Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IESR: Kelebihan Pasokan Listrik Hambat Operasional Pembangkit EBT

IESR: Kelebihan Pasokan Listrik Hambat Operasional Pembangkit EBT Kredit Foto: PLN IP
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengejar target bauran energi terbarukan. Laporan terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan adanya sejumlah pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) yang secara teknis siap beroperasi, namun tertahan masuk ke sistem kelistrikan nasional.

Koordinator Transisi Sistem Tenaga Listrik IESR, Dwi Cahya Agung, mengungkapkan bahwa terdapat potensi kapasitas terpasang sebesar 1.188 megawatt (MW) yang sebenarnya sudah bisa memasuki tahap operasional komersial atau Commercial Operation Date (COD).

Rinciannya mencakup PLTA sebesar 695 MW, PLTP 251 MW, Bioenergi 41 MW, dan PLTS sebesar 201 MW. Beberapa di antaranya bahkan telah mendapat izin operasi berdasarkan laporan semester I Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca Juga: PLN UIP JBT Gerakkan Srikandi Care 2025, Fokus Turunkan Stunting di Desa Ring 1 PLTA Upper Cisokan

"Dari data tersebut, beberapa pembangkit sudah diizinkan untuk beroperasi secara komersial, seperti PLTA Merangin (350 MW), serta PLTP di Lumut Balai, Ijen, dan Salak (105,2 MW)," ujar Dwi kepada Warta Ekonomi, Selasa (16/12/2024).

Kendala Oversupply dan Permintaan Rendah

Analisis IESR mengidentifikasi bahwa belum diizinkannya pembangkit-pembangkit hijau ini beroperasi kemungkinan besar dipicu oleh kondisi pasokan listrik di daerah terkait yang masih mencukupi. Terjadi ketidaksesuaian antara proyeksi pertumbuhan permintaan (demand) dengan realitas di lapangan.

Keterlambatan COD ini berdampak langsung pada capaian bauran energi nasional yang pada semester I-2024 baru menyentuh angka 16,32 persen. Angka ini masih jauh dari target awal tahun 2025 sebesar 23 persen, yang kini telah direvisi menjadi 19 persen melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Dwi menjelaskan, salah satu penghambat utama adalah masih banyaknya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara yang masuk dalam pipa perencanaan dan tahap konstruksi. Hal ini mempersempit ruang integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Baca Juga: PLTU Cirebon 1 Milik Jepang Tak Jadi Dipensiunkan, Ini Alasannya

"Pemerintah terlambat mengantisipasi perkembangan global dan melakukan mitigasi dalam perencanaan suplai dan kebutuhan listrik. Pada periode 2019-2024, proyeksi permintaan yang diharapkan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi tidak terjadi, sementara pembangunan pembangkit batu bara terus berjalan. Hal ini membuat terjadi oversupply," jelasnya.

Ketidakpastian Regulasi

Selain faktor teknis suplai, IESR menyoroti persoalan regulasi yang dinilai masih memproteksi status quo. Meski pemerintah telah menerbitkan berbagai aturan mulai dari Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 hingga Perpres Nomor 112 Tahun 2022, implementasinya di lapangan dianggap tidak memberikan dampak signifikan.

"Tidak adanya mekanisme evaluasi dan monitoring yang jelas, transparan, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan menjadi faktor kunci kenapa kebijakan yang ada tidak bisa mendorong pengembangan energi terbarukan," tegas Dwi.

Baca Juga: Bauran EBT Jauh dari Target 2025: IESR Soroti Tiga Hambatan Struktural

Di sisi lain, proses pengadaan di internal PLN juga dianggap masih terganjal birokrasi perizinan yang rumit, tumpang tindih akuisisi lahan, serta kurangnya transparansi. IESR mencatat, hingga saat ini belum ada pengadaan EBT skala besar yang murni berhasil melalui proses lelang yang transparan.

"Keberhasilan commissioning dari PLTS Terapung Cirata bukan terjadi karena melalui proses pengadaan yang baik dan transparan, namun lebih karena adanya pendekatan bilateral dan dimasukkan sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN)," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: