Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fenomena 'Job Hugging' Kian Marak, CELIOS Ungkap Akar Masalah Surplus Tenaga Kerja

        Fenomena 'Job Hugging' Kian Marak, CELIOS Ungkap Akar Masalah Surplus Tenaga Kerja Kredit Foto: Uswah Hasanah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Fenomena job hugging atau kecenderungan pekerja mempertahankan pekerjaan meski tidak puas dengan kondisi kerja makin meluas di Indonesia. Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Media Wahyudi Askar menilai, penyebab utama gejala ini berakar pada surplus tenaga kerja yang belum terserap optimal oleh sektor industri nasional.

        Menurut Media, surplus tenaga kerja terjadi karena transisi ekonomi Indonesia yang belum berjalan ideal. “Problem terbesar di ekonomi tenaga kerjaan kita itu surplus tenaga kerja. Ini terjadi karena sektor industri kita rontok,” ujar Media, ketika ditemui usai diseminasi riset CELIOS di Jakarta, Kamis (6/11/2025). 

        Ia menjelaskan, dalam kondisi ideal, perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke industri seharusnya diikuti peningkatan produktivitas dan upah. Namun, lemahnya basis industri membuat tenaga kerja melimpah tanpa terserap secara memadai.

        Baca Juga: Lapangan Kerja Tumbuh Pincang, INDEF: Industrinya Maju, Tenaga Kerja Tertinggal

        Media menuturkan, kondisi ini menyebabkan banyak pekerja enggan mengundurkan diri meski merasa tidak sejahtera. 

        “Kalau resign, nyari kerjaan susah. Yang kedua, gampang sekali digantikan oleh orang lain yang bahkan bisa lebih kompeten,” ujarnya. Situasi tersebut, kata dia, membuat banyak karyawan memilih bertahan dan bekerja sekadarnya demi menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga.

        Surplus tenaga kerja juga diperparah oleh struktur umur pekerja di sektor manufaktur yang kini didominasi kelompok usia menengah 35–45 tahun. 

        “Banyak pekerja berusia produktif yang kehilangan posisi karena sistem outsourcing. Akhirnya mereka bersaing dengan pencari kerja baru yang lebih muda,” jelas Media. 

        Akibatnya, terjadi tumpang tindih antara tenaga kerja berpengalaman dan pemula, yang sama-sama berusaha bertahan di pasar kerja yang sempit.

        Fenomena job hugging berdampak langsung terhadap produktivitas dan inovasi di tempat kerja. “Kalau motivasi kerja menurun, orang hanya berusaha memenuhi KPI minimum. Padahal, di negara lain, industri justru mendorong inovasi berbasis kinerja,” ujar Media. 

        Ia menilai sistem upah yang stagnan membuat pekerja enggan berinovasi, karena peningkatan beban kerja tidak selalu diimbangi dengan kenaikan pendapatan.

        Lebih lanjut, Media mengkritik praktik perusahaan yang menahan kenaikan gaji dengan alasan efisiensi operasional.

        “Penahan gaji itu bukan soal pembenahan. Kalau perusahaan tidak bisa mengelola, itu berarti ada yang salah dalam tata kelola,” tegasnya. Ia mengingatkan, pekerja memiliki hak hukum untuk menempuh jalur mediasi atau pengaduan jika haknya dilanggar.

        Namun, mekanisme perlindungan tenaga kerja sering kali tidak efektif karena biaya hukum yang tinggi dan rendahnya literasi pekerja terhadap hak-hak mereka. 

        “Pemerintah harus memperkuat literasi tenaga kerja dan asosiasi buruh atau serikat pekerja agar pekerja bisa memperjuangkan haknya,” kata Media.

        Baca Juga: AI Bukan Ancaman Tapi Peluang, Menkomdigi Ungkap 90 Juta Lapangan Kerja Baru di Masa Depan

        Ia menambahkan, perusahaan seharusnya tidak memandang kenaikan upah sebagai ancaman. 

        “Beberapa studi menunjukkan bahwa menurunkan gaji justru mempercepat kebangkrutan. Meningkatkan upah secara berkala bisa mendorong produktivitas,” ujarnya. 

        Media juga menilai, pemanfaatan teknologi digital dapat membantu perusahaan mengevaluasi kinerja secara objektif dan fleksibel.

        “Kalau dia kerja lebih banyak, gajinya harus lebih banyak. Itu logika sederhana yang sering dilupakan,” kata Media menutup penjelasan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: