Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pembentukan 80 Ribu Koperasi Desa, Solusi atau Bom Waktu?

        Pembentukan 80 Ribu Koperasi Desa, Solusi atau Bom Waktu? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah berencana membentuk 80 ribu unit Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) sebagai strategi pengentasan kemiskinan. Namun, rencana ini menuai kekhawatiran soal risiko gagal bayar, moral hazard, hingga lemahnya kualitas tata kelola di tingkat desa.

        Peneliti Pusat Ekonomi Digital dan UMKM INDEF, Fadhila Maulida, menyatakan pendanaan besar tanpa kesiapan kelembagaan dapat menjadi bumerang.

        “Dengan latar belakang SDM yang seperti tadi, khawatirnya tidak memiliki tata kelola yang baik. Apakah pinjaman ini akan terbayarkan? Itu yang menjadi PR-nya,” ujarnya dalam diskusi publik, Selasa (29/7/2025).

        Baca Juga: Pemerintah Optimalisasi MBG, Kopdes Merah Putih, dan Pembangunan Tiga Juta Rumah

        Setiap unit KDMP disebut akan mendapat dana Rp3–5 miliar. Jika dikalikan dengan target 80 ribu koperasi, total kebutuhan anggaran mencapai Rp240–400 triliun. Skema pendanaan berasal dari dana desa, APBN, APBD, pinjaman Himbara, hingga CSR dan hibah.

        Fadhila menyoroti potensi moral hazard, terutama jika dana bersumber dari hibah. “Kalau telah mendapatkan bantuan dari pemerintah, tingkat kemauan untuk membayar itu biasanya rendah,” ujarnya.

        Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Pakai SAL untuk Modal Kopdes Merah Putih, Bukan Likuiditas Bank

        Data INDEF menunjukkan bahwa 50% kepala desa masih berpendidikan SMA/sederajat. Rendahnya kapasitas SDM dan pendekatan top-down dalam pembentukan koperasi berpotensi menimbulkan elitisasi, lemahnya partisipasi warga, dan minimnya rasa kepemilikan.

        “Skema top-down dan alokasi dana besar lawan elite capture dan moral hazard,” ujar Fadhila. Ia mengusulkan penguatan kapasitas pengurus koperasi, pelaporan keuangan berbasis digital, serta sistem evaluasi menyeluruh untuk mencegah kegagalan.

        Jika tak dikelola dengan cermat, ambisi menjadikan koperasi sebagai alat pemerataan ekonomi justru dapat menjadi beban fiskal baru bagi negara.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Azka Elfriza
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: