Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        MTI Nilai Biaya Kereta Cepat Jawa–Surabaya Tak Efisien?

        MTI Nilai Biaya Kereta Cepat Jawa–Surabaya Tak Efisien? Kredit Foto: Rena Laila Wuri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menilai pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Surabaya belum efisien secara ekonomi dan perlu dikaji kembali dari sisi kelayakan finansial.

        Hal itu disampaikan oleh Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua MTI Pusat, Djoko Setijowarno. Ia menyebut bahwa proyek tersebut sebaiknya dipandang sebagai keinginan, bukan kebutuhan mendesak.

        “Pembangunan Kereta Cepat hingga Surabaya sebaiknya dipandang sebagai keinginan, bukan kebutuhan mendesak,” ujar Djoko, Senin (10/11/2025).

        Saat ini, kata Djoko, fokus utamanya lebih baik ke peningkatan angkutan umum perkotaan dan pedesaan, reaktivasi jalur rel, serta kemantapan jaringan jalan di Pulau Jawa.

        Di kesempatan yang sama, ia menyoroti tingginya biaya pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) yang mencapai USD 33 juta per kilometer untuk kontruksi, bahkan hingga USD 51 juta per kilometer jika termasuk biaya nonkontruksi.

        Baca Juga: Polemik Kritik Beban Utang Kereta Cepat Whoosh, Prabowo Jamin Tak Ada Masalah

        Sebagai perbandingan, World Bank Study (2019) mencatat biaya konstruksi High Speed Rail (HSR) di Tiongkok hanya USD 21 juta per kilometer untuk kecepatan 350 km/jam. 

        “Benchmarking harus dilakukan secara pair to pair dengan membandingkan biaya konstruksi, bukan total biaya proyek,” jelas Djoko.

        Dengan adanya selisih biaya pembangunan KCJB dibanding China, kata Djoko, mungkin karena proyek tersebut merupakan yang pertama di Indonesia. Jadi lebih memerlukan biaya tambahan seperti mobilization–demobilization, impor material, hingga instalasi GSMR, PLN, dan PDAM yang di Tiongkok justru ditanggung pemerintah.

        Baca Juga: Pemerintah Siapkan Skema PSO untuk Whoosh, Tak Semua Ditanggung APBN

        Selain itu, Djoko juga menyoroti bahwa beban finansial jangka panjang proyek HSR bisa menimbulkan risiko fiskal, terlebih PT KAI masih memiliki kewajiban pembayaran utang sekitar Rp2,2 triliun pada 2025. 

        “Yang lebih dibutuhkan masyarakat saat ini adalah transportasi massal terjangkau, bukan proyek prestisius yang mahal,” tegasnya.

        Ia menegaskan, efisiensi biaya dan manfaat ekonomi harus menjadi pertimbangan utama sebelum proyek kereta cepat diperluas ke Surabaya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Azka Elfriza
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: