Soal Rehabilitasi Ira Puspadewi, AMMI: Ini Peringatan Keras dari Presiden Prabowo
Kredit Foto: Advokat Muda Muslim Indonesia (AMMI)
Advokat Muda Muslim Indonesia (AMMI) menyoroti pemberian rehabilitasi terhadap tiga mantan pejabat badan usaha negaram termasuk Eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto tengah memberikan peringatan soal penanganan kasus korupsi di Indonesia.
AMMI meminta aparat penegak hukum tidak menganggap ringan keputusan rehabilitasi tersebut. AMMI menilai langkah presiden harus dijadikan peringatan keras untuk introspeksi mendalam agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
“Terobosan Presiden Prabowo ini ‘warning’ keras agar fenomena kasus-kasus seperti itu dan kawan-kawan tidak terus terulang. Selain menghambat target pertumbuhan ekonomi, hal itu juga berpotensi menimbulkan pelanggaran dari Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Pendiri Advokat Muda Muslim Indonesia, Ali Yusuf, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Ali memperingatkan bahwa mesti ada kehati-hatian dalam penerapan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika tidak, aparat rentan terjebak pada kriminalisasi, terlebih dalam kasus yang menyangkut kebijakan korporasi maupun kebijakan publik.
Ia menyebut potensi pelanggaran hak asasi manusia tidak hanya dapat dilakukan penyidik atau pimpinan dari lembaga pemberantasan korupsi, tetapi juga oleh Kejaksaan hingga Polri. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tekah mengatur secara jelas ruang lingkup hak-hak yang harus dilindungi dalam proses penegakan hukum.
“Warning itu termasuk untuk para praktisi hukum, yaitu advokat yang biasa mengawal kasus-kasus dugaan korupsi dari penyelidikan hingga peradilan,” ujarnya.
Ali menilai kriminalisasi terhadap pejabat atau profesional yang mengambil keputusan berbasis kebijakan dapat menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi individu dan keluarga. Selain kerugian material dan immaterial, ia menyebut reputasi serta karier korban sering kali hancur akibat proses penegakan hukum yang dianggap tidak objektif.
“Negara juga merugi karena kehilangan aset sumber daya manusia profesional yang seharusnya dapat berkontribusi kepada pembangunan,” tegasnya.
AMMI juga menyoroti perbedaan pernyataan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal itu terkait dasar penyidikan kasus soal ASDP.
KPK sebelumnya menyebut penyidikan bermula dari hasil audit BPKP. Namun lembaga tersebut membantah pernah melaporkan dugaan korupsi tersebut, dan menyatakan hanya memberikan review atas aksi korporasi perusahaan itu pada 2021.
“Kalau bantahan itu benar, maka yang bersangkutan ditahan dan didakwa korupsi oleh hasil persepsi penyidik yang abai prinsip-prinsip dari HAM,” kata Ali.
Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi, Asep Guntur Rahayu menyatakan pengusutan kasus akuisisi yang menyeret perusahaan negara itu berangkat dari audit yang diserahkan kepada lembaganya pada 2021.
Namun Juru Bicara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Gunawan Wibisono menegaskan institusinya hanya melakukan review dan bukan audit investigatif.
Baca Juga: Rehabilitasi Direksi ASDP jadi Momentum Perkuat Tata Kelola Keuangan Negara
Gunawan menjelaskan bahwa lembaganya pernah diminta untuk menghitung kerugian negara pada 2024. Namun komisi antirasuah tersebut kemudian memilih menggunakan tim akuntan forensik internalnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar