Pertumbuhan Ekonomi Asia Stabil, Kebijakan AS di Bawah Trump Berpotensi Picu Dampak Jangka Panjang

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik diperkirakan tetap stabil pada 2024 dan 2025. Namun, perubahan kebijakan perdagangan, fiskal, dan imigrasi Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump berpotensi memengaruhi prospek jangka panjang kawasan ini, demikian menurut laporan Asian Development Outlook (ADO) yang dirilis oleh Asian Development Bank (ADB).
ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia dan Pasifik sebesar 4,9% pada 2024, sedikit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,0%. Untuk 2025, angka tersebut diperkirakan turun menjadi 4,8%, sebagian besar disebabkan oleh melemahnya permintaan domestik di Asia Selatan. "Permintaan domestik dan ekspor yang kuat terus mendorong ekspansi ekonomi di kawasan ini. Namun, kebijakan-kebijakan pemerintahan AS yang baru dapat memperlambat pertumbuhan dan meningkatkan inflasi, khususnya di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan dampaknya juga dirasakan oleh perekonomian lain di Asia," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park, Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Baca Juga: Prabowo Pasang Target Ambisius Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Mungkinkah?
Menurut ADB, jika perubahan kebijakan AS diimplementasikan lebih cepat dari yang diantisipasi, dampak signifikan dapat terlihat mulai tahun 2026. Kebijakan tarif yang agresif diperkirakan akan mengurangi perdagangan internasional dan investasi, sementara pembatasan migrasi dapat memperketat pasokan tenaga kerja di AS. Dalam skenario berisiko tinggi, pertumbuhan ekonomi global berpotensi terkikis hingga 0,5 poin persentase secara kumulatif dalam empat tahun ke depan.
ADB juga mencatat bahwa kawasan Asia Tenggara menunjukkan prospek yang lebih positif. Proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2024 dinaikkan menjadi 4,7%, didukung oleh ekspor manufaktur yang lebih kuat dan belanja modal pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan di Asia Selatan, termasuk India, direvisi turun akibat lemahnya permintaan domestik. Proyeksi inflasi di kawasan Asia dan Pasifik juga dipangkas menjadi 2,7% untuk 2024 dan 2,6% untuk 2025, seiring moderasi harga minyak.
Baca Juga: Sektor Manufaktur Didorong Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi 8%
Terlepas dari risiko perubahan kebijakan AS, ADB optimis bahwa dampak terhadap negara berkembang di Asia dapat diminimalkan melalui diversifikasi perdagangan dan relokasi produksi. "Bahkan tanpa adanya dukungan kebijakan tambahan, pertumbuhan di RRT hanya akan melambat rata-rata 0,3 poin persentase per tahun hingga 2028," tambah Park.
ADB menegaskan komitmennya untuk menciptakan kawasan Asia dan Pasifik yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, sembari terus mengupayakan pemberantasan kemiskinan ekstrem.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: