Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menekankan kekerasan seksual di institusi pendidikan tidak bisa ditoleransi.
Hal tersebut disamampaikan Menteri PPPA menanggapi dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum guru terhadap 23 murid sekolah dasar di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.
Baca Juga: Periklanan Jadi Industri dengan Peluang Pertumbuhan Tinggi
Menteri PPPA mengecam kasus tersebut dan mendorong aparat kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan terduga pelaku yang masih buron dapat segera ditangkap.
“Kemen PPPA mengecam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oknum guru pada 23 orang murid sekolah dasar di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara. Kekerasan seksual di institusi pendidikan tidak bisa ditoleransi, karena lingkungan sekolah dan guru seharusnya menjadi tempat aman bagi anak. Kami minta pihak kepolisian dapat melaksanakan proses hukum secara tegas tanpa toleransi. Indonesia memiliki Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang dalam kasus ini adalah delik biasa, dapat diproses hukum tanpa adanya pengaduan dari pihak korban atau keluarga korban,” tegasnya, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Senin (1/9).
Menteri PPPA menyampaikan asesmen awal terhadap para korban telah dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) dan pendampingan psikologis kepada korban juga sudah mulai dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas P3Ap2KB) Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Berdasarkan asesmen yang dilakukan, 23 anak telah mengakui mengalami pelecehan seksual, namun hanya 5 orang yang berani melaporkannya ke pihak manajemen sekolah, dan berani berterus terang pada tahap pendampingan psikologis.
“Kemen PPPA melalui layanan pengaduan kekerasan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 akan terus berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Labuhanbatu Selatan untuk memastikan pendampingan psikologis dan dukungan proses hukum bagi anak-anak korban. Kami tidak ingin ada lagi anak yang memendam trauma sendirian. Mereka membutuhkan bantuan agar berani bicara dan mengakui kekerasan yang dialami. Dengan begitu, kami bisa memberikan pendampingan serta pemulihan secara menyeluruh. Masa depan anak-anak itu masih panjang, kita semua harus bekerja sama memberikan perlindungan terbaik,” ujar Menteri PPPA.
Dugaan kasus ini mencuat setelah lima orang tua murid melaporkan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh tersangka ANS (31 tahun) yang berprofesi sebagai guru olahraga di salah satu SD Negeri Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Tindakan kekerasan seksual tersebut diduga telah berlangsung sejak Agustus 2024, dengan modus memeluk dan meraba bagian tubuh murid saat pelajaran berlangsung.
Atas perbuatan yang dilakukan, terduga pelaku dapat dijerat dengan tindak pidana pencabulan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Hukuman tersebut dapat diperberat hingga sepertiga karena tersangka merupakan tenaga pendidik, dan melibatkan lebih dari satu anak sebagai korban.
Selain hukuman pokok, tersangka juga dapat dikenai sanksi tambahan berupa pengumuman identitas, rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik, sebagaimana diatur dalam pasal 82 ayat (5) dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait: