Target Net Zero Emission Kemenperin 10 Tahun Lebih Cepat dari Nasional, Kenapa?
Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Kementerian Perindustrian telah menetapkan target net zero emission (NZE) untuk sektor industri manufaktur pada tahun 2050, atau 10 tahun lebih cepat dari target nasional sejak tiga tahun lalu.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 di Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Baca Juga: Pacu Jalur Motor Penggerak Perekonomian Daerah
“Sasaran tersebut adalah tuntutan dari market saat ini. Oleh karena itu, upaya kita bersama, pemerintah dan pelaku industri untuk meningktakn daya saing dan nilai tambah, termasuk kami ingin mempercepat produk-produk hijau yang ada di Indonesia bisa lebih berdaya saing dibandingkan negara-negara kompetitor,” ungkapnya, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Kamis (21/8).
Dirinya pun menjelaskan terdapat berbagai faktor, baik dari dalam maupun luar negeri yang mempengaruhi transformasi menuju industri hijau saat ini.
Sedikitnya terdapat empat faktor utama yang saat ini mendorong sekaligus menantang perjalanan industri manufaktur Indonesia dalam beradaptasi menuju arah yang lebih berkelanjutan.
“Ada empat faktor utama yang akan saya sampaikan. Pertama, adanya tuntutan konsumen terhadap produk hijau,” kata Menperin.
Terkait tuntutan konsumen, Menperin menjelaskan, pasar dunia kini semakin selektif karena konsumen cenderung memilih produk yang ramah lingkungan, memiliki transparansi jejak karbon, serta nilai keberlanjutan yang jelas. “Apalagi, generasi Z di berbagai belahan dunia semakin peduli pada produk hijau. Ini menjadi peluang besar
Faktor kedua, yakni meningkatnya pembiayaan hijau. Lembaga keuangan domestik maupun internasional kini memprioritaskan proyek-proyek yang sesuai dengan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), sehingga membuka peluang bagi industri yang siap berinovasi.
“Selanjutnya, ketiga adalah penyiapan kebijakan pemerintah melalui peta jalan dekarbonisasi industri, insentif fiskal, kemudahan investasi, hingga regulasi efisiensi sumber daya juga menjadi pendorong utama,” ujarnya.
Faktor keempat yang menjadi tantangan serius adalah mekanisme perdagangan global seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Uni Eropa, yang akan mengenakan biaya tambahan pada produk dengan jejak karbon tinggi. “Industri Indonesia harus bersiap memenuhi standar rendah emisi agar tetap kompetitif,” imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait: