Kredit Foto: Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI)
Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jakarta mendesak pemerintah untuk segera merevisi aturan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan dan Pengembangan Perumda Pasar Jaya.
Ketua DPW APPSI Jakarta, Ngadiran menyampaikan hal tersebut sebagai respons atas penurunan omzet pedagang pasar dan sejumlah kebijakan yang dinilai merugikan karena memberikan kewenangan berlebihan kepada perusahaan daerah tersebut.
“Ada klausul yang membuat Pasar Jaya jadi ‘Super Body.’ Mereka bisa membuat aturan sepihak lewat Surat Keputusan Direksi,” ujarnya, dilansir Selasa (9/12).
Ngadiran mencontohkan polemik dari Surat Keputusan Direksi Nomor 47. Meskipun terjadi pergantian direksi, ia menyebut kebijakan tersebut belum dicabut dan masih menimbulkan keberatan.
“Direksinya diganti, tapi surat keputusan yang merugikan pedagang tidak dibatalkan. Ini akar masalahnya,” katanya.
APPSI juga menyoroti pembahasan dari Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ngadiran menyatakan aturan itu perlu diubah menjadi Kawasan Dilarang Rokok (KDR). Menurutnyah hal tersebut akan lebih adil bagi pedagang.
“Raperda ini harus berpihak pada pedagang. Jangan sampai aturan kesehatan justru mematikan usaha mikro, kecil dan menengah di pasar,” tegasnya.
Ngadiran menambahkan bahwa pihaknya tidak pernah meminta penghapusan tunggakan retribusi pedagang, melainkan hanya pengajuan keringanan khusus bagi pedagang terdampak pandemi dan kondisi ekonomi.
Anggota Fraksi PDIP DPRD Jakarta, Dwi Rio Sambodo menjelaskan bahwa aturan tersebut pada prinsipnya berupaya menyeimbangkan aspek kesehatan dan keberlangsungan ekonomi pedagang. Ia menyebut pemerintah daerah nantinya akan menyediakan fasilitas khusus bagi perokok.
Pembahasan Raperda Kawasan Tanpa Rokok disebut masih berlangsung, termasuk melalui rapat pimpinan, harmonisasi dan penyusunan peraturan gubernur.
“KTR harus seimbang: kesehatan publik berjalan, ekonomi rakyat tidak dihantam,” ujar Rio.
Sementara Guru Besar Universitas Trisakti, Prof. Dr. Trubus Rahadiansyah menilai perilaku merokok merupakan pilihan pribadi sehingga regulasi tidak perlu dibuat secara ekstrem. Menurutnya, aturan tersebut harus proporsional terhadap aspek kesehatan, ekonomi dan budaya.
“Perda Kawasan Tanpa Rokok ini tidak ada urgensinya. Tapi karena sudah masuk pembahasan, maka harus dikawal agar tidak merugikan pedagang dan tetap menjaga kesehatan,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar