Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Awal April 2025 membawa angin kencang ke pasar keuangan global. Dalam sepekan pertama bulan ini, bursa saham di berbagai penjuru dunia mengalami penurunan tajam, bahkan menjadi yang terparah sejak pandemi COVID-19.
S&P 500 dan Nasdaq di Wall Street masing-masing jatuh 9,1% dan 9,8% secara mingguan (WoW). Tidak hanya itu, Nikkei Jepang merosot 9,0% WoW dan Euro Stoxx 50 di Eropa melemah hingga 8,5% WoW.
Penyebab utama gejolak ini adalah pengumuman mengejutkan dari Presiden AS Donald Trump yang menyebut 2 April 2025 sebagai “Liberation Day” yanni momen dimulainya gelombang tarif impor baru secara besar-besaran.
Baca Juga: IHSG Hari Ini Diramal Terkoreksi Imbas Kekhawatiran Perang Dagang, Analis Sarankan 6 Saham Ini
Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk seluruh impor dan tarif lebih tinggi khusus untuk mitra dagang utama seperti China (34%) dan Uni Eropa (20%). Langkah tersebut memicu reaksi keras dari negara-negara mitra dagang.
China, sebagai salah satu yang paling terdampak langsung membalas dengan pengenaan tarif 34% atas semua produk AS, efektif mulai 10 April. Ketegangan ini menimbulkan ketidakpastian berkepanjangan yang dikhawatirkan akan memperpanjang era proteksionisme global.
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi pihak yang paling rentan, mengingat ketergantungan mereka pada arus perdagangan dan investasi asing. Efek lanjutan pun diprediksi akan menghantam pasar ekuitas Indonesia ketika perdagangan kembali dibuka setelah libur Lebaran.
Baca Juga: BEI Buka Suara soal IHSG yang Anjlok di Google
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Tasrul Tanar, memperkirakan IHSG pada Selasa (8/4/2025) akan terkoreksi pada downtrend jangka menengah yang relatif kuat (r-squared = 0.8848) sejak 136 hari perdagangan terakhir.
Sejumlah indikator teknikal seperti MFI, RSI, W%R, dan CMO yang sudah masuk area overbought memperkuat potensi koreksi. Bahkan pada Bollinger Bands, IHSG masih berada di atas center line, menunjukkan tekanan jual belum usai. Volume demand tercatat lebih kecil dibanding supply, meskipun asing masih melakukan net buy.
Secara teknikal, sejumlah saham unggulan juga menunjukkan sinyal rawan koreksi:
- BBNI ditutup di 4.240 (-0,24%) dan disarankan trading sell. Target harga berada di 3.710 (-12,50%) dengan cut loss di 3.619. Meskipun dalam tren naik jangka menengah, harga mulai menjauh dari lower band dan berada dalam kondisi jenuh beli.
- BBRI justru menguat 1,25% ke 4.050, tetapi juga disarankan untuk trading sell. Target harga di 3.360 (-17,04%) dengan cut loss di 3.310. Harga masih dalam pola penurunan jangka menengah dengan tekanan jual di area atas.
- BBCA terkoreksi ke 8.500 (-0,29%) dan berpotensi turun ke 8.125 (-4,41%) dengan batas cut loss di 7.800. Indikator teknikal memperlihatkan sinyal jenuh beli, sementara posisi harga masih di bawah center line Bollinger Bands.
Baca Juga: IHSG Bisa Terpuruk ke Level 5.000, Imbas Tarif Impor Trump
Di tengah tekanan pasar saham, obligasi pemerintah menjadi pilihan yang lebih aman. Bank Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas Rupiah dan pasar obligasi melalui berbagai kebijakan seperti intervensi cadangan devisa dan penyesuaian kebijakan moneter yang lebih agresif.
Dengan dinamika pasar yang semakin tajam dan proteksionisme yang kian meluas, investor disarankan untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, terutama dalam memilih aset investasi jangka pendek.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: