Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Petani Sawit Indonesia Tidak Sadar dengan Tingkah Uni Eropa yang Jegal Industri Sawit

        Petani Sawit Indonesia Tidak Sadar dengan Tingkah Uni Eropa yang Jegal Industri Sawit Kredit Foto: Antara/Yudi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komisi Uni Eropa (UE) telah mengesahkan EU Deforestatiton Free Regulation (EUDR) yang dinilai merugikan Indonesia. EUDR ini dinilai telah menjadi batu hambatan yang bisa merugikan beberapa komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia, salah satunya adalah kelapa sawit (CPO).

        Menanggapi hal tersebut, Senior Research Fellow University of Turku Finlandia, Erja Kettunen-Matilainen menemukan jika masih banyak pihak utama di tingkat akar rumput yang belum mengetahui regulasi ini secara detail.

        "Indonesia adalah negara yang sangat besar, negara yang luas, dan, dengan banyak wilayah yang berbeda. Jadi, bisa dibilang, apa yang kami temukan adalah bahwa informasi tentang EUDR ini belum sampai ke semua tempat," ungkap Erja, ditulis Warta Ekonomi, Jumat (2/8/2024).

        Maka dari itu, sambungnya, tak ayal orang kementerian dan pemerintah sudah mengetahuinya. Namun, semakin dekat dengan akar rumput, maka semakin sedikit informasi yang tersedia.

        "Jadi, tentu saja, ini menjadi sangat menantang," kata dia.

        Munculnya EUDR ini dianggap tidak bisa dilepaskan dari dominasi sawit RI di Eropa. Di sisi lain, komoditas sawit ini ternyata juga menyangkut hal rumit secara keseluruhan. Mulai dari tantangan global, pemanasan global, perubahan iklim yang disertai dengan kondisi iklim ekstrem seperti kekeringan, curah hujan hujan ekstrem, hingga badai dan banjir.

        Masalah tak hanya sampai di situ saja. Erja merinci masalah lainnya yang menanti untuk diselesaikan adalah isu penggundulan hutan, keanekaragaman hayati dan sejenisnya yang mencoba menghentikan perubahan iklim untuk menjaga planet ini. Dengan kata lain, dia mengamati jika hal ini sebagai salah satu upaya UE untuk melakukan propaganda terhadap sawit.

        Lebih lanjut, Erja juga menjelaskan adanya kesulitan yang muncul apabila komoditas minyak sawit ini mendapatkan pertentangan dari Uni Eropa. Salah satunya adalah ancaman menurunnya devisa dalam negeri hingga tingkatan terendah petani kesulitan untuk menyalurkan tandan buah segar (TBS) hasil panennya.

        Baca Juga: Sertifikasi ISPO Untungkan Pekebun dan Industri Kelapa Sawit

        "Saya juga dapat melihat dampaknya terhadap perdagangan dan mitra dagang, dan juga masalah terkait prosesnya yang cepat, karena hal itu menciptakan banyak sekali kesulitan bagi produsen atau petani, terutama petani kecil. Jadi, ada situasi yang rumit dan menantang di Indonesia karena seluruh produksi dan industri minyak kelapa sawit ini sangat rumit," ujar Erja.

        Sebagai informasi, pada 6 Desember 2022 lalu, Komisi Uni Eropa (UE) menyetujui Undang-Undang (UU) produk bebas deforestasi atau EUDR. UU ini, begitu diadaptasi dan diimplementasikan, maka hal itu akan menutup rantai pasok yang masuk ke kawasan itu dari berbagai produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.

        Sebagai rancangan regulasi yang dibentuk Uni Eropa (UE) dengan sasaran untuk mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap sejumlah komoditas perkebunan dan kehutanan.

        Setiap perusahaan yang memasok minyak sawit, sapi, kedelai, kakao, kayu dan karet, serta produk turunannya mulai dari cokelat hingga furniture, dengan kebijakan baru tersebut harus diawasi secara ketat.

        Seperti diketahui, Indonesia merupakan pemasok minyak sawit terbesar di dunia dan merupakan salah satu produsen kakao, kayu, dan karet dunia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: