Tolak Rokok Polos Tanpa Merek, Buruh Ancam Kembali Turun ke Jalan Jika Tidak Dilibatkan dalam Rancangan Permenkes
Ribuan buruh tembakau mengancam akan kembali menggelar aksi unjuk rasa ke Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) jika pihak-pihak yang terkait dengan industri rokok tidak dilibatkan dalam perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Diketahui, kebijakan ini mendorong kemasan rokok polos tanpa merek yang ditolak tegas oleh berbagai pihak, salah satunya oleh ratusan ribu buruh.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Kudus, Agus Purnomo menilai bahwa aturan tersebut hanya akan meningkatkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini di industri hasil tembakau. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mencabut PP 28/2024 serta membatalkan RMPK.
"Sudah banyak yang di-PHK pada hari ini, jangan sampai kalian buat regulasi yang memberatkan kita. Tolong perhatikan kami, kami juga memiliki hak, jangan sampai pekerjaan kami dihilangkan yang digunakan untuk menghidupi diri kami," kata Agus melalui orasinya bersama ribuan aksi massa di depan Kantor Kemenkes belum lama ini.
Agus kembali menegaskan, jika PP 28/2024 dan RMPK tetap berjalan tanpa ada keterlibatan dari buruh tembakau dan pihak yang terlibat di industri hasil tembakau, maka akan ada unjuk rasa lanjutan yang lebih besar. "Bila Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tidak mendengar juga, kita akan turun dengan kekuatan penuh," katanya.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Andreas Hua.
Dia mengingatkan Kemenkes untuk tidak egois dalam membuat kebijakan yang akan berdampak terhadap tenaga kerja di sektor industri tembakau. Dalam hal RPMK serta PP 28/2024. "Saya hanya ingin menegaskan bahwa jangan memikirkan ego diri sendiri, perhatikan juga faktor ketenagakerjaan dan industri, karena kami hidup dari industri. Uangnya mau, tapi rokoknya tidak," tegasnya.
Andreas menyatakan akan kembali turun ke jalan dengan lebih banyak lagi massa yang berkontribusi jika tuntutan buruh tidak didengar. Pasalnya sejumlah langkah untuk berdialog dengan Kemenkes telah dilakukan, namun dalam perjalanannya Kemenkes tidak menanggapi.
Ia mengatakan bahwa saat unjuk rasa, massa yang melakukan aksi hanya sebagian saja yang mencakup buruh dari industri tembakau, makanan, dan minuman. Akan tetapi, jika tidak didengar, peserta yang hadir bisa lebih banyak lagi. “Yang hadir saat ini hanya satu persen. Sekali lagi bila aspirasi kami tidak didengar, kita akan datang lagi dengan gelombang yang lebih besar," tuntutnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPP KSPSI), Jumhur Hidayat, dalam pandangannya menyerukan agar pemerintah menempatkan pekerja atau buruh dalam posisi penting dalam proses perumusan kebijakan. Karena dalam mengambil keputusan, pemerintah harus mempertimbangkan analisis yang matang, terutama terkait dampaknya terhadap para tenaga kerja.
"Setiap kebijakan seharusnya mempertimbangkan nasib pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut," kata Jumhur saat orasi di depan ribuan massa.
Ia pun menegaskan bahwa industri tembakau memiliki peran penting dalam menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang. Jika industri ini diberangus oleh regulasi yang tidak bijaksana, dampaknya akan sangat dirasakan oleh para buruh.
Terlebih, dia menyatakan kekhawatirannya terhadap kebijakan yang dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK), yang ia sebut sebagai sebuah bentuk kejahatan karena menghilangkan hak dasar seseorang untuk memiliki pekerjaan yang layak.
"Kebijakan yang tidak berpihak kepada tenaga kerja harus dilawan, karena PHK yang terjadi adalah sebuah tindak kejahatan. Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak, dan pemerintah seharusnya memahami hal ini sebelum mengambil keputusan yang akan berdampak luas," kata Jumhur.
DPP KSPSI telah sepakat bersama seluruh serikat buruh untuk terus melawan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil. Ia menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya tentang mempertahankan industri tembakau, tetapi juga melindungi hak-hak tenaga kerja yang berpotensi terdampak oleh kebijakan yang zalim.
Sementara itu, Ketua Umum PP FSP RTMM SPSI Sudarto AS mengungkapkan bahwa sebelum unjuk rasa yang dilakukan pada 10 Oktober lalu, pihaknya melakukan sejumlah langkah untuk berdialog dengan Kemenkes, namun dalam perjalanannya pihak Kemenkes tidak merespons suara para buruh.
“Kami sudah berkali-kali mengirim surat, mencoba audiensi, bahkan meminta pemerintah untuk berdialog, tapi semuanya tidak direspons. Karena itu, kami akhirnya memutuskan untuk turun ke Jakarta,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: