- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Nilai Tukar Rupiah Berimbas Pada Industri Kelapa Sawit, GAPKI Angkat Bicara
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengungkapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi dampak depresiasi rupiah yang diprediksi berlangsung hingga tahun 2025 mendatang.
Eddy mengatakan bahwa langkah yang dimaksud akan lebih fokus pada pengadaan kebutuhan penting serta pengelolaan biaya produksi seperti pupuk, dan sarana prasarana lainnya.
Menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kian hari kian buruk ini secara langsung memberikan tekanan pada biaya produksi. Adapun naiknya biaya produksi tersebut terjadi pada komponen pupuk yang sebagian besar masih diimpor.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut juga mendorong peningkatan biaya produksi yang berimbas signifikan pada kenaikan harga minyak sawit di pasar domestik.
“GAPKI, sebagai langkah antisipasi, telah memesan kebutuhan pupuk untuk semester pertama tahun 2025 sejak September hingga November 2024,” jelas Eddy dikutip dari laman GAPKI, Selasa (24/12/2024).
Eddy juga menyebut bahwa sebagian besar pengiriman sudah dilakukan secara bertahap. Kendati terhalang beberapa faktor minor seperti sistem pembayaran yang harus menjadi atensi dari pihak-pihak terkait.
Terkait depresiasi rupiah, GAPKI juga menyarankan agar menggunakan pupuk lokal dari pemasok dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Menurutnya, langkah-langkah tersebut bisa membantu menekan dampak fluktuasi nilai tukar terhadap biaya produksi.
Baca Juga: Ungkap Mitos dan Fakta Kelapa Sawit, Jatmiko: Sawit adalah Anugerah
Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit dalam negeri, pihaknya juga menegaskan pentingnya pihak terkait untuk memperhatikan stabilitas kurs rupiah. Untuk diketahui, kurs yang dikatakan stabil berada di kisaran Rp15.000 hingga Rp15.500 per dolar AS. Menurutnya, angka tersebut tergolong stabil dan ideal bagi pengusaha sawit.
“Stabilitas ini akan menjaga daya saing dan kestabilan biaya produksi, sehingga industri kelapa sawit dapat terus menjadi salah satu penopang utama perekonomian nasional,” tutur Eddy.
GAPKI berharap dengan strategi antisipatif tersebut mampu menjaga agar industri kelapa sawit bertahan dan memberikan kontribusi positifnya bagi perekonomian Indonesia meski berada di ambang bayang depresiasi rupiah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: