Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jaga Stabilitas Fiskal, Pemerintah Diminta Pastikan Rehabilitasi ASDP Tetap Mengutamakan Pemulihan Kerugian Negara

Jaga Stabilitas Fiskal, Pemerintah Diminta Pastikan Rehabilitasi ASDP Tetap Mengutamakan Pemulihan Kerugian Negara Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Bandung -

Potensi tergerusnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mendapat perhatian serius dari Indonesian Audit Watch (IAW). 

Organisasi pemantau akuntabilitas publik itu mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk meninjau ulang Keputusan Presiden (Keppres) terkait rehabilitasi direksi yang sebelumnya terlibat dalam perkara tersebut.

Menurut IAW, keputusan rehabilitasi yang terbit lima hari setelah putusan Tipikor berpotensi menghapus status pidana para pelaku sebelum pengembalian kerugian negara dilakukan. Jika tidak dikoreksi, situasi ini bisa membuat APBN menjadi penyangga terakhir untuk menutup kerugian yang ditetapkan auditor negara sebesar Rp1,253 triliun.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menilai proses rehabilitasi berlangsung terlalu cepat dibandingkan standar penanganan kasus BUMN selama ini. Ia menegaskan bahwa meskipun rehabilitasi adalah kewenangan penuh Presiden, tanggung jawab kerugian negara tetap harus dikembalikan oleh pihak-pihak yang terlibat.

Baca Juga: ASDP Pastikan Kesiapan Layanan di Lintas Jawa-Bali-Lombok Jelang Nataru 2025/2026

“Tetapi yang tidak bisa hilang justru yang paling penting, yakni kerugian negara Rp1,253 triliun yang kini tidak memiliki penanggung jawab,” ujar Iskandar, Minggu (30/11/2025).

IAW menguraikan kembali perjalanan kasus yang bermula sejak 2014, ketika penawaran 53 kapal tua masuk ke meja ASDP. Sejumlah langkah kebijakan internal, perubahan SOP, hingga pertemuan informal disebut turut memperlemah prinsip kehati-hatian dan membuka ruang penyimpangan.

Laporan valuasi kapal yang berubah signifikan, pengabaian rekomendasi teknis, hingga keputusan final akuisisi yang dilakukan tanpa notulen resmi juga menjadi perhatian. Analisis IAW menilai rangkaian kejadian tersebut menyerupai pola penyelewengan pada beberapa kasus besar BUMN lainnya.

Kekhawatiran terbesar muncul ketika rehabilitasi dinilai berpotensi menghapus dasar penagihan ganti rugi melalui mekanisme hukum. Jika unsur pidana hilang, proses eksekusi kerugian negara dapat terhenti, dan risiko fiskal akhirnya dapat dialihkan kepada APBN.

“Negara adalah penanggung risiko terakhir yakni APBN dari uang rakyat,” ujar Iskandar.

Untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas tetap berjalan, IAW mengajukan lima langkah korektif kepada Presiden Prabowo Subianto diantaranya melakukan review Keppres rehabilitasi, sesuai kewenangan administratif dalam UU 30/2014, menerbitkan Perpres rehabilitasi bersyarat, sehingga sejalan dengan UU Tipikor dan UU Keuangan Negara, melakukan audit forensik ulang dengan menggandeng BPK, PPATK, dan BPKP, membentuk Satgas Pemulihan Kerugian Negara, termasuk kewenangan penyitaan aset dan entitas yang terkait dan menegaskan bahwa rehabilitasi tidak menghapus kewajiban ganti rugi, sebagai prinsip transparansi dan keadilan publik.

Baca Juga: Rehabilitasi Direksi ASDP jadi Momentum Perkuat Tata Kelola Keuangan Negara

"Langkah-langkah ini penting agar rehabilitasi menjadi instrumen perlindungan hak warga negara, bukan celah hukum bagi praktik penyelewengan," kata Iskandar.

Kasus ASDP saat ini menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai momentum penting dalam menentukan wajah pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN. IAW menyebut pemerintah berada di persimpangan dua model penanganan: rehabilitasi tanpa pengembalian kerugian, atau rehabilitasi yang tetap menjunjung pemulihan keuangan negara. Dengan adanya dorongan perbaikan mekanisme, publik berharap solusi yang ditempuh pemerintah tidak hanya melindungi APBN, tetapi juga memperkuat kredibilitas negara dalam menegakkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

“Semoga masukan ini bisa menghadirkan langkah korektif, sehingga Keppres tidak menjadi celah hukum, tetapi justru menjadi instrumen keadilan,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: