Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IESR Desak Prabowo-Gibran Segera Rancang Strategi Transportasi Rendah Emisi

        IESR Desak Prabowo-Gibran Segera Rancang Strategi Transportasi Rendah Emisi Kredit Foto: IESR
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Institute for Essential Services Reform (IESR), mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka segera menyusun dan menerapkan strategi mobilitas rendah emisi dan berkelanjutan.

        Desakan ini dilatarbelakangi oleh ViriyaENB dan Drive Electric Campaign meluncurkan laporan Indonesia Sustainable Mobility Outlook (ISMO) 2025 pada Senin (14/7/2025). Laporan ini menekankan perlunya strategi terpadu berbasis pendekatan Avoid–Shift–Improve (ASI) untuk menekan emisi transportasi hingga 76 persen pada 2060.

        CEO IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, tanpa strategi dekarbonisasi yang terkoordinasi, emisi sektor transportasi yang saat ini mencapai 202 juta ton CO2 per tahun bisa melonjak hampir tiga kali lipat pada 2060. 

        “Dari hasil pemodelan kami, pada tahun 2050 jarak tempuh per kapita diperkirakan melonjak hingga dua kali lipat. Tanpa strategi dekarbonisasi sektor transportasi, lonjakan ini akan memperburuk kemacetan, kenaikan impor bahan bakar minyak, dan polusi udara yang memperparah krisis kesehatan dan beban fiskal,” ujar Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (14/7/2025).

        Baca Juga: PLN IP dan IESR Perkuat Sinergi Percepatan Transisi Energi

        Fabby mengatakan jika tidak segera diatasi, maka Presiden Prabowo harus melupakan cita-cita pertumbuhan ekonomi 8 persen di akhir 2029 dan mengubur impian Indonesia Emas 2045 karena biaya ekonomi yang semakin besar dari sistem transportasi saat ini. Oleh karena itu, dekarbonisasi sektor transportasi sangat mendesak untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. 

        Laporan ISMO 2025 mengidentifikasi 80 persen emisi dari sektor transportasi berasal dari sub sektor transportasi jalan. Kondisi ini dipicu oleh tingginya mobilitas dengan mobil penumpang pribadi, angkutan barang, dan sepeda motor. Akibatnya, emisi dari transportasi jalan didominasi oleh mobil (35%), diikuti angkutan barang (30%), sepeda motor (28%), dan bus (6%).

        Baca Juga: Registrasi NEV China Capai Rekor 5,62 Juta Unit pada Paruh Pertama 2025

        Analis Kebijakan Lingkungan IESR, Ilham R F Surya, menyoroti lemahnya daya tarik transportasi umum di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. “Komuter masih enggan menggunakan angkutan publik karena akses terbatas, waktu tempuh tak menentu, dan ketidakpastian jadwal,” katanya.

        IESR menekankan pentingnya strategi Avoid lewat pengembangan kota berbasis transportasi publik (Transit Oriented Development/TOD) dan pengelolaan perjalanan (Traffic Demand Management), seperti sistem ganjil-genap dan congestion pricing.

        Untuk strategi Improve, IESR merekomendasikan insentif fiskal dan nonfiskal bagi kendaraan listrik, peningkatan standar bahan bakar seperti EURO IV, serta diversifikasi pasar produsen untuk menurunkan harga kendaraan ramah lingkungan.

        Baca Juga: Bahlil: Brazil Jadi Referensi RI dalam Pengembangan Bioetanol

        Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, Faris Adnan Padhilah, menyatakan bahwa penerapan terpadu strategi ASI berpotensi menurunkan emisi puncak pada 2030 sebesar 18 persen, dari 201 juta ton menjadi 164 juta ton CO₂. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: