Tanggapi Pernyataan Nadia Tarmizi, DPN APTI sebut Seperti Kembali ke Masa Kolonial Belanda
Pernyataan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi bahwa diversifikasi tanaman adalah salah satu upaya bagus untuk mengendalikan rokok serta memastikan kesejahteraan petani, sebagai respons dari berbagai kekhawatiran tentang kesejahteraan petani tembakau jika produk rokok dibatasi.
Hal itu dikemukakan Siti Nadia saat berbicara dalam konferensi pers yang digelar Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) di Jakarta, Selasa (03/12/2024).
Menanggapi pernyataan tersebut, ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji berpandangan, pernyataan Siti Nadia Tarmizi telah menyakiti jutaan petani tembakau yang menggantungkan hidupnya dari tanaman tembakau.
Selain itu, kata Agus, isu diversifikasi tanaman tembakau merupakan bagian dari kampanye anti tembakau di Indonesia sebagai bentuk intimidasi dari industri farmasi global untuk meloloskan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Diversifikasi tanaman tembakau merupakan upaya penggiat anti tembakau untuk menghilangkan tembakau di Indonesia. Hal itu tertuang pada Pasal 17 dan Pasal 26 Ayat (3) dalam FCTC sudah dengan jelas mengatur diversifikasi tanaman tembakau ke tanaman lain," tegas Agus dihubungi di Jakarta, Rabu (04/12/2024).
Agus menambahkan, bahwa agenda diversifikasi tembakau yang ada dalam FCTC sengaja mematikan kehidupan petani tembakau. Padahal, tanaman tembakau masih dibutuhkan oleh sekitar 4 juta petani tembakau dan buruh tembakau untuk memenuhi hajat hidup ekonominya.
Seharusnya pemerintah memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam tanaman yang dianggap baik dan tidak kembali ke masa kolonial Belanda.
"Pemerintah tidak bisa memaksa petani beralih dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Kita ini tidak lagi hidup di zaman cultuurstelsel (tanam paksa),” kata Agus.
Agus mengingatkan bahwa Undang-Undang melindungi petani untuk bebas menanam tanaman yang dianggap menguntungkan. Di dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani jelas mengatur.
“Sekali lagi, petani tidak bisa dipaksa menanam tanaman lain. Pemerintah jangan asal ganti tanaman saja tanpa memikirkan dampaknya bagi petani tembakau,” tegas Agus.
Menurut Agus, jika ingin mengendalikan tanaman tembakau, seharusnya yang dikendalikan bukan soal diversifikasi di negeri sendiri, akan tetapi yang sangat perlu dikendalikan adalah masifnya rokok ilegal yang sangat jelas menggerus penerimaan negara, dan industri hasil tembakau legal di Indonesia.
Agus mewanti-wanti, jangan sampai jutaan petani menanam tembakau, tetapi tidak bisa menjualnya. Itu bentuk kedzaliman nyata.
"Berilah petani tembakau ruang kehidupan ekonomi di negeri sendiri," pungkas Agus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat