Dalam gelajaran penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan setiap tahun banyak cerita dan peristiwa yang akan muncul, bukan saja mereka yang berhasil menunaikan rukun Islam kelima dengan nyaman dan lancar.
Akan tetapi ada pula yang mengalami nasib yang kurang beruntung bahkan sangat buruk. Dari gagal berangkat karena tidak memperoleh visa, ditipu agen perjalanan, tidak memperoleh tiket penerbangan, dideportasi, terlantar, bahkan ditahan oleh otoritas Arab Saudi.
"Pada musin haji tahun ini hal semacam ini dipredikasi masih akan terjadi. Mengapa? Keinginan masyarakat menunaikan ibadah haji sangat tinggi dan tidak akan pernah surut. Demi kesana, banyak siap menanggung segala risiko," kata Dosen UIN Jakarta Mustolih Siradj.
Saat ini diketahui tidak kurang dari 5,3 juta orang tercatatat antri di sistem haji Kementerian Agama. Namun, kuota yang diberikan Arab Saudi sebagai tuan rumah sangat terbatas sehingga berakibat antrian yang sangat panjang berkisar dari 15 tahun sampai 40 tahun sejak mendaftar.
"Kuota haji rata-rata pertahun hanya 221 ribu jemaah," tambahnya.
Dalam situasi semacam ini di mana ada ketimpangan yang sangat ekstrim antara “supply and demand” banyak pihak yang berupaya mencari keuntungan dengan mengiming-imingi berbagai kemudahan dengan bahasa bombastis untuk menarik perhatian dengan jargon “program haji tanpa antri”, “haji murah”, “haji anti anti rumit dan ribet”, “haji VIP”, “program haji eksekutif” dan sejenisnya mudah ditemukan di berbagai platform media sosial dengan harga yang tidak murah.
"Semakin mendekati penyelenggaraan ibadah haji iklan dan ajakan haji semacam itu biasanya makin masif.
Komnas Haji berharap masyarakat tidak mudah tergiur dengan modus-modus semacam itu. Sebab merujuk pada UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UUPIHU) haji yang legal haji tiga jalur yakni haji regular yang diselenggarakan Kementerian Agama, haji khusus melalui travel yang sudah berizin dan haji dengan visa mujamalah dengan rekomendasi Menteri Agama. Di luar skema tersebut tidak akan mendapatlan visa resmi sehingga di luar tanggungjawb pemerintah.
"Bahkan baru-baru pemerintah Saudi secara tegas menyatakan pemegang jenis visa kunjungan, pariwisata, pekerjaan, transit, visa terkait lainnya tidak akan diizinkan berhaji. Seturut dengan hal tersebut, dewan ulama disana juga menerbitkan fatwa haji tanpa izin atau tanpa visa resmi secara hukum Islam tidaklah sah," jelasnya.
Tidak cukup hanya sampai disitu, mereka yang melakukan pelanggaran atas penyalahgunaan visa non haji tapi coba digunakan untuk haji diancam sejumlah hukuman dari mulai dideportasi (pengusiran secara paksa ke negara asal), penahanan dalam waktu tertentu hingga masuk daftar catatan hitam (black list) masuk ke negara kaya minyak itu sampai 10 tahun lamanya.
Tahun sejumlah WNI dideportasi dan dibelakclist karena masuk dengan visa secara ilegal. Ada pula Jemaah haji yang terlantar di Filipina karena ditipu oleh agen travel padahal sudah membayar biaya yang tidak sedikit.
"Jika sudah begitu, maka bukan saja rugi secara materi tetapi juga akan menanggung malu yang tak terperi," pungkasnya.
Oleh sebab itu, Komnas Haji berharap masyarakat harus cermat dan teliti apabila mndapat tawaran haji semacam itu.
"Karena sangat berisiko terlantar, diusir pulang, masuk catatan hitam negara Saudi hingga terlantar yang dapat mengancam keselamat. Berharap berkah justeru yang diperolah musibah dan masalah," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: