Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soroti Satgas Penataan Kawasan Hutan, IAW Beri Usulan Agar Hak Masyarakat Terjamin

        Soroti Satgas Penataan Kawasan Hutan, IAW Beri Usulan Agar Hak Masyarakat Terjamin Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Langkah Satgas Penataan Kawasan Hutan (Satgas PKH) dalam menjalankan amanat Perpres No. 5 Tahun 2025 menuai sorotan tajam. Pelaksanaan tugas Satgas dinilai tidak seimbang, terutama dalam menindak pelanggaran antara masyarakat kecil dan perusahaan besar.

        Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menilai penertiban yang dilakukan Satgas kerap menyasar warga, namun cenderung mengabaikan pelanggaran oleh korporasi besar. Ia mencontohkan operasi Satgas di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, yang menumbangkan kebun sawit milik 47 keluarga pada 15 Mei 2025 berdasarkan SK Balai TN Tesso Nilo No. SP.103/TNTN/2025.

        “Namun uniknya, ada kebun sawit PT. Hutan Kencana sekitar 12.000 ha di hutan produksi yang izinnya sedang dipersoalkan di Pekanbaru. Kebun itu hanya berjarak sekitar 4KM dari yang dirubuhkan tersebut, tetapi itu justru tidak disentuh. Bagaimana Satgas menjawab hal ini?” kata Iskandar, Kamis (10/7/2025).

        Iskandar juga menyoroti ketimpangan serupa dalam proyek strategis nasional Rempang Eco City. Menurutnya, perubahan status kawasan konservasi menjadi hutan produksi terbatas yang ditetapkan melalui SK Menteri LHK No. 299/2024 telah meminggirkan hak-hak masyarakat adat tanpa kompensasi yang adil. Namun Satgas PKH tetap diam.

        “Status hutan dengan sesuka dan secepat-cepatnya dirubah KLHK, walau masyarakat adat terusir tanpa ganti rugi. Sementara Satgas PKH yang ditugasi menertibkan hutan justru diam saja mencermati semua hal tersebut. Bagaimana rasionalitas kita untuk memahami hal itu?” ucapnya.

        Baca Juga: Tak Ingin Direlokasi, Warga Enam Desa Tawarkan Solusi Hijau Demi Masa Depan Hutan Riau

        Menurut Iskandar, kecenderungan ini mencerminkan adanya praktik standar ganda. Ia menyebut upaya penataan lahan kini rawan disusupi kepentingan privatisasi, terlebih saat pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada BUMN dan dialihkan lagi ke pihak ketiga tanpa legalitas yang jelas.

        “Sehingga tidak menjadi salah jikalau publik mengkategori kinerja Satgas PKH berstandar ganda. Ada yang sawitnya dicabuti, namun teramat banyak sawit yang malah dirawat di atas hutan oleh Satgas yang dititipkan ke BUMN. Lalu sekarang BUMN menitipkan lagi ke pihak lainnya tanpa dasar hukum yang valid. Amburadul sekali!” tegasnya.

        Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam LHP No. 08/XV/2022 turut dibeberkan. Iskandar mengungkap bahwa lebih dari separuh skema kemitraan kehutanan justru melibatkan koperasi bodong. Ia memperingatkan potensi kesalahan serupa bisa terulang dalam kinerja Satgas PKH jika pola kemitraan dengan BUMN dan lembaga lain tidak dikaji secara kritis.

        “Semoga tidak terealisasi dengan tak seharusnya DIPA Satgas PKH No. SP.DIPA-024.01.1.689380/2025 yang disebut-sebut mengalir Rp142 miliar ke PT. GN yang dikenal sebagai vendor PT. HK saat Satgas PKH mencabuti kebun sawit rakyat. Supaya tidak menjadi temuan auditor keuangan negara!” sindir Iskandar.

        Lebih jauh, Iskandar menyampaikan bahwa praktik pengabaian hak masyarakat adat juga tampak dalam sejumlah konflik agraria. Di Riau, Komunitas Bathin Sobanga kehilangan 650 hektare tanah ulayat meski memiliki bukti resmi sejak zaman kolonial. Di Tapanuli, Sumatera Utara, hutan adat warga juga diambil alih menjadi kawasan hutan negara tanpa persetujuan.

        “Hal itu tidak pernah terlihat disentuh oleh kinerja Satgas PKH. Lalu berkinerja seperti apa mereka selama ini? Apakah memang seperti itu perintah Presiden Prabowo Subianto? Kami ragu jika Presiden berkeinginan seperti kinerja Satgas PKH,” kritik Iskandar.

        Baca Juga: Presiden Prabowo Tunjuk Pramudya Iriawan Jadi Dirut Baru BPJS Ketenagakerjaan

        Sebagai langkah korektif, IAW mendorong dilakukannya audit menyeluruh terhadap koperasi dan badan hukum mitra Satgas PKH. Selain itu, praktik penyerahan pengelolaan kawasan ke BUMN pun perlu dievaluasi agar tidak menjadi celah penyimpangan dan konflik berkepanjangan.

        Untuk memperkuat pengawasan publik, Iskandar mengusulkan pembentukan Dewan Pengawas Sipil independen yang melibatkan lembaga seperti Komnas HAM, WALHI, Dewan Adat Nasional, BPKP, serta akademisi. IAW juga mendesak agar pejabat yang diduga merekayasa kebijakan kehutanan diperiksa secara transparan.

        “Hukum itu jangan seperti pisau, tajam ke bawah, tumpul ke atas. Satgas PKH seharusnya jadi penyelamat hutan, bukan menjadi jembatan privatisasi,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: