Soroti RUU P2SK, Nanovest Minta Regulasi Kripto Lebih Adil dan Transparan
Kredit Foto: Unsplash/Pierre Borthiry
Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memfinalisasi revisi terbaru Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang kini memuat pengaturan komprehensif mengenai Lembaga Jasa Keuangan Aset Kripto (LJK Aset Kripto). Dokumen terbaru yang beredar pada bulan Oktober 2025, terdapat ketentuan pada Pasal 215A, memperkenalkan kerangka regulasi yang lebih jelas dan sistematis untuk mengatur industri aset digital di Indonesia.
Dalam pasal tersebut, RUU P2SK menegaskan bahwa terdapat lima jenis LJK Aset Kripto, yaitu bursa aset keuangan digital, lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian perdagangan, pengelola tempat penyimpanan aset digital (kustodian), pedagang aset keuangan digital, serta lembaga jasa keuangan lain yang dapat beroperasi setelah memperoleh rekomendasi dari bursa dan persetujuan OJK. Karena hal ini, dimungkinkan bursa memiliki kewenangan yang signifikan untuk merekomendasikan siapa yang dapat masuk ke dalam ekosistem kripto nasional.
Seluruh lembaga yang menjalankan aktivitas terkait aset keuangan digital diwajibkan mendapatkan izin dari OJK sesuai dengan lingkup usahanya. Revisi RUU ini juga memperjelas pengaturan mengenai pedagang aset kripto, yang diperbolehkan menerima konsumen baik individu maupun non individu, serta mewajibkan seluruh aktivitas teknologi sistem keuangan terdesentralisasi (ITSK) dilakukan melalui pedagang yang telah berizin. Regulasi ini diharapkan untuk mengurangi risiko operasional di sektor aset digital sekaligus memperkuat perlindungan konsumen.
Baca Juga: Tahun Depan, Negara Ini Akan Legalkan Kripto dan Penambangan Bitcoin
Sebaliknya, revisi RUU P2SK menetapkan batasan rangkap jabatan bagi direksi LJK Aset Kripto dan sanksi administratif untuk mencegah pelanggaran. Ini dilakukan untuk menjaga tata kelola yang sehat dan menghindari konflik kepentingan.
Bursa aset kripto kini ditetapkan sebagai pihak utama yang wajib memperoleh persetujuan OJK sebelum dapat beroperasi. Revisi RUU P2SK juga memperkenalkan tanggung jawab pribadi bagi pihak utama bursa apabila terbukti melakukan tindakan yang menyebabkan kerugian bagi LJK Aset Kripto.
Ketentuan ini memperkuat prinsip akuntabilitas, sekaligus menempatkan bursa sebagai aktor yang memiliki peran strategis dalam pengaturan, pengawasan, serta penjaminan keamanan transaksi kripto di.
Namun, kekhawatiran lain muncul ketika melihat isi dari ketentuan Pasal 312A huruf c, yang memberikan ruang bagi bursa yang seharusnya menjadi pengawas untuk juga melakukan perdagangan jual-beli aset kripto layaknya exchange. Dual-role ini dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, ketidakseimbangan ekosistem, hingga persaingan yang tidak sehat bagi pelaku industri kripto lokal.
“Ketentuan ini membuka ruang bagi pihak yang seharusnya menjadi pengawas untuk sekaligus menjadi pelaku perdagangan, sehingga dapat mengganggu fairness dan merugikan pelaku industri seperti Nanovest,” ujar Billy Surya Jaya, Direktur Utama Nanovest.
Kekhawatiran serupa juga terlihat pada Pasal 215A, yang memberikan bursa kewenangan sangat luas sebagai “gatekeeper” industri. Bursa memiliki peran untuk memberikan rekomendasi bagi pedagang, lembaga kliring, dan kustodian yang ingin masuk ke ekosistem, sekaligus mengawasi standar teknis, keamanan transaksi, hingga validasi operasional pelaku lainnya.
Baca Juga: Perusahaan Kripto Trump Bakal Luncurkan Real-World Asset di 2026
Kewenangan yang terpusat ini dianggap menimbulkan risiko overpower dan berpotensi menciptakan struktur monopoli, karena bursa dapat mengatur sekaligus mengendalikan hampir seluruh rantai industri kripto Indonesia. Jika tidak diawasi ketat, peran dominan ini dapat menghambat inovasi, membatasi kompetisi, dan memperlambat pertumbuhan industri secara keseluruhan.
“Kami memandang perlu adanya kajian lebih mendalam agar regulasi ini tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan ekosistem tetap kompetitif dan inklusif,” tambah Billy. Oleh karena itu, transparansi dan pengawasan dari OJK menjadi sangat penting untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan ekosistem kripto nasional.
Secara keseluruhan, revisi RUU P2SK terbaru memberikan fondasi yang lebih kuat bagi regulasi aset kripto di Indonesia melalui pembagian peran yang jelas, peningkatan standar tata kelola, dan akuntabilitas yang lebih tegas. Namun, keseimbangan antara pengawasan yang ketat dan kompetisi yang sehat harus dijaga agar ekosistem aset digital Indonesia dapat tumbuh secara berkelanjutan tanpa mengorbankan inovasi maupun kesempatan bagi pelaku baru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: