Chief Operations Officer (COO) Indonesian Business Council (IBC) William Sabandar mengatakan potensi pasar karbon di Indonesia sangat besar apabila ekosistemnya sudah terbangun dengan lebih mapan lagi.
Menurutnya, bursa perdagangan karbon memegang peranan penting untuk menginsentif peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri menuju 8 persen.
"Kalau (ekonomi) Indonesia mau bertumbuh 8 persen, mau menjadi negara yang diperhitungkan di dunia, maka salah satu opportunity yang bisa diberikan adalah lewat carbon market," kata William dalam Acara Sustainability Action for the Future Economy atau Katadata SAFE 2024, Kamis (8/8).
Baca Juga: Cara Pandang Masyarakat Terkait Investasi ESG Harus Diubah
William mengatakan, saat ini harga karbon di bursa karbon Eropa sudah pernah mencapai 100 Euro per ton CO2. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan harga karbon di bursa dalam negeri yakni US$2 per ton CO2.
"Di Norway harganya sudah US$50, kalau di Eropa secara umum sudah mencapai 100 Euro. Kemarin kita mulai di harga US$2, jadi masih sangat jauh," terangnya. Dia mengatakan, ekosistem pasar karbon yang belum terbangun di Indonesia menjadi salah satu kendala. Namun, dia mengapresiasi diluncurkannya IDX Carbon oleh Bursa Efek Indonesia tahun lalu.
"Tahun lalu pasar karbon IDX sudah diluncurkan, sudah ada perdagangan, walaupun masih jauh dari signifikan," katanya. Apabila ekosistem perdagangan karbon sudah terbangun, William yakin bahwa nilai perdagangannya bisa mencapai Rp160.000 triliun, dengan asumsi harga karbonnya sama dengan pasar Eropa. Hanya saja, diperlukan ekosistem yang mapan untuk mencapainya.
"Kita bukan hanya bicara Rp8.000 triliun kalau harganya US$ 5 per ton, tapi kita bisa bicara sampai Rp160.000 triliun. Pertanyaannya adalah ekosistem carbon market-nya mau dikembangkan dengan serius apa tidak," ujar dia.
IBC merupakan perhimpunan pengusaha yang berkomitmen meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui berbagai riset. Dalam menjalankan misinya, IBC memiliki empat pilar riset. Pertama, riset soal pertumbuhan ekonomi. Kedua, mengenai pembangunan sumber daya manusia. Ketiga, bicara soal penguatan tata kelola (governance), dan terakhir soal inovasi serta iklim.
Salah satu isu yang ikut didorong IBC melalui pilar keempat adalah peran bursa karbon dalam akselerasi ekonomi Indonesia dan realisasi komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menuju target Indonesia Emas 2045.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri