HIPMI Dorong Perlindungan Industri Hulu Tekstil Demi Masa Depan Ekonomi Nasional
Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyerukan pentingnya perlindungan terhadap industri hulu tekstil nasional menyusul keputusan pemerintah yang menolak usulan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk partially oriented yarn (POY) dan draw textured yarn (DTY).
Meskipun keputusan tersebut menimbulkan kekhawatiran, HIPMI tetap optimistis bahwa momentum ini dapat menjadi titik balik untuk memperkuat arah kebijakan industri nasional ke depan.
Sekretaris Jenderal BPP HIPMI, Anggawira, menyoroti bahwa Indonesia sejatinya memiliki keunggulan strategis yang langka, yakni ekosistem tekstil dan produk tekstil (TPT) yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Hanya sedikit negara seperti China dan India yang mampu menyaingi keunggulan ini.
“Kita punya potensi besar untuk mandiri dalam penyediaan bahan baku tekstil. Tapi tanpa proteksi yang adil, sektor hulu akan terus tertekan oleh membanjirnya produk murah dari luar negeri. Kami ingin ini menjadi momentum untuk menyempurnakan arah kebijakan industri yang menyeluruh,” ujarnya.
HIPMI berharap pemerintah mulai menimbang kebijakan perdagangan bukan hanya dari sisi harga jangka pendek atau tekanan kelompok tertentu, tetapi lebih kepada strategi jangka panjang untuk menjaga keseimbangan antara sektor hulu dan hilir. Dengan pendekatan ini, seluruh rantai industri tekstil bisa berkembang secara berkelanjutan dan saling menguatkan.
Anggawira menambahkan, tekanan terhadap industri hulu seperti produsen benang dan kain greige tak bisa dibiarkan terus terjadi. Tanpa intervensi tarif protektif yang adil, utilisasi mesin pabrik bisa menurun drastis, pekerja kehilangan pekerjaan, dan ketergantungan terhadap bahan baku impor makin besar.
Baca Juga: Siap Serap 1.250 Tenaga Kerja, Dirjen IKFT Resmikan Pabrik Tekstil di Bandung
“Kami di HIPMI tetap percaya bahwa solusi bisa dicapai jika pemerintah dan pelaku industri duduk bersama mencari titik temu. Prinsipnya, melindungi hulu bukan berarti mematikan hilir, justru ini soal menjaga kesinambungan agar kedua sektor tetap bisa tumbuh bersama,” tegasnya.
HIPMI pun mendorong pemerintah meninjau kembali kebijakan ini, sekaligus membuka ruang dialog konstruktif antara para pemangku kepentingan industri tekstil nasional. Langkah ini penting agar kebijakan yang diambil ke depan benar-benar mencerminkan semangat pembangunan industri nasional yang berkeadilan dan berdaya saing global.
Dengan komitmen bersama dan strategi yang tepat, HIPMI meyakini industri tekstil Indonesia, baik hulu maupun hilir, dapat menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional serta penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: