Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Campur Aduk Emosi Pemudik Jelang Puncak Mudik 2024

        Campur Aduk Emosi Pemudik Jelang Puncak Mudik 2024 Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sebagian besar pengguna media sosial X merasa senang dan juga sedih pada masa mudik di minggu ini. Hasil tersebut didapatkan setelah menganalisis lebih dari 50 ribu cuitan hasil percakapan di platform X sejak Senin hingga Sabtu siang (1/4-6/4).

        Analisis pantauan percakapan mudik 2024 yang dilakukan oleh tim peneliti Monash Data & Democracy Research Hub menunjukan bahwa mayoritas kalangan masyarakat pengguna X merasa senang dan suka dengan Inisiatif dan kebijakan yang dilaksanakan oleh kepolisian serta pemerintah, seperti strategi penghindaran kemacetan dan diskon tarif tol hingga 20% selama periode perjalanan mudik dan kepulangan. Keamanan jalur mudik 2024 yang terjamin juga mendapatkan pujian (Gambar 3.). Posko Banser yang menyediakan tempat peristirahatan untuk para pemudik tidak hanya mendapatkan apresiasi namun juga dianggap berkontribusi pada peningkatan ekonomi desa selama musim mudik.

        “Sementara itu, ada juga cuitan perasaan cinta dan kesenangan terhadap tradisi mudik yang begitu kental terasa di kalangan masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berangkat lebih awal untuk berkumpul dengan keluarga. Beberapa cuitan juga menunjukkan bahwa masyarakat bahagia karena dapat memajukan tanggal mudik menjadi 4 April 2024,” ujar co- director Data & Democracy Research Hub Associate Professor Derry Wijaya, dalam analisis yang dikirimkannya ke media Minggu (7/4).

        Derry dan tim mengumpulkan cuitan dengan menggunakan kata kunci kunci “mudik”, “pemudik”, “pulkam”, "pulang kampung", "baliak basamo", "balik kampung", "mulih", "muleh", "pulang basamo", "baliak kampuang", "pulang kampuang", "ganjil genap" atau "gage" dan “tol”. Hasil cuitan yang dikumpulkan sebanyak 50 ribuan dan dibersihkan dengan menghilangkan cuitan yang berulang/duplikat, hingga akhirnya hanya sekitar 38 ribuan yang dianalisis.

        “Kami menggunakan model deep learning BERT, yang telah dilatih khusus untuk mendeteksi emotion dalam tweet berbahasa indonesia. Model ini mengklasifikasi tweet menjadi lima jenis emosi: bahagia (happy), sedih (sadness), takut (fear), marah (angry), dan cinta (love),” ujar Derry yang juga associate professor bidang data science dengan keahlian bidang Natural Language Processing (pemrosesan bahasa alami).

        Dalam pantauan percakapan mudik tim Monash University Indonesia, emosi yang paling banyak diekspresikan ternyata adalah emosi bahagia, yang dinyatakan dalam 52,6% atau 20.106 cuitan (Gambar 1.). Selain senang/bahagia, ekspresi emosi yang mengikuti adalah sedih sebanyak 11.970 cuitan (30,3%), takut (3.267 atau 8,55%), marah (2.444 atau 6,4%), dan cinta (423 atau 1,11%).

        Pada cuitan yang mengekspresikan perasaan takut, marah, dan khawatir, ternyata masyarakat cemas puncak arus mudik yang diperkirakan berlangsung dua hari sebelum lebaran, ditambah dengan proyeksi peningkatan jumlah pemudik dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, kemarahan juga muncul terkait kemacetan yang terjadi dari Cipali sampai Cirebon dan maraknya calo tiket mudik saat lebaran mendekat. Selain itu, ada kesedihan di hati sebagian warga karena tidak bisa pulang ke kampung halaman, dikarenakan

        adanya kerjaan yang belum selesai dan masalah lain seperti kemacetan, yang akhirnya membuat mereka memilih untuk tidak mudik (Gambar 2.)

        “Kami juga memantau kata-kata yang paling banyak digunakan di setiap ekspresi tersebut, dan saat ini memang percakapan masih berpusat soal dampak event mudik ini ke Jakarta dan utamanya lalu lintas di ibukota (Gambar 4). Sedangkan untuk percakapan yang diekspresikan dengan emosi negatif, banyaknya tentang kemacetan dan cerita-cerita menembus macet di Jakarta selama seminggu ini,” ujar Derry.

        Dalam analisis ini kami juga melihat emoji yang paling banyak digunakan oleh pengguna X, dimana emoji yang paling banyak digunakan adalah emoji emoji menangis (9,626 kata atau sekitar 6%). Saat ditelusuri lebih lanjut pada beberapa cuitan dengan interaksi tertinggi, ternyata emoji tersebut didapatkan pada cuitan para pekerja kantoran yang belum masih harus bekerja dan belum berkesempatan cuti atau mudik.

        Adapun top influencer dalam percakapan di X adalah Anies Baswedan yang pada Rabu (3/4) menyampaikan pesan agar orangtua membuat perjalanan mudik yang berkesan bagi anak-anak mereka. Cuitan tersebut dilihat oleh lebih 820 ribu pengguna, sedangkan video yang ada dalam cuitan ditonton oleh lebih dari 210 ribu pengguna.

        Pantauan Kebijakan Ganjil Genap

        Sejak Jumat (5/4) pemerintah mulai memberlakukan kebijakan ganjil-genap mulai dari km 0 tol Ruas Dalam Kota Jakarta hingga km 414 Tol Semarang-Batang. Kebijakan rekayasa lalu lintas yang baru diterapkan tahun ini mendapatkan reaksi netral dan negatif dari sebagian besar pengguna media sosial X. Berdasarkan pantauan kami, dari percakapan yang paling banyak dibagikan adalah peringatan agar pemudik di X awas sehingga tidak melanggar aturan ini dan mendapatkan tilang.

        Meski terbilang baru diberlakukan, namun berdasarkan pantauan kami, sosialisasi terkait kebijakan ini cukup massif, baik dilakukan oleh pihak yang berwenang maupun oleh sesama pengguna X. Berdasarkan kata yang paling digunakan dan tren percakapan, kami menemukan tagar-tagar yang mendominasi adalah tagar yang digunakan oleh Polri seperti #SiapLebaran2024, #OpsKetupat24 dan ‘Aman dalam Berlebaran’.

        Peneliti Data & Democracy Research Hub Alyas Widita memandang perlu melihat rekayasa berbasis permintaan (demand-based) lalu lintas tersebut dalam perspektif yang lebih luas, khususnya terkait dengan dinamikanya terhadap penggunaan moda transportasi lain.

        “Kajian yang dilakukan masih berfokus pada dampak kebijakan terhadap performa lalu lintas tol, menggunakan matriks seperti vehicle-capacity-ratio (VCR), sementara yang masih menjadi pertanyaan adalah dinamika substitusinya dengan moda transportasi umum seperti kereta api, bus, dan pesawat terbang,” jelas Alyas.

        Selain persoalan rekayasa lalu lintas, pemudik juga mengkhawatirkan tentang potensi banjir dan tanah longsor. Pada cuitan yang mengekspresikan perasaan takut, marah, dan khawatir, ternyata ditemukan kata-kata yang berkaitan dengan kekhawatiran adanya pengumuman dari kepolisian tentang 115 titik rawan banjir serta prediksi BMKG tentang hujan berintensitas sedang.

        “Sayangnya informasi terkait mitigasi bencana ke pemudik masih sangat kurang kami temui, termasuk bencana emerging seperti heatwave yang menerpa negara-negara Asia Tenggara akhir-akhir ini. Baik pemudik dan aparat yang mengatur arus mudik memang mesti konsentrasi tinggi karena pergerakan manusia mencapai 193,6 juta orang, hampir 75 persen dari total penduduk Indonesia – sebagai perbandingan pergerakan ketika Thanksgiving, atau mudiknya Amerika Serikat, hanya melibatkan sekitar 50 juta orang, tidak lebih dari separuh warga di sana. Semua pihak mesti harus selalu aktif mensuplai dan mencari informasi,” tegas Alyas yang juga dosen di program Urban Design dengan kekhususan bidang urban analytics (analitik perkotaan).

        Emosi Pengguna X di Kota-kota Besar Tujuan Mudik

        Pada analisis percakapan mudik, kami juga menganalisa emosi pengguna X berdasarkan kota-kota besar dimana cuitan ditulis (Gambar 5.). Hasil menunjukkan bahwa pengguna X di Jakarta dan Denpasar menunjukkan tingkat kesedihan terendah (23% di Jakarta dan 25,4% di Denpasar) terhadap cuitan yang terdeteksi di kedua kota tersebut, dibandingkan kota-kota lain yang menjadi tujuan pemudik. Adapun tingkat kesedihan tertinggi dieskpresikan oleh pengguna X di kota Bogor (37,5%), Malang (32,5%), dan Yogyakarta (32,5%). Sementara itu, Bogor juga menjadi kota yang paling tinggi mengekspresikan emosi marah (10,1%, disusul oleh Semarang (9,4%) dan Jakarta (6,7%).

        “Jika dilihat dari cuitan-cuitan secara umum, tampak ada pola yang menunjukan ekspresi kesal di kota-kota tujuan pemudik. Hal tersebut bisa saja terkait dengan kedatangan arus manusia dan kendaraan yang sangat tinggi, sehingga muncul ekspresi kesal karena macet, kecelakaan, kepadatan, dan faktor-faktor lainnya. Hal ini bertolak belakang dengan warga Jakarta yang bahagia karena barangkali bisa merasakan jalanan yang lapang,” terang Alyas.

        Secara umum, analisis berbasis data dan bukti dengan memanfaatkan platform sosial media seperti yang kami tunjukkan di atas dapat memberikan perspektif yang lebih luas bagi masyarakat dan pemangku kebijakan terkait dengan helatan besar seperti mudik.

        Pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan pendekatan seperti ini dalam evaluasi dan sebagai basis penyusunan kebijakan. Tujuannya tentu jelas, agar mudik menjadi kegiatan yang membahagiakan, seperti yang diharapkan banyak orang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: