Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bukan Proyek Mahal, Ternyata Segini Hitungan Biaya Kereta Cepat!

        Bukan Proyek Mahal, Ternyata Segini Hitungan Biaya Kereta Cepat! Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peneliti Senior INSTRAN, Deddy Herlambang, menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) bukanlah proyek yang mahal sebagaimana banyak dikira publik.

        Ia membandingkan bahwa nilai investasi KCJB dengan proyek MRT Jakarta yang justru memiliki biaya konstruksi per kilometer lebih tinggi.

        “Bila dihitung tiap kilometernya, Kereta Api Cepat juga bukan proyek mahal bila dibandingkan dengan proyek MRT Jakarta karena Kereta Api Cepat tidak menggunakan subway,” ujar Deddy, Senin (27/10/2025).

        Baca Juga: Polemik Bengkaknya Proyek Kereta Cepat Whoosh, INDEF: Seharusnya Diselesaikan B to B, Jangan Menyeret APBN

        Merujuk data Kantor Staf Presiden (KSP) 2024, proyek MRT Fase I menelan biaya Rp1,1 triliun per km dan MRT Fase II mencapai Rp2,2 triliun per km.

        Sementara itu, KCJB hanya memakan biaya Rp780 miliar per km untuk total panjang 142 km.

        “Pembiayaan KCJB termasuk pengadaan lahan, jalan akses, dan lainnya, sementara pembangunan MRT tanpa pembebasan lahan,” jelasnya.

        Menurutnya, perbandingan tersebut kerap disalahartikan karena biaya KCJB mencakup komponen non-konstruksi seperti akses jalan, pengadaan lahan, hingga infrastruktur pendukung listrik.

        “Artinya MRT adalah biaya konstruksi saja, sedangkan KCJB biaya konstruksi plus biaya nonkonstruksi,” ujar Deddy.

        Ia juga membantah anggapan adanya mark up dalam proyek KCJB, karena perbedaan nilai dipengaruhi oleh kurs dan bunga pinjaman luar negeri.

        “Ketika kontrak di awal PT KCIC tahun 2015, 1 USD = Rp13.000, sedangkan saat ini 1 USD telah mencapai Rp16.000. Ada selisih Rp3.000 per USD yang sangat besar bila dikalikan dengan basis utang sebelumnya Rp74 triliun,” jelasnya.

        Baca Juga: Pemerintah Diminta Benahi Tata Kelola dan Restrukturisasi Utang Whoosh

        Selain itu, kenaikan biaya juga disebabkan keterlambatan proyek akibat pandemi COVID-19 dan bunga pinjaman 2% berbasis USD.

        Meski demikian, Deddy menyebut pembayaran bunga sudah mulai dilakukan.

        “Berita yang menggembirakan adalah biaya bunga Rp2 triliun tahun 2025 sudah dibayar oleh PT KAI ke Bank China,” ujarnya.

        Deddy menilai, perbandingan biaya harus mempertimbangkan skala teknis dan umur infrastruktur. 

        “Keduanya yang sama adalah semua infrastrukturnya dirancang sampai 100 tahun,” tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Azka Elfriza
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: