Pemerintah Indonesia kembali berhasil mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal sehingga APBN dapat dijaga sehat, kredibel, dan berkesinambungan.
“Pembiayaan melalui utang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN ketika pendapatan negara belum sepenuhnya mampu membiayai keseluruhan belanja negara atau ketika dibutuhkan pembiayaan investasi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan di Jakarta, dikutip dari siaran pers, Sabtu (24/8).
Perlu diketahui bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB dari tahun 2014 hingga 2019 berada dalam kisaran 24,68% PDB sampai dengan 30,23% PDB. Angka tersebut meningkat dengan laju yang moderat, terutama untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur.
Baca Juga: Triwulan II Tetap Sehat, BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 4,7-5,5% Tahun ini
Meski sempat mengalami kenaikan signifikan akibat pandemi Covid-19, pemerintah berhasil mengendalikan laju kenaikan utang pemerintah sejak tahun 2021 hingga kini. Pada tahun 2023, utang pemerintah tercatat sebesar 39,21% PDB, lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia (67,3% PDB), Tiongkok (83,6% PDB) dan India (82,7% PDB).
Hingga akhir Juli 2024, rasio utang kembali turun menjadi 38,68% terhadap PDB, yang berarti masih jauh di bawah batas aman yakni 60% sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Secara struktur, utang pemerintah masih tergolong sehat.
Per akhir Juli 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo di 8 tahun. Komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN Domestik sebesar 70,49%, SBN Valas sebesar 17,27% dan pinjaman sebesar 12,24%.
Pemerintah pun terus mendorong pasar SBN untuk lebih efisien sehingga meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan. Komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal itu diakui oleh lembaga internasional.
Dalam Article IV Consultation tahun 2024, IMF menegaskan bahwa Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi risiko ke depan dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: September 2024, the Fed Diprediksi Turunkan Suku Bunga, Bagaimana dengan Surat Utang AS?
Menurut IMF, utang pemerintah diproyeksikan akan menurun secara bertahap menjadi sekitar 38,3% PDB dalam jangka menengah, terutama didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif.
Selain itu, S&P Global Ratings juga mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level 'BBB' dengan prospek stabil, mencerminkan keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent.
“Dalam RAPBN 2025, pembiayaan utang (netto) direncanakan sebesar Rp775,9 trilliun diutamakan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Deputi Ferry.
Proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun 2025 sebesar 37,82% - 38,71% PDB. Rasio pendapatan negara terhadap PDB dalam RAPBN 2025 juga direncanakan sebesar 12,32% PDB. Dengan pengelolaan utang yang cermat dan terukur, pemerintah memastikan APBN tetap sehat, kredibel, dan berkesinambungan untuk memperkuat kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: