Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Keyakinan Konsumen Turun ke Titik Terendah Tiga Tahun, Emiten Mana yang Layak Dikoleksi?

        Keyakinan Konsumen Turun ke Titik Terendah Tiga Tahun, Emiten Mana yang Layak Dikoleksi? Kredit Foto: Uswah Hasanah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Keyakinan konsumen Indonesia merosot ke titik terendah dalam tiga tahun terakhir pada September 2025, menandakan meningkatnya kehati-hatian masyarakat dalam berbelanja di tengah tekanan harga pangan dan lemahnya pendapatan rumah tangga. 

        Namun, riset Kiwoom Sekuritas Indonesia menilai stimulus pemerintah berpotensi menjaga momentum konsumsi, khususnya di segmen ritel kebutuhan harian.

        Menurut data Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September tercatat 115, turun dari 117,2 pada Agustus. 

        Meski masih berada di zona optimistis, posisi ini merupakan yang terendah sejak 2022. Pelemahan sentimen terjadi akibat meningkatnya beban pengeluaran dan minimnya pemulihan pendapatan di kelompok menengah bawah.

        Baca Juga: Dana Asing Banjiri Pasar Saham, IHSG Sentuh Level Rekor

        Sebagai respons, pemerintah menyiapkan stimulus tambahan senilai Rp16,23 triliun pada kuartal IV 2025 untuk menopang daya beli lebih dari 30 juta keluarga penerima manfaat. Insentif tersebut meliputi bantuan pangan, program padat karya bagi 600 ribu pekerja, serta diskon transportasi 12–14 persen untuk tiket pesawat selama libur Natal dan Tahun Baru.

        Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia memperkirakan, dampak stimulus akan terasa paling cepat di ritel kebutuhan harian seperti minimarket dalam 1–2 bulan pertama setelah penyaluran bantuan sosial. 

        “Biaya transportasi yang lebih murah saat musim liburan juga dapat mendorong trafik pusat belanja dan pariwisata,” tulis riset tersebut, Jumat (10/8/2025). 

        Namun, efektivitas kebijakan disebut sangat tergantung pada kecepatan realisasi dan distribusi di lapangan.

        Sektor consumer staples seperti makanan dan minuman pokok dinilai masih tangguh karena permintaan yang bersifat inelastis. Meski demikian, Kiwoom mencatat fenomena trading down, yakni konsumen beralih ke kemasan kecil atau merek private label untuk menekan pengeluaran. 

        "Sebaliknya, consumer discretionary seperti fesyen, elektronik, dan produk rekreasi cenderung melemah akibat penundaan belanja besar dan tekanan pada margin laba," jelas Kiwoom.

        Analis menilai sejumlah emiten berpotensi tetap defensif di tengah perlambatan konsumsi, antara lain Indofood CBP (ICBP), Mayora (MYOR), dan Sido Muncul (SIDO), berkat margin stabil dan portofolio produk kebutuhan dasar.

        Baca Juga: Dana Asing Rp1 Triliun Masuk RI Saat IHSG Meroket 1%, Saham-saham Ini Diborong

        Untuk ritel kebutuhan harian, Alfamart (AMRT) dan Alfamidi (MIDI) disebut akan menjadi penerima awal efek stimulus, sementara Ramayana Lestari Sentosa (RALS) berpotensi diuntungkan dari peningkatan belanja menjelang musim liburan. 

        "Di rantai pasok pangan, Buyung Poetra Sembada (HOKI), Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), dan Japfa Comfeed (JPFA) diperkirakan ikut terdorong bila daya beli lapisan bawah membaik," ungkap Kiwoom.

        Namun, sektor consumer discretionary masih memerlukan katalis tambahan seperti stabilisasi harga pangan dan percepatan realisasi stimulus agar dapat pulih. 

        "Dalam jangka pendek, posisi underweight terhadap saham sektor non-pokok masih dianggap rasional hingga terlihat pemulihan nyata pada trafik dan margin laba," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: