menyukai gabungan antara belanja online dan belanja di toko, sementara 76% dari konsumen di dunia dan 72% dari konsumen di Asia Pasifik memilih untuk belanja di peritel online yang memiliki toko fisik.

        Ketika omnichannel shopping terus berkembang, volume retur barang juga meningkat. Sekitar tujuh dari 10 peritel di dunia dan di Asia Pasifik mengatakan bahwa ada tantangan yang semakin besar untuk meningkatkan efisiensi dan biaya dalam mengelola pesanan online, retur, dan proses pemenuhan. Sebanyak enam dari 10 peritel mengatakan bahwa mereka sedang memperbarui teknologi pengelolaan retur hingga tahun 2026. Di Asia Pasifik, lebih banyak peritel yang tengah dalam proses upgrade (74%), lebih besar 12% dibandingkan peritel di dunia yang disurvei.

        Staf toko akan merasa senang dengan investasi dalam teknologi ini. Di antara staf yang melayani retur dari pesanan online, hampir tiga perempatnya (74% di dunia dan di Asia Pasifik) menyebutkan pelanggan yang sering mengembalikan barang adalah tantangan terbesar mereka. Tahun ini, kemudahan dalam melakukan retur menjadi alasan utama konsumen memilih untuk berbelanja di toko, mengalahkan alasan melakukan perbandingan harga sebelum berbelanja. Apabila kemudahan retur bagi konsumen global naik sedikit (32% pada 2022 naik ke 33% pada 2023), bagi konsumen di Asia Pasifik kenaikannya justru besar, mencapai 7%, dari 32% pada 2022 menjadi 39% pada 2023. Peningkatan dalam layanan retur ini telah memberikan dampak bagi peritel di seluruh dunia, tumbuh menjadi US$1,8T menurut IHL Group.

        “Para peritel mengakui bahwa teknologi harus diterapkan dengan cerdas saat berurusan dengan retur,” kata Eric Ananda, Indonesia Country Lead, Zebra Technologies.  “Ketika konsumen memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan kemudahan melakukan retur lebih sering, para peritel justru menghadapi kesulitan dalam mengelola kenaikan pengeluaran terkait dengan inventory visibility, reverse logistics, dan banyaknya retur.”

        Masalah retur ini juga berdampak pada industri terkait, khususnya pergudangan (warehousing). Para peritel memanfaatkan kekuatan teknologi untuk membantu mengelola retur, di mana 62% peritel di dunia (68% di Asia Pasifik) berencana untuk menerapkan teknologi reverse logistics pada 2026, supaya dapat mengelola tekanan terkait pemenuhan pesanan. Hampir tiga dari 10 peritel (31% di dunia, 32% di Asia Pasifik) berpikir bahwa menarik biaya untuk pemesanan online dari pembeli yang sering melakukan retur berpotensi meningkatkan profitabilitas dari pemesanan online.

        Konsumen Berusaha Beralih ke Checkout Digital

        Sejak 2020, jumlah konsumen yang memilih aplikasi pembayaran digital meningkat secara substansial; solusi seperti ZebraPay sejalan dengan tren ini. Mereka yang memilih untuk membayar/checkout di manapun di dalam toko meningkat hampir dua kali lipat dari 15% ke 26%, pembayaran mobile melonjak dari 33% ke 50% dan “meninggalkan toko” untuk menghindari antrian panjang naik dua kali lipat dari 14% ke 30%. Di Asia Pasifik, konsumen yang memilih membayar/checkout di mana saja naik melonjak dari 16% ke 28%, mereka yang memilih pembayaran mobile naik dari 46% ke 58% dan yang meninggalkan toko karena antrian panjang naik dari 17% ke 33%. Sementara itu, lebih dari 4 dari 10 konsumen (48% di dunia) memilih untuk melakukan checkout mandiri, dengan tiga perempat (75% di dunia) mengatakan bahwa hal ini membantu meningkatkan pengalaman mereka. Begitu juga pendapat dari masing-masing 45% dan 74% konsumen di Asia Pasifik.

        Dengan demikian, ada sinyal jelas bahwa konsumen ingin menyelesaikan proses berbelanja mereka dengan cepat, dan akan menggunakan cara apa saja untuk sampai di ujung antrean. Tidak mengejutkan bahwa sebagian besar peritel setuju bahwa layanan checkout mandiri sangat bermanfaat. Bahkan, 8 dari 10 setuju bahwa investasi di layanan checkout mandiri akan membuahkan hasil (87% di dunia, 88% di Asia Pasifik), karena teknologi ini memungkinkan staf toko untuk mengerjakan tugas lain yang lebih bernilai dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Namun, sekitar 8 dari 10 pengambil keputusan dalam perusahaan ritel dan staf toko setuju bahwa penyusutan stok toko dan pencurian adalah masalah besar yang terkait dengan layanan checkout mandiri. Sentimen ini juga dicetuskan oleh 85% pengambil keputusan dan 79% staf toko di Asia Pasifik.

        Memajukan Ritel Modern

        Sebagai antisipasi terhadap makin mutakhirnya penawaran ritel, dapat dipahami bahwa konsumen memiliki ekspektasi tinggi terhadap teknologi. Bahkan, delapan dari 10 konsumen yang disurvei (80% di dunia, 81% di Asia Pasifik) berharap para peritel menggunakan teknologi terbaru, dan tujuh dari 10 (74% di dunia, 77% di Asia Pasifik) mengatakan bahwa itu akan meningkatkan pengalaman berbelanja mereka. Selaras dengan tren ini, lebih dari setengah peritel berencana untuk menggunakan mobile computer genggam (56% di dunia, 64% di Asia Pasifik), scanners (54% di dunia, 61% di Asia Pasifik), RFID (61% di dunia, 69% di Asia Pasifik), serta software manajemen task (54% di dunia, 62% di Asia Pasifik) dan tenaga kerja (56% di dunia, 62% di Asia Pasifik) pada 2026.

        Staf toko akan menyukai fakta ini sebab studi tersebut menunjukkan 84% dari staf toko di dunia dan di Asia Pasifik merasa lebih dihargai – dan menilai perusahaan mereka dengan lebih positif (81% di dunia, 79% di Asia Pasifik) – saat mereka dibantu teknologi dalam melakukan pekerjaannya. Saat ini, 77% dari staf – naik dari 67% pada 2022 – merasa konsumen lebih terhubung ke informasi dibandingkan mereka. Para staf di Asia Pasifik juga merasakan hal yang sama, naik dari 64% pada 2022 menjadi 73% pada 2023.

        “Supaya pengoperasian toko modern meraih kesuksesan saat ini, sangat penting bagi para peritel untuk berinvestasi pada teknologi yang dapat meningkatkan pengalaman pelanggan, membuat karyawan lebih mudah untuk berkolaborasi, dan mengoptimalkan inventory,” kata George Pepes, APAC Vertical Solutions and Marketing Lead Retail, Healthcare and Hospitality, Zebra Technologies Asia Pacific. “Konsumen menuntut pengalaman yang mulus dalam cara mereka melihat-lihat, membeli, menggunakan, dan mengembalikan barang. Untuk membangun preferensi merek secara efektif, para peritel perlu beradaptasi dan bekerja menggunakan cara baru dengan teknologi demi menyediakan pengalaman berbelanja yang diharapkan konsumen, dan tentu saja lebih menguntungkan. Beberapa contoh solusi yang bisa membantu peritel di antaranya Android Wearable Computer FIS/MW (WS50 RFID), mobile computer (TC53/TC58), tablet (ET40), printer (ZQ600 Plus, ZD421, ZD411), scanner (SP72) dan software (Zebra VisibilityIQ Foresight, Workforce Communication, Workstation Connect), dan solusi siap pakai Fixed Industrial Scanner (FIS).”

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sufri Yuliardi
        Editor: Sufri Yuliardi

        Bagikan Artikel: