Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Pemerintah diminta tidak sekadar fokus pada pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB), tetapi juga melakukan restrukturisasi pembiayaan dan perbaikan tata kelola agar proyek serupa di masa depan lebih efisien dan berdampak ekonomi luas.
Rekomendasi itu mengemuka dalam webinar “Pelajaran Ekonomi Politik dan Warisan Kebijakan Jokowi: Bagaimana Membayar Utang Kereta Cepat” yang digelar Rabu (22/10/2025).
Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Rizsa Idris, menilai opsi paling realistis dalam jangka pendek adalah restrukturisasi utang KCJB yang bernama Whoosh itu.
Menurutnya, beban bunga pinjaman yang mencapai sekitar Rp2 triliun per tahun tidak sebanding dengan pendapatan tiket yang hanya sekitar Rp1,5 triliun.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Tegaskan Status KCJB Whoosh: Proyek Bisnis atau Barang Publik
“Tanpa restrukturisasi, beban itu akan terus menekan kinerja keuangan KAI dan konsorsium. Satu-satunya jalan adalah memperpanjang tenor atau menegosiasi ulang bunga agar lebih ringan,” ujar Handi.
Handi menambahkan, proyek KCJB sebenarnya masih berpotensi menciptakan nilai ekonomi jika dikembangkan lebih jauh.
Ia menyebut, rencana memperluas rute hingga Jakarta–Surabaya dapat membuka peluang investasi baru serta mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.
“Rata-rata kereta cepat di negara lain beroperasi di rute menengah atau panjang. Kalau diperluas, proyek ini bisa menjadi motor pengembangan ekonomi Jawa,” katanya.
Namun, potensi tersebut hanya bisa tercapai jika pemerintah memperbaiki tata kelola pengambilan keputusan proyek strategis.
Peneliti Paramadina Public Policy Institute Rosyid Jazuli menilai, masalah utama KCJB terletak pada lemahnya governance antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Keputusan proyek sebesar ini seharusnya melibatkan proses pengawasan yang transparan. Di banyak kasus, keputusan besar malah diambil hanya melalui regulasi setingkat menteri tanpa pembahasan menyeluruh,” ucap Rosyid.
Baca Juga: Luhut Akui Proyek Whoosh Sudah Bermasalah Sejak Awal: 'Waktu Saya Masuk, Sudah Busuk'
Menurut Rosyid, praktik tersebut menimbulkan ketidakseimbangan dan berpotensi menurunkan akuntabilitas fiskal negara.
Sementara itu, Direktur Program INDEF Eisha M. Rachbini menekankan bahwa pemerintah harus menjadikan KCJB sebagai pembelajaran kebijakan ekonomi agar kesalahan serupa tidak berulang. Setiap proyek infrastruktur besar, katanya, wajib diawali dengan studi kelayakan dan analisis biaya-manfaat yang berbasis data.
“Selama proses perencanaan tidak dilakukan dengan kajian matang, risiko keuangan akan selalu muncul dan akhirnya dibebankan ke negara,” kata Eisha.
Mereka sepakat dalam penyelesaian anggaran Whoosh, restrukturisasi utang saja tidak cukup. Pemerintah perlu memastikan tata kelola proyek besar berjalan transparan, partisipatif, dan akuntabel agar dapat mengembalikan kepercayaan publik serta menarik kembali minat investor untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: