Ajak Putuskan Wariskan Luka Politik, Aktivis Papua Nilai Soeharto Layak Dapat Gelar Pahlawan
Kredit Foto: Istimewa
Aktivis Papua, Charles Kossay, menilai pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, merupakan bentuk penilaian yang emosional dan berpotensi membuka kembali luka lama politik bangsa.
Menurut Charles, komentar tersebut kurang tepat jika dijadikan dasar menilai kelayakan seseorang memperoleh gelar pahlawan nasional.
“Pernyataan Bu Mega sebagai tokoh yang kita teladani terkesan emosional dan tidak bijak. Jika setiap peristiwa masa lalu dijadikan ukuran, maka bangsa ini akan mengalami kemunduran. Bukan mengambil pelajaran, tetapi justru memperpanjang dendam antarkelompok,” ujar Charles dalam keterangannya, Sabtu (8/11/2025).
Ia mengingatkan, politik yang diwariskan kepada generasi muda seharusnya dibangun atas dasar ide dan perjuangan, bukan atas dasar iri atau luka masa lalu. Charles menilai, meski kisah sulitnya pemakaman Presiden Soekarno memang menyentuh hati, hal itu tidak sepatutnya dijadikan alasan menolak jasa kepemimpinan nasional Soeharto.
“Perlu berjiwa besar untuk mengakui perjuangan Soeharto selama memimpin Indonesia. Selama 32 tahun kepemimpinannya, banyak infrastruktur dibangun, ekonomi tumbuh, dan pendidikan berkembang. Catatan jasa itu tidak bisa dihapus hanya karena luka pribadi,” tegasnya.
Charles menambahkan, semangat persatuan dan kesatuan bangsa saat ini jauh lebih penting di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Ia menilai, bangsa ini perlu menjaga kedamaian dari Aceh hingga Papua, dengan menghormati semua tokoh bangsa tanpa terjebak pada konflik politik masa silam.
“Yang kita butuhkan sekarang adalah kedewasaan politik, bukan dendam politik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Charles juga menyoroti peran besar Soeharto dalam sejarah integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia menilai, keberhasilan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 tidak terlepas dari peran dan keberanian Soeharto dalam menjaga keutuhan Indonesia.
“Proses Pepera tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat itu kondisi Papua sangat sulit diakses, terutama di wilayah seperti Wamena. Namun berkat perjuangan dan kepemimpinan Bapak Soeharto, Irian Jaya, yang kini Papua bisa bergabung dengan NKRI,” tutur Charles.
Atas dasar itu, Charles menegaskan, tidak ada alasan bagi negara untuk ragu memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
“Kita harus mengakui bahwa yang mengindonesiakan Irian Jaya adalah Presiden Soeharto. Karena itu, negara seharusnya tidak perlu ragu memberikan gelar pahlawan kepada beliau,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat