Pinjaman Rp24,5 Triliun dari Bank Dunia Dialokasikan Pemerintah untuk Sulap Rumah Kumuh Jadi Layak
Kredit Foto: Uswah Hasanah
Pemerintah Indonesia menggandeng Bank Dunia melalui pinjaman sebesar US$1,5 miliar atau sekitar Rp24,5 triliun guna mempercepat transformasi kawasan kumuh menjadi hunian produktif. Program ini menjadi bagian dari target pembangunan 3 juta rumah pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Pinjaman ini difokuskan untuk membiayai skema inovatif Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang tak hanya memperbaiki rumah tidak layak huni, tetapi juga mendorong aktivitas ekonomi masyarakat penerima manfaat.
Direktur Jenderal Kawasan Permukiman, Fitrah Nur, menyatakan bahwa pendekatan kali ini berbeda dari skema sebelumnya. Penataan kawasan kumuh dan renovasi rumah tidak layak huni akan digabung dalam satu paket intervensi.
Baca Juga: Kementerian PKP Buka Peluang Pembiayaan Internasional Untuk Program 3 Juta Rumah
“Tak lagi hanya menata kawasan kumuh, kami juga menyasar langsung ke rumah-rumah tidak layak huni di dalam kawasan tersebut. Satu paket bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus,” ujar Fitrah usai rapat koordinasi dengan Bappenas di Kantor Bappenas, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Salah satu program utama dalam skema ini adalah Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tematik. Jika sebelumnya BSPS hanya berfokus pada renovasi struktural, kini pemerintah mengarahkannya untuk menciptakan rumah yang memiliki fungsi ekonomi, seperti homestay, kios, atau unit usaha kecil keluarga.
“Bukan hanya atap dan tembok, kami ingin rumah menjadi sumber penghidupan,” ujar Fitrah.
Selain BSPS, pemerintah tengah merancang insentif bagi pengembang yang membangun apartemen murah dan hunian vertikal berbasis Transit Oriented Development (TOD). Dukungan tersebut mencakup penyediaan lift dan instalasi pemadam kebakaran, dua fasilitas vital yang selama ini kerap terabaikan karena biaya tinggi.
Baca Juga: Dorong Program 3 Juta Rumah, Danantara Siap Suntik Rp130 Triliun Lewat Skema KUR
Fitrah menjelaskan bahwa seluruh rencana ini masih dalam proses pengkajian bersama Bappenas sebelum diajukan untuk asesmen Bank Dunia. Jika disetujui, implementasi program diperkirakan dimulai pada 2026.
Menteri PKP, Maruarar Sirait, menyatakan bahwa bunga pinjaman Bank Dunia berada dalam kisaran 6–7 persen, yang dinilai kompetitif. Menurutnya, pendanaan ini akan memperkuat program unggulan pemerintah dalam mengatasi backlog perumahan nasional.
Sementara itu, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menekankan bahwa persoalan perumahan tidak semata soal anggaran. Ia menyebut tiga tantangan utama dalam pembangunan hunian di Indonesia, yaitu keterbatasan lahan, kerumitan perizinan, dan lambannya proses konstruksi.
Fahri mendorong kolaborasi dan pembelajaran dari negara lain dalam mengatasi tantangan tersebut. “Kalau Jepang bisa bangun rumah cepat, Singapura unggul dalam pengelolaan lahan, dan China dengan skala masifnya, kenapa kita tidak belajar? Bahkan Qatar pun siap bantu,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri